Amerika Serikat memanas! Di tengah pandemi Covid-19 yang merepotkan Amerika, terjadi demonstrasi di lebih dari 75 kota di Amerika. Melibatkan puluhan ribu pengunjuk rasa. Bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa pun tak terelakkan. Polisi menembakkan gas air mata. Sebaliknya, pengunjuk rasa melemparkan batu sekaligus menggambar berbagai grafiti di mobil polisi.

Kerusuhan ini dipicu oleh kematian seorang pria berkulit hitam bernama George Floyd (46) pada 25 Mei 2020 di Minneapolis, Minnesota. Beredar video yang menunjukkan George Floyd ditekan keras dengan lutut oleh seorang polisi berkulit putih. Bahkan saat George Floyd mengeluh dan memohon bahwa dirinya tidak bisa bernafas, polisi tetap terus menekan leher George Floyd.

Kejadian itu mengingatkan memori kasus Eric Garner. Dia juga meninggal di tangan polisi di New York pada Juli 2014. Kematiannya memicu demonstrasi besar. Mereka menentang kebrutalan polisi dan menjadi kekuatan pendorong gerakan “Black Lives Matter (Nyawa Orang Kulit Hitam itu Berarti)”.

Situasi di atas semakin memanas. Pasalnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengerahkan militer Amerika untuk melawan warganya sendiri yang terus berunjuk rasa. Dia mengatakan, “Ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai.”

Mengapa di Amerika Serikat yang terkenal sebagai negara kampiun demokrasi terjadi konflik rasial yang berulang? Bagaimana solusi Islam mengatasi diksriminasi rasial (rasisme)?

Demokrasi dan Diskriminasi

Dalam bukunya berjudul An American Dilemma, Gunnar Myrdal menyinggung bahwa diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan demokrasi Amerika. Diskriminasi rasial tak bisa dilepaskan dari mulai masuknya orang-orang Eropa ke benua Amerika dan berdirinya negara Amerika Serikat. Mereka berkulit putih. Mereka mengklaim sebagai ras superior. Mereka lalu melakukan berbagai aksi kekejaman terhadap penduduk asli Amerika.

Berdirinya Negara Amerika telah meningkatkan diskriminasi rasial secara legal. Amerika memperluas perbudakan atas ribuan orang kulit hitam Afrika. Mereka didatangkan ke Amerika untuk dipekerjakan secara paksa pada ladang dan tambang baru.

Memang perbudakan berakhir dengan Amandemen Ketigabelas Konstitusi AS pada tahun 1865. Namun, rasisme tidak hilang dari masyarakat Amerika. Lalu dibuatlah Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964. Itu pun karena desakan gerakan perjuangan warga kulit hitam Amerika yang menuntut hak-hak sipil mereka. Namun, secara praktis diskriminasi terhadap warga kulit hitam di tengah masyarakat Amerika terus berlangsung. Bahkan tokoh gerakan kulit hitam, yaitu Malcolm X dan Dr Martin Luther King, menjadi korban pembunuhan.

Warga kulit hitam sering dicap sebagai pelaku kejahatan dan mengalami perlakuan sadis oleh polisi. Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh situs Pundit Fact AS pada 26 Agustus 2014 oleh Katie Sanders, rata-rata 36 jam pada 2012 dan 28 jam di tahun 2013, warga kulit hitam terbunuh oleh polisi Amerika.

Banyak orang kulit hitam terus hidup dalam kemiskinan dan marjinalisasi. Menurut Laporan Deutsche Welle, dari tahun 1974 hingga 2018, pendapatan rata-rata orang kulit hitam pada tahun-tahun tersebut masih termasuk yang terendah di Amerika. Menurut laporan yang sama, pendapatan rata-rata orang Amerika adalah sekitar $ 26.000 pertahun, sedangkan rata-rata orang kulit hitam (Afro-Amerika) hanya berpenghasilan sekitar $ 17.000 pertahun.

Kondisi politik, ekonomi dan pengadilan yang tidak adil di AS selama beberapa dekade terakhir telah menyebabkan sedikitnya lima puluh persen anak-anak kulit hitam hidup dalam kemiskinan.

Menurut statistik resmi, tingkat pengangguran di antara orang kulit hitam jauh lebih tinggi daripada orang kulit putih. Pendapatan yang diperoleh orang kulit hitam jauh lebih rendah. Bahkan dalam beberapa kasus separuh dari kulit putih.

Dari berbagai keterangan di atas tampak jelas bahwa deskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi berjalan secara sistemik. Telah berlangsung berabad-abad dan menghasilkan persoalan yang tak berkesudahan.

