Lensamandalika.com–Kalangan pengusaha meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membuat sebuah kebijakan terkait dengan pembayaran tunjangan hari raya (THR). Sebab, banyak bisnis yang terpukul karena virus corona sehingga kesulitan membayar THR.
“Menurut hemat saya Kemenaker harus merumuskan ada dasar pengusaha melakukan negosiasi, pertemuan dengan teman-teman serikat pekerja atau mungkin perwakilan pekerja supaya ada gambaran,” kata Wakil Ketua Umum Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang seperti dilansir dariĀ detikcom, Minggu kemarin (5/4/2020).
Dia menjelaskan, saat ini setidaknya ada tiga kriteria perusahaan. Pertama sama sekali tidak mampu memberikan THR, kedua setengah mampu membayar THR, dan ketiga mampu.
Berdasarkan sektornya, ia mengatakan, sektor pariwisata dan hiburan yang paling terpukul karena virus corona. Sebab, beberapa bulan ini tidak mendapat pemasukan.
Memang, ia menyadari kewajiban THR diatur dalam undang-undang. Namun, itu dalam kondisi normal. Padahal, saat ini kondisi bisnis terpukul.
“Sekarang ini tidak normal, kalau ditanya, THR bagaimana, bagi yang mampu silakan. Sekarang yang tidak mampu atau mungkin mampu tidak sepenuhnya harus ada solusinya. Kita harapkan pemerintah, dalam hal ini Kemenaker mengambil kebijakan, apa kira-kira langkahnya. Kalau tidak mampu contohnya apakah mungkin itu ditunda dalam arti apakah tahun depan, atau menunggu kondisi keuangan memadai baru dibayar,” ujarnya.
Wajibkah pengusaha bayar THR?
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, pembayaran THR diatur oleh regulasi. Maka, wajib bagi pengusaha untuk membayar THR.
“Menurut saya karena bersifat wajib tentu harus dikasih,” katanya.
Namun, dia memahami, kondisi saat ini serba sulit karena banyak bisnis yang terpukul. Sebab itu, dia mengatakan, setidaknya ada beberapa opsi agar pengusaha tetap membayar THR.
Pertama, pengusaha membayar THR dengan mencicil. Kedua, menunda sampai kondisi normal.
“Tapi ada dua hal mungkin karena situasi, apakah ini dicicil berdasarkan kemampuan perusahaan, atau ditunda sampai memang kembali normal. Artinya ini kewajiban yang ditangguh,” ujarnya.
Opsi lain ialah pemerintah memberikan bantuan dengan bunga yang sangat ringan. Langkah ini juga sebagai upaya untuk mencegah perusahaan melakukan PHK besar-besaran.
Memang, pemerintah telah memberikan paket stimulus sebesar Rp 405 triliun termasuk untuk kegiatan usaha. Namun, dalam paket itu tidak secara spesifik apakah dapat digunakan untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan.
“Memang ada anggaran Rp 150 triliun untuk recover ekonomi tapi tidak jelas bisa nggak dimanfaatkan bagi perusahaan katakan spesifik pada tenaga kerja, utamanya pada tenaga kerja yang memiliki karyawan banyak. Tapi, sifatnya pinjaman dengan bunga rendah banget,” ujarnya (Red/Lz).