Nasional – Tingginya angka kematian akibat Coronavirus Disease (Covid-19) di Indonesia dipengaruhi oleh rendahnya kesehatan masyarakat dan adanya kesenjangan sistem perawatan kesehatan.
Demikian yang disampaikan oleh para pakar kesehatan dalam sebuah laporan yang dirilis oleh CNA, Minggu (26/4). Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, saat ini Indonesia memiliki 9.511 kasus dengan 1.254 orang sudah pulih dan 773 orang dinyatakan meninggal dunia.
Dengan angka tersebut, tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia. Ahli epidemiologi, Pandu Riono mengungkapkan ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kematian dari pasien Covid-19, mulai dari faktor usia hingga kondisi kesehatan yang mendasari.
“Banyak orang Indonesia pada umumnya kurang bugar dan ini membuat mereka lebih rentan. Kebanyakan orang di Indonesia (juga) tidak merawat paru-paru mereka dengan baik, karena kebanyakan dari mereka adalah perokok,” katanya.
Seperti yang dikatakan Pandu, merujuk pada data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015, Indonesia memiliki tingkat perokok pria tertinggi di dunia, yaitu sekitar 75 persen. Dengan fakta tersebut, Pandu mengatakan, itu juga yang menjadi alasan banyaknya orang Indonesia yang menderita penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes.
Hanya dalam waktu kurang dari 10 hari setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama Covid-19 di tanah air, tingkat kematian di Indonesia berada dalam angka yang konsisten tinggi, yaitu 8 hingga 9 persen. Namun saat ini berada di angka 7,3 persen.
Angka tersebut didapatkan dengan membagi jumlah kematian dengan jumlah kasus. Membandingkan dengan Indonesia, tingkat kematian akibat Covid-19 di Filipina saat ini berada di angka sekitar 6,5 persen, Singapura 0,1 persen, dan Malaysia 1,7 persen. Selain buruknya kesehatan masyarakat Indonesia, kesenjangan sistem perawatan kesehatan juga memicu tingginya angka kematian di tanah air.
Pada awal Maret saja, hanya ada satu laboratorium yang bisa mendiagnosis Covid-19. Dengan adanya hambatan ini, para suspect di luar Jakarta kesulitan untuk didiagnosis yang pada akhirnya meningkatkan risiko penyebaran.
Di samping semua itu, fasilitas kesehatan di Indonesia, kata Pandu, belum siap untuk menerima pasien dalam jumlah banyak di satu waktu. Buktinya, para tenaga kesehatan kekurangan alat pelindung diri (APD) yang sangat penting. (red/LM)