Lensamandalika.com – Desakan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 muncul dari sejumlah pihak. Tak lepas dari kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia yang terus meningkat.

Update terkini hari ini (11/9), kasus positif virus corona sudah mencapai 210.940 kasus. Hampir selalu ada peningkatan 3 ribu kasus positif baru dalam beberapa hari terakhir, tepatnya hari ini ada penambahan 3.737 kasus dari seluruh Indonesia.

Merespons usulan, Presiden Joko Widodo justru tetap ingin pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 dilanjutkan. Menurutnya, tidak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir.

Sebenarnya, penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 bukan hal yang mustahil karena diatur dalam UU No. 6 tahun 2020. Ada beberapa pasal yang membahas tentang penundaan pilkada.

Pasal 120 Ayat (1) menjelaskan, jika ada bencana nonalam mengakibatkan tahapan pilkada tidak dapat lanjut dilaksanakan, maka penundaan bisa dilakukan.

Kemudian pada Pasal 201A Ayat menjelaskan bahwa jadwal pemungutan suara pada Desember 2020 bisa ditunda, asalkan terjadi bencana nonalam yang mengakibatkan tahapan pilkada tidak dapat dilaksanakan.

Pemungutan suara, jika ditunda, bisa dijadwalkan ulang berdasarkan atas persetujuan bersama antara pemerintah, DPR dan KPU. Hal itu tertuang dalam Pasal 122A Ayat (2).

“Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat,” bunyi Pasal 122A Ayat (1).

Jika telah ada kesepakatan antara pemerintah, KPU dan DPR, jadwal ulang pelaksanaan pilkada diatur dalam peraturan KPU.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan diatur dalam Peraturan KPU,” bunyi Pasal 122A ayat (3).

Kaitannya dengan wacana penundaan tersebut seperti halnya telah termaktub dalam UU No. 6 tahun 2020, Pendiri LSM SUAKA NTB Lalu Tajir Syahroni mengatakan bahwa hal tersebut bisa memperpanjang trend positif antara kandidat pasangan calon (Paslon) dengan masyarakat.

Dikatakannya, dengan penundaan kembali Pilkada Serentak selain karena bisa menjadi Cluster baru penyebaran corona, juga dampak kebaikan yang dilakukan oleh paslon bisa semakin lama kepada para calon pemilihnya.

“Kalau Pilkada Serentak ini ditunda oleh pemerintah pusat, setidaknya para paslon bisa memperpanjang masa aktif sikap-sikap baik, sikap ramah, santun, bersedekah, berbagi dengan sesama paket sembako, uang belanja dan lain sebagainya. Kalau semakin lama ditunda, maka akan semakin panjang masa berbuat baiknya kepada masyarakat.

Kalau ada paslon yang keberatan karena pilkada serentak ditunda, lanjut Tajir Syahroni, menandakan bahwa paslon itu pura-pura baik, pura-pura peduli, pura-pura rajin bersedekah, bahkan bisa jadi pura-pura ramah.

“Penundaan Pilkada akan menguntungkan masyarakat sebagai pemilih, karena hanya pada saat itulah masyarakat dibutuhkan oleh pasangan calon baik eksekutif dan legislatif. ini membawa kuntungan, baik bagi kandidat, terlebih lagi untuk masyarakat,” terangnya.

Tajir Syahroni juga menyoroti trend ‘mahar’ yang diberikan oleh Kandidat peserta pemilu kepada partai sebagai kendaraan untuk melaju di Pilkada serentak. Ia menilai, kalau kandidat berani memberikan mahar kepada parpol, maka seharusnya juga berani memberikan mahar kepada rakyat agar bisa dipilih.

“Maharnya ya perbuatan baik itu tadi, sikap ramah, rajin memberi, rajin bersedekah, peduli, dan rasa empati itu tadi,” pungkas mantan Kepala Desa Ketare Kecamatan Pujut itu saat dimintai keterangan oleh tim liputan lensamandalika.com.

Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Dikutip dari detik.com, sebaran 3.737 kasus hari ini tersebar di 33 Provinsi dengan penambahan jumlah kasus yang beragam. Penambahan 0 kasus hanya terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi DKI Jakarta tetap memberikan sumbangan kasus terbanyak dengan 964 kasus. Disusul Jawa Tengah dengan 566 kasus dan Jawa Timur dengan 362 kasus.

Berlandaskan Pasal 122A Ayat (1) UU No. 6 tahun 2020 yang telah disebutkan diatas, bencana non alam bisa menyebabkan penundaan pilkada serentak. Sebut saja 5 Provinsi di Pulau jawa yakni Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta yang mengalami kenaikan jumlah kasus baru positif corona dan juga akan melaksanakan pilkada serentak.

Jika misalnya Pilkada di tunda di 5 Provinsi tersebut karena dikhawatirkan terjadi penyebaran virus corona, maka esensi pilkada bukanlah lagi pilkada serentak. Jika beberapa daerah ditunda, maka harus ditunda serentak seluruh Indonesia. Bagiamana menurut sahabat? (red/Raw)