Lensamandalika.com – Jumlah sampah yang dihasilkan pendaki Gunung Rinjani pada semester 1 tahun 2022 mencapai 5.403,64 kg. Jumlah sampah tertinggi dihasilkan pada bulan Juli 2022 sebanyak 1.519,50 kg.
Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Dwi Pangestu mengatakan, sampah di Gunung Rinjani dari bulan ke bulan semakin meningkat. Tingginya kuantitas sampah yang dibawa turun menyusul banyaknya jumlah pendakian yang mendaki Gunung Rinjani pada musim libur.
“Dibawa turun oleh pendaki atau pack in-out sebanyak 4.460,14 kg atau sekitar 92,54 persen. Sedangkan dilakukan clean up 359,5 kg atau 7,46 persen dan dibawa non pendaki 584,00 kg atau 10,81 persen,” ungkapnya pada wartawan, Selasa (9/8/2022) kemarin.
Di sisi lain, meningkatnya persentase sampah yang dibawa turun para pendaki mengindikasikan bahwa kesadaran para pendaki terhadap kebersihan gunung semakin meningkat. Kendati masih banyak pendaki tidak membawa turun sampah mereka. Sehingga harus di-blacklist pihak TNGR.
Dibandingkan dengan bulan lainnya, jumlah sampah pada Mei dan Juli cukup tinggi. Misalnya sampah pada bulan Mei mencapai 1.511,00 kg dan Juli 1.519,50 kg. Pada bulan ini jumlah pendaki cukup tinggi. Terlebih sudah memasuki Agustus biasanya jumlah pendakian semakin membludak.
“Ini saja sudah full booking untuk pendakian ke Rinjani sampai dengan tanggal 14 Agustus. Kalau sampai Juli kemarin data kita jumlah pengunjung ke Rinjani 31.825 orang, baik itu pendaki maupaun non pendaki,” jelasnya.
Sebelum naik ke Gunung Rinjani para pendaki lebih dulu dilakukan pengecekan. Tujuannya untuk memonitoring potensi sampah yang dibawa naik maupun turun nanti. Tidak hanya sampah yang dibawa para pendaki. Umumnya sampah di Gunung Rinjani juga dibersihkan oleh pihak TNGR.
“Di aplikasi e-Rinjani kita sudah tertera. Jadi ada barang-barang potensi sampah yang dibawa ke pendaki di pintu masuk akan dicek lagi barang bawaannya sesuai dengan list disampaikan atau tidak,” terangnya.
Menariknya, begitu pada saat para pendaki turun, petugas kembali memilah jenis sampah yang dibawa. Sehingga sampah-sampah yang sudah dibawa turun tidak hanya dibiarkan begitu saja. Ada sebagain diolah kembali oleh beberapa pihak yang bekerja sama dengan TNGR.
“Terkait dengan ecobrick di Sembalun itu sudah ada Sekolah Alam Rinjani dan di Senaru itu ada bank sampahnya dengan masyarakat lokal,” ujarnya.
Sedangkan yang tidak bisa didaur ulang, ada juga kerja sama dilakukan dengan pemerintah daerah. Seperti di Lombok Utara bekerja sama dengan Dinas Lingkungan hidup. Di mana mereka yang mengangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) bagi sampah tidak didaur ulang.
Sementara itu, untuk clean up merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh petugas TNGR bersama mitra di antaranya porter, guide, dan kelompok pencinta alam.
“Tapi kita juga sebagai pengolala tidak lepas tanggung jawab, kita ada kegiatan clean up. Jadi kita mengambil sampah-sampah yang memang tidak terbawa pendaki, tercecer karena monyet atau bekas-bekas yang tidak bisa di ngkat,” jelasnya. (red/lm)