Oleh: Ahmad Munjizun (Mahasiswa Asal NTB Peraih Fullbright Scholarship Doctoral Program on Animal Science, North Carolina State University, USA)
Tidak ada yang sia-sia. Pasti ada hikmah dan pelajaran berharga di balik semua ini. Bukan saatnya untuk saling mencaci maki saling menyalahkan, apalagi saling memperolok.
Sebelum saya lanjutkan tulisan ini, saya tegaskan bahwa saya tidak ingin tulisan ini terlihat sebagai ProJokowi atau AntiJokowi. Yang jelas Pak Jokowi adalah presiden kita semua dan bersamanyalah kita akan melewati semua ini.
Kita perlu belajar tentang mengapresiasi kerja keras terutama mereka yang sekarang berada di garda terdepan pemberantasan dan penanganan wabah covid-19, para tenaga medis dan relawan yang mempertaruhkan diri mereka untuk kepentingan bersama.
Lihatlah mereka. Kenapa kita lebih peka dengan berita negatif yang belum tentu benar dibandingkan dengan fakta yang mesti kita akui sebagai anugrah. Indonesia tidak seterpuruk yang kita bayangkan.
Mulailah melakukan apa yang kita bisa lakukan. Mulai dari memberi pemahaman pada orang-orang terdekat kita. Mulai dari mengecek tetangga apakah mereka juga punya bekal untuk bertahan berdiam di rumah. Jika ada saudara di sebelah kita yang membutuhkan uluran tangan kita, kenapa tidak?
Buat mereka yang tidak peduli dengan ikhtiar “menjaga jarak”, mengatasnamakan perlindungan Allah swt., OK. Fine. Tapi perlu juga melihat ke diri sendiri. Apakah sudah pantas kita jadi orang yang dilindungi oleh Allah swt.? Think about it. Mungkin justru karena kita kurang merenung dan bertafakkur kemudian kita diberi kesempatan untuk mengasingkan diri sedikit dari urusan dunia yang fana.
Saya tidak ingin mengaitkan kejadian covid-19 dengan petaka atau azab. Pastinya ini adalah sebuah peringatan dan ujian. Mungkin Tuhan ingin melihat kita bersujud lebih syahdu, menengadahkan tangan dan menyebut nama-Nya sedikit lebih lama seperti di saat-saat kita ada kesulitan. Mungkin Allah swt merindukan tetes air mata di saat hamba-Nya memuja dan memohon pada-Nya. Ataukah kita sudah mulai lupa akan pernyataan “Tiada daya dan upaya melainkan Allah swt”?
Virus adalah makhluk dengan ukuran mikron, tak terlihat, tapi justru mampu menggoncang dunia. Merupakan peringatan buat manusia untuk tidak merasa “hebat”. Kita boleh berbuat hal-hal luar biasa tapi kita mesti jangan pernah merasa “paling hebat” dan “paling bisa”. Seorang ilmuan yang baik justru akan merasa semakin bodoh ketika menemukan semakin banyak temuan.
Tipikal kita sebagai manusia adalah mencari alasan pembenaran. Apakah di hadapan Tuhan juga alasan pembenaran itu akan berfungsi? Mari kawan semua. Turunkan ego kita masing-masing. Tidak ada di antara kita yang paling benar karena yang maha benar ada Dia. Kau boleh tahu banyak tapi jangan merasa PINTAR, karena kepintaran hanya milik Allah swt. Kesembuhan dan keamanan juga bukan karena kekuatan manusia melainkan kekuatan-Nya. Sekali lagi, turunkan ego kita masing-masing karena kita memang pada dasarnya “tidak berdaya”.
Menyendirilah di rumah. Boleh sesekali melihat diri di cermin dan tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang telah saya perbuat untuk Negeri ini?”
Bacaan renungan. Good job brother!