Mataram – Aktifis Pariwisata Indonesia asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Taufan Rahmadi menyoroti program realokasi anggaran yang disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio dalam rapat kerja (raker) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama Komisi X DPR-RI, Jumat (8/5/2020) kemarin.
Ia menilai program yang disampaikan oleh Menparekraf Wishnutama minim terobosan lantaran realokasi anggaran dukungan covid-19 di tahun anggaran 2020 terlalu kecil, yakni hanya sebesar 19.96% dari Total Anggaran kemenparekraf sebesar Rp. 3,2 Triliun.
Persentase tersebut, menurut Taufan tidak proporsional jika berkaca pada arahan Presiden Jokowi yang meminta Menparekraf fokus pada 3 program utama di masa tanggap darurat yaitu program perlindungan sosial bagi pekerja pariwisata, realokasi anggaran di Kemenparekraf pada kegiatan padat karya atau yang lain, dan stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha di sektor parekraf.
“Harusnya program-program yang dimunculkan Kemenparekraf dapat menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kondisi terpuruknya para pekerja pariwisata, pelaku ekonomi kreatif dan usaha parekraf saat ini,” jelasnya ketika dihubungi oleh redaksi lensamandalika.com pagi tadi, Sabtu (9/5/2020).
Terkait model program dan kegiatan, Ia berharap agar dapat dirancang secara lebih kreatif ,efektif dan inovatif dengan berbasis kepada data dan mitigasi.
Artinya program yang disiapkan tersebut, lanjut taufan harus merujuk kepada hal-hal yang secara prioritas memang dibutuhkan untuk bisa bertahan hidup di masa tanggap darurat, lalu kemudian bangkit dengan cepat di masa pemulihan.
“Seperti contohnya, anggaran-anggaran pelatihan online yang dialokasikan begitu besar hingga milyaran rupiah akan lebih tepat jika dialihkan untuk menambah anggaran pada program BaLaSa ( Bahan Pokok dan Lauk Siap Saji ) ataupun Gerakan BISA ( Bersih , Indah , Sehat dan Aman ),” jelas Mantan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB itu.
Kaitannya dengan besaran anggaran untuk bidang pengembangan destinasi dan infrastruktur yang hanya sekitar 5% dari total pagu anggaran sebesar Rp. 3,2 Triliun, menurutnya selain jumlah anggaran tersebut kurang proporsional, juga tidak menunjukkan semangat mendukung pariwisata yang berkelanjutan menjadi orientasi utama menparekraf dalam melaksanakan program realokasi anggaran tersebut.
Padahal, lanjutnya, jika pemerintah khususnya Kemenparekraf betul-betul mempelajari dampak yang diakibatkan oleh Covid-19, maka pemenuhan standarisasi global terkait kenyamanan di destinasi pariwisata adalah sangat penting menjadi prioritas untuk ditingkatkan.
“Nantinya, wisatawan pasca covid-19 jika dilihat trendnya, akan membutuhkan jaminan kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kesiapan mitigasi pariwisata disaat mereka menentukan pilihan destinasinya,” ungkap Founder Temannya Wisatawan itu.
Lebih lanjut, Ia berharap agar program yang ditelurkan kemenparekraf dapat betul-betul memihak para pelaku usaha parekraf itu sendiri, sehingga pemulihan Pariwisata Indonesia tidak saja mampu menjaga kelestarian alam dan budaya, kualitas wisatawan, tetapi juga mampu menyelamatkan dan menyejaahterakan ekosistem manusia yang hidup di dalamnya.
Diakhir wawancara, ia mengungkapkan bahwa menghadapi perang melawan corona membutuhkan kolaborasi bersama seluruh stakeholder pariwisata Indonesia dimana panduannya adalah terobosan – terobosan kebijakan dari Menparekraf Wishnutama. (red/_dwr)