Lensamandalika.com – Terkait pemberitaan berbagai media online mengenai desakan Lombok Global Istitute (LOGIS) kepada Bupati Lombok Tengah untuk mencopot Camat Pujut, Anza Karyadi, Sekjen Solidaritas Warga Inter Mandalika (SWIM) menganggap hal tersebut terlalu mengada-ada.
“Apa pasal?” ungkapnya heran.
Diberitakan sebelumnya, Camat Pujut mengeluarkan imbauan kepada masyarakat umum agar untuk sementara tidak melintasi lintasan utama sirkuit dengan kendaraan bermotor maupun nonmotor, untuk tidak memanfaatkan lintasan sirkuit untuk berekreasi, dan tidak membuang puntung rokok dan pembungkus makanan di lintasan sirkuit.
“Terkait hal ini, SWIM tidak bisa serta-merta memandangnya sebagai sebuah bentuk arogansi kekuasaan. seperti diketahui bersama, sirkuit Madalika memang masih dalam tahap konstruksi sehingga secara teknis itu adalah kawasan dengan akses terbatas untuk umum. Jadi kami tidak melihat adanya hak dan kepentingan masyarakat yang dinegasikan. Maka jika ada pihak tertentu yang sampai mendesak pencopotan Camat Pujut karena hal tersebut, menurut saya itu pendapat yang mengada-ada, gegabah dan cenderung tendensius,” jelasnya melalui rilis tertulis kepada Lensa Mandalika.
Dalam pandangam SWIM, lanjutnya, imbauan tersebut malah dianggap perlu sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat mengenai status area sirkuit saat ini. Hal tersebut menurutnya penting sebagai langkah normatif preventif pemerintah untuk meminimalisir gesekan-gesekan yang tidak perlu di lapangan antara masyarakat umum dengan pihak pengembang.
“Tanpa himbauan dari Camatpun, pihak pengembang untuk sementara sudah menutup akses masyarakat umum ke lintasan utama,” katanya.
Dengan semakin banyaknya warga yang ditolak masuk dikhawatirkan akan timbul gesekan-gesekan yang dalam situasi sensitif ini bisa terakumulasi menjadi konflik yang lebih besar sehingga mengakibatkan terganggunya ketertiban, keamanan dan kondusivitas kawasan secara luas. Dengan demikian himbauan tersebut dipandang perlu.
“Kami masyarakat tempatan juga berkepentingan besar atas terselenggaranya World Superbike Championship (WSBK) yang akan dihelat dalam dua bulan kedepan. Dan kami tentunya tidak ingin masalah-masalah kecil akan menganggu pelaksanaan agenda besar ini,” cetusnya.
Dikatakannya, ada yang mebingungkan ketika Direktur Logis, Bung Fihir mencoba membanding-bandingkan situasi sirkuit Mandalika dengan Circuit Breaker Singapora. Berdasarkan penelusurannya, circuit breaker di Singapura itu adalah upaya penanggulangan Covid-19.
“Semacam PSBB atau PPKM di Indonesia, imbuhnya.
Apabila yang dimaksud adalah Marina Bay Street Circuit, Anza mengatakan bahwa hal tersebut bukan perbandingan yang apple to apple lantaran sirkuit Mandalika masih dalam tahap konstruksi sedangkan Marina Bay Street Circuit sudah beroperasi 13 tahun.
“Marina bay street circuit itu sejak 2008 Bung, tapi mumpung Bung Fihir menggunakan sirkuit di Singapura sebagai pembanding, kira-kira di Singapura penduduk bebas buang puntung rokok dan pembungkus makanan di Singapore Street Circuit?”
Senada dengan Anza, Kadus Ujung Lauk, Abdul Muthalib juga menyampaikan bahwa imbauan dari Camat Pujut tidak ada yang perlu ditanggapi secara berlebihan. Setelah akses keluar masuk masyarakat di dalam lingkar sirkuit bisa dilalui, menurutnya tidak ada kepentingan yang mendesak bagi warga untuk memasuki lintasan sirkuit. Dirinya lebih tertarik untuk menyelesaikan permasalahan lahan antara warga dengan pihak pengembang.
“Dengan lancarnya akses melalui tunnel 1 dan tunnel 2 di South Wing dan North Wing sirkuit, maka tidak ada kebutuhan yang mendesak bagi warga untuk memakai main track. Justru kalau mau memakai lintasan sirkuit untuk akses, warga akan terpaksa memutar sejauh empat kilometer lebih dan akan kembali ke tempat semula,” jelasnya.
Mengenai persoalan terisolirnya warga di dalam lintasan sirkuit beberapa waktu lalu, hal tersebut kata Abdul Muthalib bersumber dari konflik lahan yang berlarut-larut antara masyarakat dengan ITDC.
“Penyediaan akses untuk warga kami yang masih bertahan di dalam lingkar sirkuit tidak menyelesaikan akar permasalahan. Kami mendesak kepada pihak-pihak terkait untuk merumuskan penyelesaian yang bersifat permanen dan segera terkait konflik lahan warga kami dengan ITDC,” terangnya.
Sebagai sebuah lembaga yang lahir atas kebutuhan masyarakat, SWIM tetap berkomitmen untuk selalu menjadi mitra, mediator, dan penyambung lidah bagi masyarakat lingkar KEK Mandalika dalam memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya, terutama ketika berhadapan dengan pengembang maupun pemerintah.
“Artinya, ketika ada pihak-pihak yang menegasikan hak dan kepentingan masyarakat, maka SWIM sebagai bagian dari masyarakat akan bahu membahu berdampingan dengan masyarakat atau menjadi penengah antara masyarakat dengan pihak-pihak lain demi tercapainya solusi yang sebisa mungkin menguntungkan kedua belah pihak,” pungkasnya. (red/lm-sw)