Lensamandalika.com – Viral di berbagai Media sosial dan group WhatsApp sebuah video yang mempertontonkan aksi bullying atau perundungan terhadap siswa di SMKN 3 Pujut, Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

Salah satu siswa yang di duga korban perundungan tersebut mengenakan baju olahraga, terlihat berada di tengah kerumunan siswa lain yang mengambil gambar dan videonya. Pelaku sesekali ada yang menendang, memegang-megang, hingga menarik  jilbab terduga korban.

Dalam video singkat tersebut terlihat terduga korban hanya menunduk dan menangis tanpa perlawanan. Di ketahui alamat terduga korban berasal dari Desa Kuta, Kecamatan Pujut.

Kepala Sekolah SMKN 3 Pujut Akhirman Bakri yang dikonfirmasi mengatakan, kejadian perundungan yang dilakukan oleh siswanya itu dilakukan pada Kamis (2/3/2023) lalu, hanya saja baru Viral di Media Sosial pada Senin, (6/3/2023) kemarin.

“Itu kejadiannya sudah cukup lama, hari Kamis tanggal 2 Maret lalu, dan dari pihak sekolah juga sudah memediasi dan mendamaikan Mereka” jelasnya.

Ia juga memperlihatkan sepotong video kepada awak media pasca kejadian tersebut, siswa yang sebelumnya terlibat perundungan terlihat senyum-senyum.

“Itu video pasca kejadian jadi betul-betul sudah selesai sebetulnya cuma baru viral,” ungkapnya.

Sementara itu, Psikolog muda Suardi Ningrat yang dihubungi Lensa Mandalika menilai tidak cukup para pelaku perundungan hanya dimediasi dan kejadian tersebut selesai dengan damai. Menurutnya, luka psikis yang ditimbulkan aksi perundungan bisa sangat fatal.

“Luka psikis jauh berbeda dengan luka fisik. Luka ini (luka psikis) jika belum pulih, bisa menjadi pemicu seseorang mengalami depresi, ketakutan,” bebernya.

Dikatakannya, perundungan antar siswa identik dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami oleh pasangan suami istri. Pelaku berpotensi mengulangi kejadian tersebut di lain waktu.

“Jika hanya di mediasi dan selesai dengan damai, pelaku bisa jadi di kemudian hari akan melakukan perilaku yang serupa,” jelasnya.

Dia menyarankan agar baik pelaku maupun korban untuk diberikan rehabilitasi. Hal itu menurutnya karena pelaku kemungkinan juga memiliki masalah serupa di tempat tinggalnya.

“Baik pelaku atau korban perlu untuk rutin konseling sesuai tingkat kondisi dari keduanya,” pungkasnya.

Sementara itu dari segi undang-undang, perlindungan anak di Indonesia diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Terkait dengan bullying, diatur dalam Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 yang berbunyi : “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Ancaman hukuman bagi yang melanggar pasal ini adalah pidana. Penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000 (Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah). (red/lm)