Lensamandalika.com – Seorang bocah bernama Paris (laki-laki, 10 tahun), Kamis (6/1/2022) akhirnya kembali ke pangkuan keluarganya di Dusun Selak, Desa Kidang, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, NTB setelah menghilang selama dua tahun.

Mengutip berbagai sumber, Paris diketahui hilang sejak pertengahan tahun 2020. Keluarga sempat melakukan pencarian hingga akhir tahun 2020 namun nihil hasil, hingga sebuah keajaiban terjadi dan Paris ditemukan bersama seorang rekannya di kawasan Mandalika dan akhirnya bisa pulang ke keluarganya di Praya Timur.

“Alhamdulillah akhirnya kamu pulang anakku. Masyaallah Kakekmu pasti sangat bahagia saat ini Paris,” ungkap seorang kerabat dekat anak tersebut, Riana Lestari mengutip keterangannya di media sosial facebook, Kamis (6/1/2022).

Ditemukannya Paris ternyata tidak lepas dari peran Meri dan Suaminya yang bernama Gemang, warga Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah yang menemukan Paris bersama temannya yang diketahui mengalami gangguan kejiwaan.

Mery yang dihubungi Lensa Mandalika melalui sambungan telepon menceritakan bahwa dia dan suaminya berada di Bali karena sang suami merupakan pengemudi truck Fuso. Diceritakannya, Selasa (4/1/2022) dia dan suaminya tengah mampir istirahat di rest area Bypass Ida Bagus Mantra.

“Kami parkir di rest area itu, lantas suami saya pergi membeli kopi, saya juga membeli beberapa jajanan untuk bekal di perjalanan” tuturnya.

Sebelum bertemu dengan Paris dan rekannya itu, Mery mengatakan bahwa suaminya mendapatkan tiga penumpang asal Lombok Timur yang juga hendak menyebrang ke Lombok.

“Yang tiga itu langsung naik ke truck menunggu waktu berangkat karena kopi suami saya belum habis,” katanya.

Setelah dirinya membayar belanjaan dan hendak melanjutkan perjalanan, tetiba dia dan suaminya melihat Paris dan rekannya di dekat truck miliknya dengan membawa tiga buah tas berisi pakaian.

“Seseorang kemudian menyarankan saya untuk membawa anak ini ke Lombok, kata orang itu keduanya baru kembali dari Surabaya dan mengalami kecopetan sehingga tidak memiliki uang dan alat komunikasi,” lanjut Mery.

“Saya kemudian tanya mereka mau pulang kemana, tapi rekannya yang berusia lebih tua dari Paris itu tidak bisa berbahasa Sasak. Setelah saya menanyakan dengan bahasa Indonesia, baru rekannya itu menjawab hendak pulang ke Lombok Tengah,” imbuh Mery melanjutkan ceritanya.

Sepanjang perjalanan, Mery mengaku tidak berhenti menginterogasi kedua anak tersebut. Namun begitu, keterangan yang diberikan kerap membingungkannya.

“Saya tanya lagi mau pulang kemana, dijawab mau pulang ke Praya. Beberapa saat saya tanya lagi, rekannya itu bilang mau pulang ke Mujur. Paris selama perjalanan menuju pelabuhan Padang Bai hanya diam saja. Saya heran orang Lombok kok tidak bisa bahasa Sasak,” ungkap Mery.

Hal yang lebih membingungkan kata Mery, ketika dia menanyakan perihal keluarga Paris di Lombok, semuanya dikatakan sudah meninnggal.

“Saya tanya sama Paris pake bahasa Indonesia dan jawabannya sama mau pulang ke Lombok Tengah, ke Praya. Saya tanya Ibunya, Ayahnya, Kakek Neneknya, keluarganya semuanya dibilang sudah meninggal, kan saya makin bingung,” tutur Mery.

Dia dan suaminya lantas berfikir bahwa Paris adalah korban penculikan karena setiap Paris ditanya, jawabannya selalu tidak tahu dan rekannya itu memberikan keterangan yang berubah-ubah.

“Saya mau belikan Paris makanan minuman tapi tidak mau, hanya mau diam saja di dalam truck ketika kami menunggu untuk naik kapal. Kami terus menginterogasi rekannya itu sampai akhirnya dia mau menjawab dengan bahasa Sasak yang membuat kami sedikit lega,” kata Mery.

Namun begitu, kecurigaannya bahwa paris adalah korban penculikan tetap muncul sehingga dirinya tidak berani untuk mengantarkan ke tempat tujuan. Hal tersebut lantaran keterangan yang diberikan oleh rekannya itu kerap berubah-ubah dan membuatnya bingung, Sebentar menyebut Praya, Mujur, bahkan mengatakan mau membuat KTP.

“Karena Paris ini tidak bisa ngomong berbahasa Sasak, kami mengira dia diculik, dibawa kabur oleh temannya yang lebih besar itu. Sehingga kami memutuskan untuk berpisah setelah kapal bersandar di pelabuhan lembar. Saya minta mereka naik ojek, biar nanti ojek yang antarkan kemana-mana mereka mau. Saya dan suami juga mau bongkar muatan di Mataram,” jelas Mery.

Dirinya mengaku kaget setelah melihat postingan di Facebook, dan memberikan komentar bahwa dirinyalah yang membawa anak itu dari Bali ke Lombok dan berpisah di Pelabuhan Lembar.

“Saya sudah berkomunikasi dengan keluarganya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Biar tidak salah paham, nanti dikira saya menelantarkan anak-anak itu,” pungkasnya.

Redaksi Lensa Mandalika masih mencoba menghubungi pihak keluarga mengenai kronologis lanjutan perjalanan Paris dari pelabuhan lembar hingga akhirnya bisa ditemukan di sekitar Desa Kuta dan kembali ke pangkuan keluarga, namun hingga berita ini dimuat masih belum mendapatkan konfirmasi. (red/lm)

Keterangan Gambar: Kanan: Paris bersama kakeknya setelah sampai di rumahnya, Dusun Selak, Kidang-Pratim, Kiri: Paris bersama rekan yang bersamanya sejak ditemukan oleh Mery dan Suaminya di Bali (Foto: dok.ist)