Lensamandalika.com – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) telah memeriksa SZ (52), PNS di Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya, karena menikah hingga 7 kali. Kejati NTB juga meminta keterangan istri yang melaporkan SZ.

“Betul, dimintai keterangan Kejati. Jadi yang dimintai keterangan itu pelapor didampingi perlindungan anak dan perempuan serta pengacaranya,” kata Kasi Penkum Kejati NTB Dedi Irawan saat dihubungi, Rabu (1/9/2021).

Dedi mengatakan SZ dilaporkan istrinya yang ke-5. Istri SZ ditanya soal apakah perkawinan yang dijalani secara sah hingga soal apakah ada izin cerai.

Pertanyaan serupa ditujukan kepada SZ. Terungkap bahwa SZ menceraikan istri pertamanya tidak secara sah.

“Jadi memang istri ke-6 kawin siri, tidak tercatat. Memang istri pertama tidak diceraikan secara hukum, hanya secara agama, lewat talak,” ucapnya.

Selain itu, diketahui pernikahan SZ yang ke-6 dilakukan tanpa izin kepada pimpinannya di Kejari Praya.

“Ya, tak ada izin dari atasan langsungnya. Kemudian dia kawin yang ke-6 memakai akta nikah, tercatat di KUA. Kalau tercatat kan berarti ada izin dari pimpinan, tapi ini tak ada izin dari pimpinan,” tambahnya.

Dedi mengungkapkan, SZ memang sudah 7 kali menikah namun tidak poligami melainkan kawin cerai.

“Nikahnya ini kawin-cerai, bukan sekaligus kawin 7 kali, bukan poligami,” kata dia.

Pemeriksaan ini akan berjalan selama 7 hari. Nantinya, jika ada bukti pelanggaran disiplin, kasus ini naik ke tahap inspeksi kasus.

“Di sini nantinya kalau ada pelanggaran akan diberikan sanksi disiplin ringan, sedang, atau berat sesuai PP 53/2010,” ucapnya.

Terkait kasus ini, istri SZ berencana membuat laporan ke polisi atas dugaan pemalsuan dokumen hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pihak Kejati NTB mengatakan akan menyerahkan proses dugaan pelanggaran pidana ke pihak kepolisian.

“Kita secara administratif kan, ini pengawasan internal. Kalau dilaporkan ke polisi, tetap nanti polisi tindak lanjuti karena itu urusan pidana,” ucap dia.

“Kalau nantinya di persidangan bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana, menjadi pertimbangan sanksi dari internal untuk melakukan tindakan selanjutnya apakah dipecat, apakah turun pangkat, dan sebagainya,” tambahnya. (red/lm)