Lensamandalika.com – Kebutuhan tenaga kerja di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika semakin tinggi setelah adanya Sirkuit Mandalika. Dinas tenaga kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu lalu menyebut estimasi kebutuhan tenaga kerja (Naker) yang bisa terserap di KEK Mandalika hingga tahun 2025 bisa mencapai 58.700 orang.

Besarnya kebutuhan tenaga kerja tersebut nyatanya belum bisa dinikmati, khususnya oleh warga tempatan di sekitar KEK Mandalika. Keterbukaan informasi perekrutan menjadi salah satu penyebab penyerapan tenaga kerja menjadi lamban dan kurang memberikan prioritas pada warga tempatan.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Solidaritas Warga Inter Mandalika. Dikatakannya, keterbukaan informasi perekrutan tenaga kerja oleh pengembang dalam hal ini ITDC dan MGPA hanya terbuka pada posisi rendah dan bersifat musiman saja.

“Kami yakin kualtas SDM kami mampu bersaing pada level yang lebih tinggi. Tapi kesempatan itu tidak pernah diberikan pada kami,” ungkapnya.

Dirinya menuntut agar perekrutan semua level tenaga kerja dibuka seluas-luasnya demi memberikan kesempatan kepada pemuda-pemuda tempatan yang memiliki kualifikasi tinggi untuk bisa bekerja di KEK Mandalika.

“Rekrutmen untuk level atas jangan ditutup-tutupi. Giliran tenaga kerja musiman pada event balapan, dan tenaga kerja level bawah seperti petugas pemungut sampah dan cleaning service ramai sekali informasi rekrutmennya beredar d sosial media,” bebernya.

“Giliran tenaga kerja yang levelnya lebih tinggi, informasinya susah sekali. Jangan salahkan kami kalau menduga-duga adanya nepotisme di ITDC dan MGPA,” tegasnya.

Dirinya juga menyoroti upah yang diterima tenaga kerja relawan seperti marshal yang tidak sesuai dengan beratnya pekerjaan dan tanggung jawab yang dibebankan.

“Mereka berdiri di sirkuit, di tengah terik matahari dan hujan, kemudian hanya diberikan upah sebesar Rp. 125.000,- saja selama 12 jam, hitungannya cuma dihargai Rp. 10.000/jam. Coba hargai keringat mereka dengan bayaran yang lebih pantas,” bebernya.

Dirinya mengaku bingung dengan rendahnya bayaran terhadap para relawan seperti petugas kebersihan, pemungut sampah hingga marshal. Padahal pada periode sebelumnya bayarannya mencapai Rp. 250.000 per orang perhari.

“Dulu ada EO namanya Diandra yang merekrut relawan-relawan itu. Sekarang EO itu ditiadakan, kok harganya semakin murah. harusny kan lebih mahal karena tidak menggunakan third party. Kalau begini kan indikasinya ada korupsi di tubuh MGPA itu,” pungkasnya. (red/lm)