Baru – baru ini salah satu Desa di Lombok dihebohkan karena ada satu warganya yang dijemput oleh tim medis. Hasil Rapid Test orang tersebut positif. Lalu masyarakat di Desa tersebut mulai membicarakan bahwa ada warga yang Positif COVID-19. Hal ini kemudian memicu munculnya kekhawatiran berlebih di masyarakat. Namun beberapa hari kemudian, orang yang tadinya hasil Rapid Test nya positif dipulangkan dan warga diinformasikan oleh petugas kesehatan bahwa orang tersebut tidak positif COVID-19. Lalu tidak sedikit masyarakat yang kebingungan karena kejadian itu. Nah apa sebenarnya terjadi dan bagaimana orang bisa dinyatakan positif COVID-19?

Untuk mendiagnosis kasus COVID-19, ada beberapa istilah yang kerap kali kita dengar di media. Istilah – istilah tersebut adalah Rapid Test, Swab, dan PCR Test. Ketidaktahuan kita tentang istilah – istilah yang digunakan dalam mendiagnosis COVID-19 ini dapat membuat kita salah paham dan bisa mendatangkan kekhawatiran yang berlebihan.

Istilah yang pertama adalah Rapid test. Menurut WHO, Rapid Test adalah tes yang di desain untuk penyakit yang membutuhkan deteksi awal atau skrining awal. Test ini sangat berguna di negara yang sarana dan prasarana kesehatannya (seperti laboratorium) terbatas. (1) Di dalam penyakit menular, dengan adanya Rapid Test ini atau deteksi awal ini, yang terdeteksi positif agar bisa diisolasi terlebih dahulu untuk mencegah penularan sembari menunggu hasil tes dari laboratorium.

Rapid test dilakukan dengan cepat dan menunjukkan hasil yang cepat. Rapid Test membutuhkan waktu sekitar 10 menit – 2 jam. (1) Ada beberapa macam Rapid Test, tergantung dari cara kerja Rapid Test tersebut, ada Rapid Test yang mendeteksi antibodi, ada juga yang mendeteksi antigen. (2) Sebagai contoh di dalam kasus COVID-19, Rapid Test  bekerja dengan mendeteksi keberadaan antibodi yang dihasilkan tubuh untuk melawan virus corona. Jika antibodi tersebut di temukan pada tubuh seseorang, maka orang tersebut dinyatakan positif Rapid Test dan “diduga” memiliki virus corona dalam tubuhnya. Orang ini bisa disebut “pasien reaktif”, bukan positif COVID-19.

Sensitivitas Rapid Test dalam mendeteksi penyakit bervariasi antara 34%  sampai 80% dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya, Rapid Test yang mendeteksi antibodi, dapat dipengaruhi oleh umur, vitalitas tubuh, adanya penyakit bawaan atau tidak, dan status gizi. (2) Untuk itulah, Rapid Test masih bisa melakukan kesalahan yang dalam istilah epidemiologinya adalah False Positif dan False Negative.

False Positif (positif palsu) artinya hasil test tidak benar-benar positif. Sebagai contoh, Rapid Test mendeteksi orang tersebut positif, artinya Rapid Test mendeteksi adanya antibodi di dalam tubuh seseorang tersebut. Namun, bisa saja antibodi yang dihasilkan oleh tubuh seseorang tersebut adalah respon atau reaksi dari virus lain, bukan virus corona. Oleh karena itu, hasil tes orang tersebut positif palsu (False Positive).

False Negatif (negatif palsu) adalah orang yang terdeteksi negatif di Rapid Test, tapi tidak benar-benar negatif. Hal ini disebabkan karena bisa saja orang tersebut sudah memiliki virus corona di dalam tubuhnya, tapi ketika dilakukan Rapid Test, tubuhnya belum memproduksi antibodi atau vitalitas tubuhnya bagus sehingga Rapid Test mendeteksi orang tersebut negatif. False Negative ini yang kemudian sangat berpotensi sebagai sumber penularan penyakit di masyarakat. Kedua kesalahan inilah yang menyebabkan Rapid Test belum direkomendasikan untuk mendiagnosis seseorang positif COVID-19 atau tidak. Tapi bagus untuk deteksi awal atau skrining awal.

Istilah yang kedua adalah Swab. Swab adalah salah satu metode pengambilan sampel. (3) Sampel adalah bagian kecil dari suatu objek yang diteliti yang mana hasil dari penelitian dari sampel tersebut  bisa mewakilkan keseluruhan objek yang diteliti. Pasien reaktif atau yang dinyatakan positif Rapid Test nya, akan dilakukan Swab. Men-swab (me-wipe) akan dilakukan di bagian tubuh yang terdapat virus, misalnya di tenggorokan dan rongga hidung. Sampel yang diambil ini kemudian akan dilakukan PCR Test (Polymerase Chain Reaction).

PCR Test adalah tes yang langsung menganalisis RNA (temennya DNA) virus dan mendeteksi keberadaan virus tertentu (dalam hal ini corona) di dalam tubuh. (4) PCR Test biasanya di lakukan di Laboratorium. PCR Test merupakan tes yang direkomendasikan oleh WHO untuk mendiagnosis COVID-19, (2) karena PCR Test adalah tes yang langsung mendeteksi keberadaan virus di dalam tubuh seseorang.

Kesimpulannya, orang yang positif Rapid Test disebut “pasien reaktif” atau belum bisa di sebut positif COVID-19. Untuk mendiagnosis atau memvonis seseorang positif COVID-19 atau tidak, harus dilakukan Swab dan PCR Test.

Untuk itu, jika ada penjemputan oleh petugas kesehatan ke rumah, jangan panik dulu, jangan khawatir berlebihan, karena orang tersebut belum tentu positif COVID-19. Khawatir dan takut boleh, tapi jangan berlebihan. Intinya, tetap waspada, jaga jarak, rajin cuci tangan, jangan kumpul-kumpul, dan banyak-banyak berdo’a.

Referensi :

1. https://www.who.int/diagnostics_laboratory/faq/simple_rapid_tests/en/
2. https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/advice-on-the-use-of-point-of-care-immunodiagnostic-tests-for-covid-19
3. https://www.yourdictionary.com/swab
4. https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-terms/def/pcr