JAKARTA – Sejak dibuka pendaftaran Kartu Prakerja pada awal April lalu, sudah lebih dari 8 juta orang yang mendaftar program tersebut. Jumlah tersebut dipastikan akan terus meningkat lantaran ada 30 gelombang pendaftaran hingga tutup tahun 2020.
Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja, Panji Winanteya, mengatakan masih banyak peserta yang gagal ke tahapan seleksi pendaftaran Kartu Prakerja lantaran beberapa kesalahan teknis. Saat ini, pemerintah mulai membuka pendaftaran Kartu Prakerja gelombang 4.
Berikut dua kesalahan paling umum jadi penyebab gagal lolos daftar Kartu Prakerja:
Kesalahan NIK
Seleksi daftar Prakerja mengandalkan basis data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri. Hal ini membuat pengisian data NIK (Nomor Induk Kependudukan) harus benar-benar sesuai.
Kesalahan atau salah ketik pada pengisian NIK seperti keliru dalam penulisan nama dan tanggal bisa menyebabkan data tidak bisa terverifikasi oleh sistem.
“Kebanyakan NIK (Nomor Induk Kependudukan) tidak dapat diverifikasi. Mungkin ada salah ketik nama atau tanggalnya tidak sesuai dengan database. Di masa-masa awal itu terhitung jadi backlog,” jelas Panji.
Foto selfie
Pastikan foto yang diunggah dalam database Kartu Pekerja kualitasnya cukup jelas agar bisa diverifikasi. Banyak peserta yang mengunggah foto yang tampak kabur. Sebaiknya, foto diambil di tempat yang memiliki pencahayaan bagus.
Selain itu, wajah dalam foto yang diunggah haruslah tampak jelas dan pandangan mata lurus ke depan menghadap kamera dan tidak menyamping.
Sebab, banyak orang yang masih mengunggah foto diri dengan latar yang terlalu gelap atau terlalu terang, tidak lurus, ada bagian wajah yang tertutup hingga memakai kacamata. Hal itu membuat foto diri pendaftar tidak bisa disesuaikan dengan foto diri yang terdapat dalam KTP.
“Seperti terlalu gelap, terlalu terang, atau tidak menghadap lurus. Atau ada penutup muka atau kepala, atau pakai kacamata. Sehingga sistem sulit memverifikasi,” tutur Panji.
Tak masuk daftar yang diusulkan K/L
Menurut Panji, manajemen pelaksana akan mendahulukan usulan penerima manfaat yang didata oleh Kementerian dan Lembaga (K/L).
Kemudian, pihak manajemen pelaksana akan melakukan verifikasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial untuk mendahulukan pihak-pihak yang belum mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.
Setiap minggunya, mulai dari 11 April 2020 sampai minggu keempat November 2020, akan dibuka kuota untuk sekitar 164.000 peserta ( gelombang Kartu Prakerja). Pendaftaran dapat dilakukan setiap saat, dalam 24 jam selama tujuh hari dalam seminggu.
Para peserta yang terdaftar akan menerima bantuan uang sebesar Rp 3.550.000 untuk keperluan biaya pelatihan dan insentif. Syarat Kartu Prakerja adalah Warga Negara Indonesia (WNI), usia minimal 18 tahun, dan sedang tidak mengikuti pendidikan formal.
Pemerintah menerapkan seleksi penerima Kartu Prakerja lewat sistem pengacakan. Sistem kelolosan secara random ini dilakukan dengan pertimbangan objektivitas.
“Paling fair adalah randomisasi, karena itu tidak melibatkan diskresi atau subjektivitas dari manejemen pelaksana,” ungkap Panji.
“Jadi benar-benar adil, dan secara random, secara keilmuan bisa dipertanggung jawabkan untuk memiliki kesempatan yang sama. Sepanjang mereka dalam kelompok homogen atau kelompok didahulukan atau masyarakat umum (yang terkena dampak Covid-19,” kata dia lagi.
Panji menjelaskan pengacakan sendiri dilakukan secara di sistem online yang sudah dibangun PMO. Pengacakan dilakukan setelah pendaftaran Kartu Prakerja sesuai gelombang ditutup. Hal ini membuat faktor keberuntungan atau hoki juga dianggap sangat menentukan kelolosan peserta.
Agar bisa masuk dalam daftar pengacakan, peserta harus lolos verifikasi data. Sehingga ketelitian saat mengisi data dan mengunggah foto sangat diperlukan selama proses daftar Kartu Prakerja.
“Benar-benar acak. Namun yang diacak adalah peserta dengan NIK pendaftar yang juga didata oleh K/L terkait. Jika masih ada ruang di gelombang, maka masyarakat umum bisa juga masuk pengacakan,” terang Panji.(Red/LM)