Lensamandalika.com – Terkait ramainya warga yang berbondong-bondong datang ke Embung Bidadari di Dusun Jembe, Desa Saba, Kecamatan Janapria, Dinas Kesehatan Lombok Tengah (Loteng) akhirnya melakukan uji coba terhadap kandungan air embung tersebut.
Hal tersebut sebagai bentuk antisipasi dan mencegah terjadinya penyakit lingkungan, semenjak embung itu banyak didatangi masyarakat dari berbagai daerah lantaran diyakini bisa membawa kesembuhan.
Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (P3KL) Dikes Loteng, Lalu Putrawangsa menjelaskan, dari hasil pemeriksaan laboratorium air Embung Bidadari menunjukkan beberapa item yang tidak memenuhi standar layak digunakan untuk kebutuhan air sehari-hari.
“Misalnya seperti di warna itu tidak memenuhi standar karena warnanya keruh, kemudian berbau amis dan ada lumpur,” katanya saat dikonfirmasi di kantornya, Jumat (18/8/2022)
Lebih lanjut untuk pemeriksaan rasa juga tidak memenuhi kriteria karena ada kandungan organoleptik, dan hasil dari laburatorium untuk Ph-nya tinggi, sekitar 7,0 dari standar 6,5 sampai 8,5. Untuk itu, menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 294, air di embung itu juga tidak memenuhi standarisasi air minum.
“Sebenarnya kalau kita melihat dari tiga item tersebut tidak memenuhi syarat untuk digunakan untuk mandi, apalagi untuk diminum,” terangya.
Kemudian dalam pemeriksaan laburatorium juga menunjukkan kandungan bakteri e-coli dan coliform (kandungan tinja) dengan standar yang harusnya ada dengan angka nol.
“E-coli-nya tinggi. Harusnya nol di sini (standarnya) menurut hasil laboratorium (kandungannya) ada tiga,” ujarnya.
Diterangkan Putrawangsa, jika air dengan kandungan e-coli yang tinggi, masyarakat diimbau untuk tidak meminumnya karena bisa menyebabkan diare dan lainnya.
“Karena kandungan e-coli tinggi, jadi kita minta dalam waktu dekat koordinasi dari pemerintah desa, kecamatan dan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memberikan pemaham kepada warga,” terang dia.
Di sisi lain, pihaknya tidak menampik apa yang diyakini dan diasumsikan masyarakat bahwa dengan berendam di embung tersebut bisa menyembuhkan penyakit. Namun pihaknya khawatir apabila diteruskan akan terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk sakit diara dan lainnya.
“Kalau dari hasil miskroskopis kita tidak bisa membandingkan hasil laboratorium dengan asumsi masyarakat yang mereka katakan bermanfaat,” ungkap Lalu Putrawangsa memungkasi keterangannya.
Awal mula ramainya Embung Bidadari setelah masyarakat sekitar mengaku melihat fenomena turunnya cahaya di penampungan air itu, mandi dan berendam di embung tersebut diyakini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
“Luar biasa, yang jatuh itu seperti cahaya. Tidak ada yang bisa membandingkannya. Kalau orang mengatakan Bidadari, tetapi saya melihat cahaya yang besar seperti keranjang tapi lebih panjang,” kata H Suhaili mengutip video wawancara yang diunggah di media sosial facebook oleh akun Inside Lombok, Ahad (14/8/2022).
Awalnya embung tersebut merupakan tempat untuk menampung air untuk kebutuhan irigasi persawahan. Setelah terjadinya fenomena yang tidak dapat dijelaskan itu, air embung diakui menjadi jernih seperti permata dan berbau harum. Lantaran itu juga, penampungan air yang awalnya bernama embung melur itu, kini berubah menjadi Embung Bidadari.
Sebagian warga percaya, fenomena yang pernah disaksikan oleh warga Dusun Jembe itu adalah Bidadari yang turun untuk mandi di embung tersebut. Warga yang datang ke embung itu mengaku lebih sehat setelah berendam disana. (Red/lm)