Lensamandalika.com – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama diminta mengubah strategi anggarannya. Titik berat pada pemasaran dan penyelenggaraan kegiatan (events) dipandang tidak tepat sebagai strategi pascapandemi.
Anggota Komisi X DPR RI Abdul Hakim Bafagih dikutip dari Kompas TV mengatakan, Kementerian Parekraf mestinya memberi perhatian lebih besar pada upaya pembenahan dan kesiapan destinasi.
Pernyataan ini disampaikan Abdul Hakim menanggapi Rapat Kerja Komisi X DPR bersama Menparekraf Wishnutama, yang berlangsung Selasa (23/06/2020) malam.
Menurutnya, anggaran yang dialokasikan untuk Deputi Pemasaran dan Deputi Produk Wisata dan Events terlalu besar jika dibandingkan bidang lainnya. Padahal pascapandemi nanti yang pertama-tama harus dilakukan adalah pembenahan dan penyiapan destinasi.
“Kalau destinasi sudah beres, Cleanliness, Health and Safety (CHS) siap, mendapat rekomendasi, tersertifikasi dan masyarakat dapat memahami dengan baik, barulah wisatawan akan merasa nyaman dan terjamin,” jelas wakil rakyat asal Dapil Jawa Timur VIII itu.
Dalam paparannya, Menparekraf Wishnutama menyampaikan bahwa pagu indikatif untuk bidang pengembangan destinasi dan infrastruktur pada RAPBN 2021 adalah sebesar Rp 243 miliar dengan usulan pagu tambahan sebesar Rp 595 miliar.
Pagu itu dinilai sangat rendah jika dibandingkan pagu indikatif Deputi Pemasaran yang mencapai Rp 653 miliar dengan usulan pagu tambahan Rp 1,8 triliun, maupun dengan Deputi Produk Wisata dan Events yang pagu indikatifnya sebesar Rp 703 miliar dengan usulan pagu tambahan mencapai Rp 1,9 triliun.
“Menurut saya, Kemenparekraf kurang logis. Seharusnya fokus anggaran terbesar adalah di destinasi, bukan promosi jor-joran dulu padahal destinasi belum tentu siap sepenuhnya,” jelas Hakim.
Dikatakannya, Kemenparekraf bahkan belum memiliki terobosan gagasan untuk menjawab berbagai persoalan. Di antaranya soal harga tiket pesawat menuju destinasi-destinasi, bagaimana mengemas produk dan program menarik untuk mendatangkan wisatawan ke destinasi yang sudah siap.
“Lalu bagaimana proses persiapan destinasi new normal itu? Apakah ada tim kuratornya? Jangan sampai penentuan destinasi yang dibuka berdasarkan tinjauan dan pertimbangan konvensional, tanpa melihat effort dari destinasi-destinasi baru yang menunjukkan kesiapan dan komitmen bagus,” tegas legislator muda Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga Anggota Badan Anggaran DPR itu.
Sementara itu, keberadaan destinasi superprioritas dan badan otorita menurutnya juga harus dievaluasi. Anggarannya, kata Hakim, dapat dialihkan untuk pembenahan destinasi-destinasi yang dinilai lebih siap nantinya.
“Hentikan iklan-iklan berbiaya mahal dan tidak efektif. Hentikan pelatihan daring ataupun webinar yang tidak perlu. Ganti dengan program-program yang fokus membantu para pelaku pariwisata terdampak agar dapat segera pulih,” pungkas Abdul Hakim Bafagih. (Red/LM)