Oleh : Ahmad S N
Direktur RKM Institute
Opini- Ditengah mewabahnya Pandemi Covid-19 di masyarakat, ada suatu kekhawatiran tentang mampukah masyarakat melewati pandemi ini dengan selamat.
Di daerah yang tenaga ahli dan peralatan medis yang masih terbilang terbatas ini, semua orang merasakan memiliki resiko tertular virus yang tinggi. Hal ini serupa disadari juga oleh pemerintah, sebagai pelaksana mulai dari Kebijakan dan penanganan medis pencegahan Pandemi Virus Corona ini.
Hal tersebut kian terasa dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Menjadi Viral dan apik dalam diskusi harian masyarakat, dikalangan muda-mudi sampai ibu-ibu berkomentar “Sekuat apapun pemerintah melawan corona, tidak akan berhasil jika pencegahannya tidak maksimal” begitu anggapan masyarakat setelah sebelumnya terkena Framing penularan virus ini yang mudah sekali menyebar.
Hal itulah yang kemudian dirasakan masyarakat NTB, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pun tegas dalam menegakkan upaya pencegahan, bahkan tidak pandang bulu mau tua atau muda, jika mengganggu stabilitas penanganan pandemi harus di tindak tegas.
Sejenak situasi menjadi lengang, tersebar foto-foto apik di tempat-tempat yang sebelumnya ramai masyarakat menjadi sepi, tempat peribadatan seperti Islamic Center Hubbul Wathan yang dirasakan kehadirannya di Bulan Ramadhan di tutup, bahkan himbauan melaksanakan sholat di rumah digalakkan, masjid-masjid ditutup dan Jum’atan diganti menjadi sholat dzuhur dirumah masing-masing.
Betapa situasi pandemi ini membuat rutinitas masyarakat berbeda, memang tidak mudah menerapkan upaya #DiRumahAja seperti dengan lincahnya jari-jemari mengupdate status di media sosial dengan hastag tersebut. Itupun juga disadari pemerintah, karena keberlangsungan budaya masyarakat ini sudah berlangsung lama, dan menjadi bagian hidup, memang diawal sedikit sulit diredam, tapi mau tidak mau ketika kebijakan keluar juga berbuntut upaya pelaksana, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka masyarakat menggunakan hastag baru #NurutAja, #MauGimanaLagi.
Ditengah situasi ini, yang paling jauh dirasakan adalah ketika bulan Ramadhan, Taraweh dilaksanakan di rumah, tadarusan di masjid-masjid menjadi sepi, kondisi psikologis masyarakat merasa tidak nyaman, akhirnya ketika pemerintah seolah-olah mengiyakan membuka Epicentrum Mall Sebuah Kawasan Publik dan Perbelanjaan justru menjadi sulutan api yang membakar mental-mental masyarakat yang sebelumnya seperti jerami kering, tersulut sedikit bara api kemudian terbakar hebat.
Mental dan psikologis masyarakat menjadi jatuh, jatuhnya sangat dalam, rutinitas tentang himbauan pencegahan pemerintah seperti menelan ludah sendiri, akhirnya masa bodoh dimana-mana, tempat ibadah kami ditutup sedangkan tempat shoping dibuka. Pandemi bukan lagi menjadi halangan, kita ingin beribadah seperti kalian berbelanja di Epicentrum tempat publik itu.
Pemerintah Tidak Konsisten
Publict Distrust dimana-mana, Ketidakpercayaan publik akhirnya berujung pada suatu kesimpulan “Corona tidak ada di tempat kami ?”, seperti juga merasakan perasaan tidak bersalah, ini juga yang melatari tempat ibadah kian full kembali, rutinitas hampir seperti biasa kembali terjadi, Social distancing bukan lagi himbauan yang diterima.
Ekonomi bisa dibangun, maka prioritaskanlah keselamatan masyarakat. Tempo hari yang menjadi perbicangan publik. tapi ketika beredar foto sesak akibat dibukanya tempat-tempat umum membuat persepsi masyarakat menjadi terbelah.
Masyarakat memang begitu adanya, diawal memang ada perlawanan dan ketidak sinkronan pemerintah terhadap penanganan corona, tapi masyarakat memang perlu sosialisasi, bukankah setiap permasalah selama ini adalah ketidak tahuan ? dan setiap pemangku kebijakan menyadari hal itu.
Dan ketika perasaan masyarakat disentuh, dan melihat ada ketidak cocokan yang dilakukan penghimbau, maka menjadi reaktif kembali, lebih-lebih rutinitas yang dibatasi menyangkut kebudayaan, rutinitas batin yang menjadi bagian sejak lama. Ini sekaligus menjadi suatu pelajaran besar tentang konsistensi pemerintah mencegah pandemi ini.
Segala pertanyaan dari semua penjuru mata angin pun kian menyelimuti ?
Kini wabah corona masih menghantui negeri ini dengan segala carut marut penanganannya, program-program jaminan masyarakatnya, mudahan saja kita bisa bersinergi hingga pandemi ini benar-benar usai dan dengan lega suatu saat ingin bercerita meminjam kata-kata Maerchella FP #NantiKitaCeritaTentangPandemiIni. (Red/Letter A)