Demokrasi di Amerika yang menghasilkan kebebasan dalam memiliki akhirnya melahirkan sistem kapitalisme. Kapitalisme telah melahirkan ketimpangan ekonomi dan sosial yang menimpa banyak warga kulit hitam. Akhirnya, sampai kapan pun konflik rasial di Amerika tak akan pernah hilang. Saat ini pemicunya adalah kematian George Floyd dan viralnya perlakuan sadis polisi. Pada masa depan, kasus-kasus serupa lainnya juga dapat kembali memicu ledakan konflik rasial yang bisa lebih parah. Seperti api dalam sekam. Dapat terbakar kapan saja. Inilah alasan kuat bahwa demokrasi sering menumbuhsuburkan diskriminasi, termasuk diskriminasi rasial (rasisme).

Islam Menghapus Diskrirminasi Rasial

Islam adalah agama yang mulia. Islam memposisikan keberagaman bahasa dan warna kulit sebagai fitrah alami manusia. Keragaman sekaligus membuktikan kekuasaan Allah SWT:

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّلْعَالِمِينَ

Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan langit dan bumi serta ragam bahasa dan warna kulit kalian. Sungguh pada yang demikan benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (TQS ar-Rum [30]: 22).

Menurut Imam as-Suyuthi, segala ciptaan-Nya ini sebagai petunjuk bagi orang yang mempunyai akal dan ilmu.
Islam juga memandang keberagaman suku-bangsa sebagai sarana untuk saling mengenal:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan. Kemudian Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Mahatahu lagi Mahateliti (TQS al-Hujurat [49]: 13).

Rasulullah saw. dalam berbagai sabdanya mempertegas bahwa kemuliaan seseorang bukan ditentukan oleh warna kulit maupun suku bangsa, tetapi ditentukan oleh ketakwaannya kepada Allah SWT. Pesan Rasulullah saw. saat Haji Wada’ menarik untuk diperhatikan. Beliau menyampaikan pesannya saat tiba di Namirah. Sebuah desa sebelah timur Arafah. Di depan ribuan jamaah haji beliau antara lain bersabda, “Sungguh ayahmu satu. Semua kalian berasal dari Adam. Adam diciptakan dari tanah. Tiada kelebihan orang Arab atas non-Arab. Tiada kelebihan non-Arab atas orang Arab kecuali karena ketakwaan. Tiada pula kelebihan orang putih atas orang hitam. Tiada kelebihan orang hitam atas orang putih kecuali karena ketakwaan.”

Bahkan Rasulullah saw. pernah sangat marah kepada Sahabat Abu Dzar al-Ghifari ra. saat berselisih dengan Sahabat Bilal ra. Pasalnya, Abu Dzar ra. memanggil Bilal ra. dengan sebutan, “Ya Ibna as-Sawda’ (Hai anak seorang perempuan hitam).”

Rasulullah saw. dengan tegas mengatakan kepada Abu Dzar ra., “Abu Dzar, kamu telah menghina dia dengan merendahkan ibunya. Di dalam dirimu terdapat sifat jahiliah!” (Lihat: Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, 7/130).
Teguran keras Rasulullah saw. ini merupakan pukulan berat bagi Abu Dzar ra. Abu Dzar ra. sampai meminta Bilal ra. untuk menginjak kepalanya sebagai penebus kesalahannya dan sifat jahiliahnya.

Dalam riwayat lain Nabi saw. pernah bersabda kepada Abu Dzar ra.:

ﺍﻧْﻈُﺮْ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺨَﻴْﺮٍ ﻣِﻦْ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﻭَﻻَ ﺃَﺳْﻮَﺩَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﺗَﻔْﻀُﻠَﻪُ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ

Lihatlah, engkau tidaklah akan lebih baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa (HR Ahmad).

Dalam perjalanan sejarah, Islam, saat diterapkan dalam sistem Khilafah, terbukti berhasil menyatukan manusia dari berbagai ras, warna kulit dan suku-bangsa hampir 2/3 dunia selama lebih dari sepuluh abad. Hal ini tak mampu dilakukan oleh ideologi lain.

Wilayah-wilayah yang dibebaskan oleh Khilafah Islam diperlakukan secara adil. Mereka tidak dieksploitasi seperti yang dilakukan oleh negara-negara imperialis pengemban peradaban demokrasi-kapitalisme. Dakwah Islam oleh Khilafah dilakukan tanpa memaksa non-Muslim untuk memeluk Islam. Islam hadir untuk memberikan rahmat untuk alam semesta, bukan hanya manusia. Islam mampu menyatukan umat manusia dari berbagai ras, warna kulit, suku bangsa maupun latar belakang agama menjadi sebuah masyarakat yang khas. Semua itu terwujud dalam suatu naungan sistem Khilafah Islam.

Hal ini sangat jelas diakui oleh sejarahwan Barat Will Durant dalam bukunya berjudul The Story of Civilization: “Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir bahkan hingga Maroko dan Spanyol… Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka sehingga jumlah orang yang memeluk dan berpegang teguh pada Islam pada saat ini (1926) sekitar 350 juta jiwa. Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hati mereka walaupun ada perbedaan pendapat maupun latar belakang politik di antara mereka.”

Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُم

Sungguh Allah tidak melihat fisik dan rupa kalian, melainkan Dia melihat kalbu-kalbu kalian.(HR Muslim).