Dalam pelaksanaan pembangunan sirkuit MotoGP, ITDC tidak mengalami kendala dalam urusan finansial kerena mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat dan daerah. Terkait dengan persoalan pembebasan lahan untuk pembangunan sirkuit Moto GP, jika sebelumnya ITDC yang di depan dalam proses pembebasan lahan. Kini, tugas tersebut sudah diambil alih oleh pemerintah mulai dari sosialisasi, penilaian oleh tim apraisal sampai dengan penetapan oleh pihak pengadilan. Baru kemudian melangkah ke proses pembayaran lahan yang dilakukan ITDC melalui pengadilan.
Kalimat tersebut tercantum dalam laporan pada penghujung November 2019 Komisi VI DPR RI yang melakukan kunjungan kerja spesifik ke KEK Mandalika, termasuk memeriksa kesiapan perhelatan MotoGP di sirkuit Mandalika dibawah PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (persero) Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Komisi VI dalam laporan kunker menyatakan bahwa Sasaran Kunjungan Kerja spesifik Komisi VI DPR RI ini dititikberatkan pada pengawasan terhadap kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan serta rencana/program pembangunan yang akan dilakukan, objek yang dikunjungi dan dibahas adalah pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 250 miliar pada desember 2015 sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan iklim investasi yang diamanatkan kepada PT ITDC.
Selain itu, Komisi VI juga melaporkan bahwa pemerintah menyarankan ITDC untuk mencari pembiayaan. Salah satunya melalui Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang merupakan lembaga pembiayaan multilateral atau Multilateral Development Bank yang sahamnya dimiliki sejumlah negara dunia termasuk Indonesia sebagai pemegang saham terbesar ke-8 di AIIB.
AIIB ini didirikan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di negara-negara Asia yang menjadi anggotanya. Setelah persetujuan Dewan Direksi AIIB pada tanggal 7 Desember 2018 maka pada tanggal 31 Desember 2018 ITDC telah menandatangani perjanjian fasilitas pembiayaan Mandalika Urban & Tourism Infrastructure Project (MUTIP) senilai 248,4 juta dolar AS atau setara Rp3,6 Triliun.
Fasilitas pembiayaan MUTIP memiliki masa tenor 35 tahun dan grace period atau masa tenggang selama 10 tahun serta bunga sesuai London Interbank Offered Rate (LIBOR) 6 bulan ditambah 1,4 persen per tahun dan sudah bisa dimanfaatkan sejak Agustus 2019.
Pembiayaan MUTIP ini merupakan pembiayaan pertama dengan jumlah terbesar secara standalone/mandiri yang dilakukan AIIB di Indonesia.
Dalam skala global, MUTIP merupakan pembiayaan pertama AIIB bagi kegiatan pembangunan infrastruktur pariwisata. Adapun kegiatan yang dilaksanakan di Mandalika diantaranya adalah pembangunan jalan dalam kawasan, penyediaan air bersih, sanitasi dan drainase, pengolahan air limbah dan limbah padat, distribusi listrik, dan juga fasilitas pengelolaan risiko bencana, berbagai fasilitas publik dan ruang publik terbuka.
Tetapi jikalau dilihat dari efektifitas pembangunan yang berlangsung, Komisi VI menemukan catatatan tentang permasalahan lahan, baik pengadaan, penetapan dan dasar hukum proses pengadaan lahan. Paska kunjungan salah satu anggota DPR RI dari Fraksi NasDem Dapil II NTB H. M. Syamsul Luthfi, pemerintah dan ITDC sepertinya masih “santai” menyikapi hal tersebut.
Penyelesaian masalah masih menggunakan pendekatan keamanan, persis orde baru. Rakyat dibuat tidak faham dengan situasinya sendiri, pemerintah terkean lamban, perusahaan seperti pemilik lahan sendiri.
Jika demikian maka pembangunan KEK Mandalika jangan membicarakan penyerapan 36.000 tenaga kerja. Masalah lahan saja, mereka tak mampu tuntaskan. Uang ada tapi seperti tidak punya niat baik membayar lahan warga. Apakah oknum ITDC dan Pemerintah sedang melakukan “perjanjian rahasia” atau bahasa calo itu kongkalikong.