Lensamandalika.com – Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja sebagai pemetik buah di wilayah Kent, Inggris, dilaporkan tidak mendapat upah yang sesuai sampai harus terlilit utang puluhan juta rupiah.Pekerjaan sebagai pemetik buah itu sejatinya akan dilakoni setiap enam bulan dan akan diusulkan perpanjangan kontrak pada musim panen berikutnya.

Pekerjaan yang menggiurkan itu membuat tak sedikit orang tertarik. Untuk keberangkatan, mereka rela mengambil utang untuk biaya penerbangan, visa, dan biaya tambahan serta biaya akomodasi. Dengan diiming-imingi gaji yang tinggi, mereka berharap utang tersebut lunas dalam sekali berangkat dan mendapat untung untuk keberangkatan berikutnya.

Salah seorang TKI pemetik buah asal Lombok, FA (laki-laki, 25 tahun) membenarkan hal tersebut. Dirinya mengaku utang keberangkatannya belum bisa terbayar ketika kepulangan nanti. Ditambah lagi visa kerja yang dimilikinya hanya bersisa tiga bulan lagi.

“Gaji yang kami terima bersihnya 15 Juta perbulan setelah dikurangi biaya hidup dan penginapan. Visa saya tinggal tiga bulan lagi, semoga ada kenaikan signifikan di rentang waktu itu,” katanya ketika dikonfirmasi Lensa Mandalika, Rabu (17/8/2022) pagi via whatsapp.

Dikatakannya, utang keberangkatannya yang senilai puluhan juta belum mampu dibayar lunas dengan akumulasi gaji yang diterimanya. Ditambah lagi, total masa kerjanya yang hanya lima bulan karena keterlambatan keberangkatan selama satu bulan oleh perusahaan penyalur.

“Untuk keberangkatan di masa kerja berikutnya juga belum jelas, sekarang perusahaan yang memberangkatkan kami sedang ditangani pemerintah. Semoga ada kabar baik,” harapnya.

Dikatakannya, penempatan mereka bekerja di beberapa lokasi pertanian di Canterbury, Kent. Dia tidak menampik bahwa ada pekerja yang bernasib baik dengan menerima gaji yang lebih tinggi. Namun begitu, lebih banyak yang gajinya bermasalah seperti yang dia alami.

Dirinya mengaku telah menyampaikan hal tersebut secara langsung kepada Duta Besar Indonesia di Inggirs, Desra Percaya. Melalui tangkapan layar percakapan yang dikirimkan FA kepada redaksi Lensa Mandalika, Desra mengatakan agar lain kali tidak cepat percaya dengan PT penyalur lantaran kebanyakan tidak kredibel.

“Jangan sampai teman-teman terjerat utang yang tidak masuk akal. Harus ada kejelasan sebelum berangkat tentang hak dan kewajiban serta kondisi kerja di UK (United Kingdom),” jelasnya.

Dirinya memastikan akan menampung keluhan para pekerja dan akan menyampaikannya kepada pemerintah Indonesia agar membantu dan memastikan prosedur keberangkatan yang benar tanpa menggunakan biaya yang tidak jelas, apalagi melalui calo.

Ketua Pusat Studi Migrasi dari Migrant CARE, Anis Hidayah, menilai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih rentan jadi korban perdagangan manusia, walau keberangkatannya sudah secara prosedural.

Anis mengatakan, pemberangkatan TKI secara prosedural bukan berarti itu jalan yang paling benar dan bebas masalah.

“Prosedural tetap mengalami kerentanan kalau proteksi negara lemah: pendidikan pra-keberangkatan gak serius, perlindungan di negara setempat juga tidak optimal, tidak ada antisipasi bahwa PMI/TKI (pekerja migran) akan terjebak sindikat,” kata Anis mengutip Tempo, Selasa, 16 Agustus 2022.

Menurut Anis, upaya penyelesaian masalah TKI di Inggris dan yang serupa, harus ditangani secara struktural, di samping reaktif terhadap kasus.

AG Recruitment Inggris mengambil TKI dari Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), Al Zubara Manpower. Al Zubara meminta bantuan pihak ketiga (broker) untuk mencari tenaga kerja itu.

Pengiriman TKI oleh Al Zubara Manpower ke Inggris direstui oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada awal Juli 2022. Seremoni pemberangkatan PMI (pekerja migran Indonesia) digelar di ruang Serbaguna Kemnaker, Jakarta, pada Ahad, 3 Juli. Dalam acara tersebut, Kementerian melepas sebanyak 250 dari 500 PMI.

Selanjutnya para PMI itu disebut akan ditempatkan di Clock House Ltd (Firmin, Kenth word, Cox Health, Salman), MansField, Alan Hill Scotland, Dearnsdale, J Myath, G.H Dean, dan Oakdane. (red/lm)