Opini- Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok merupakan salah satu tempat pemrosesan akhir sampah terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Setelah keluarnya kesepakatan bersama nomor 030/327/LHK tanggal 17 Desember 2017 tentang Pengelolaan TPA Regional dan Perjanjian Kerja Sama Nomor 027/01.1/PPL/DISLHK/2018 tanggal 2 Januari tahun 2018 Tentang Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Regional Provinsi Nusa Tenggara Barat antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan Pemerintah Kota Mataram, pengelolaan dan operasional TPAR Kebon Kongok berada dibawah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam pengelolaan dan pelayanannya TPAR Kebon Kongok menerima sampah yang berasal dari Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat.
Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, dkk (2020), dengan menggunakan data ketinggian timbunan tahun 2019, kapasitas sampah TPA Regional Kebon Kongok sudah mencapai 605.920 m3 dengan menyisakan 345.939,58 m3 dari kapasitas desain maksimum TPA sebesar 951.859,58 m3. Dari hasil analisis penelitian tersebut, dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2020 kapasitas penuh TPA Regional Kebon Kongok hanya menyisakan 424 hari dan akan penuh pada akhir tahun 2020.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB melaksanakan rapat bertajuk tema “Optimalisasi Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah di PPST Lemer dan TPA Regional Kebon Kongok” yang dihadiri oleh staf Ahli Gubernur, PUPR, TPA Kebon Kongok, PLN, Telkomsel, Kota Mataram, dan Kabupaten Lombok Barat (22/09).
Pembahasan tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat DLHK Provinsi NTB dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB bapak Ir. Madani Mukarom, B.SC.F, M. Si. , adapun beberapa catatan penting dari pertemuan tersebut adalah
- 1). Persiapan pembangunan jalan menuju PPST Lemer, akan dibantu oleh PUPR
- 2). Penyiapan penguatan sinyal yang akan dibantu organisme oleh Telkomsel
- 3). Penambahan daya dengan menyiapkan gardu oleh PLN
- 4). Kondisi TPAR Kebon Kongok sudah mencapai level 10 (berbahaya) sehingga pihak TPAR Kebon Kongok tidak berani ambil resiko sampai level 11 dan rencana TPA tersebut ditutup per 1 Januari 2022 apabila sampah yang diterima tidak dipilah dari rumah.
Namun sebelum wacana penutupan TPAR Kebon Kongok disampaikan lewat media, Pemprov NTB melalui DLHK NTB telah meresmikan PPST Lemer yang berada di desa Lemer Buwun Mas, Sekotong Barat. PPST Lemer bakal di gadang-gadang sebagai pengganti TPAR Kebon Kongok yang rencananya akan ditutup per 1 Januari 2022.
Melalui pesan Whatsapp, saya coba mengkonfirmasi Kasi Pengelolaan Sampah DLHK NTB bapak Radyus Ramli Hindarman, S.T., M. eng., terkait rencana penutupan TPAR Kebon Kongok tersebut. “Akan ada TPA baru di PPST Lemer, tapi kita upayakan yang masuk ke landfill hanya residu. TPA Kebon Kongok akan tetap menjadi pusat pengolahan sampah dan difungsikan juga sebagai stasiun peralihan antara (SPA). Sebelum diangkut ke PPST Lemer, sampah terlebih dulu dipilah di TPAR Kebon Kongok.” katanya. Dilanjutkan, ia mengungkapkan “TPAR Kebon Kongok akan diubah menjadi Recycling Industries”.
Pusat Pengelolaan Sampah Terpadu (PPST) Lemer berada dalam kawasan hutan produksi dengan status pinjam pakai lahan seluas 157 Ha. Dikutip dari website dslhk.ntbprov.go.id , PPST Lemer akan dibangun menjadi empat zona, yaitu
- 1). Zona edukasi lingkungan dengan kegiatan pengembangan teknologi pengolahan limbah dan sampah
- 2.). Edukasi kehutanan dengan kegiatan agrowisata hutan, pusat pengolahan limbah kayu
- 3). Daur ulang sampah (plastic dan logam) industry kompos, industry pellet sampah, pemrosesan akhir sampah, pemamfaatan biogas, PLTSA dan pirolisis
- 4). Pengelolaan limbah B3 medis, pengelolaan fly ash dan bottom ash, daur ulang oli bekas, accu bekas, dan landfill limbah B3.
Pengelolaan sampah di NTB membutuhkan evaluasi penuh oleh pemerintah provinsi dalam hal ini dinas lingkungan hidup dan kehutanan.Rencana menjadikan TPAR Kebon Kongok menjadi “Recyling Industries” pasca penutupan merupakan upaya yang sangat baik namun dengan minimnya fasilitas pengelolaan sampah yang tersedia, pertanyaan yang muncul adalah apakah rencana tersebut bisa terealisasikan.
Apabila kita review ke belekang, salah satu metode yang di lakukan oleh pemprov NTB dalam mengelola sampah yang sudah masuk ke TPAR Kebon Kongok yaitu diolah menjadi pelet RDF (Refuse Derived Fuel) yang merupakan bahan bakar pengganti atau menjadi bahan campuran batubara di Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Uap (PLTU) di jerenjang Lombok Barat namun sampai saat ini upaya tersebut belum maksimal.
kemampuan bahan bakar sampah di PLTU Jeranjang sekitar 48 ton dalam 24 jam sehingga dalam sebulan setidaknya membutuhkan 1400 ton pelet. Akan tetapi TPAR Kebong Kongok hanya mampu memproduksi dua ton dalam sebulan sehingga produksi pelet ini tidak mampu mengimbangi jumlah yang dibutuhkan oleh PLTU Jeranjang. (Red/Letter A)