Lensamandalika.com – Masyarakat nelayan di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah terancam digusur oleh PT Bumbang Citra Nusa, pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) untuk lahan seluas 60 hektar di sekitar pesisir pantai desa setempat.
Masyarakat sejumlah 50 kepala keluarga (KK) terbagi dalam tiga dusun yakni Dusun Semunduk, Dusun Bumbang, dan Dusun Takar-akar. Terkini, mereka mendapat ultimatum dari pihak perusahaan agar segera mengosongkan lahan dalam tempo 10 hari kedepan. Jika tidak, maka akan dilakukan penggusuran secara paksa.
Namun begitu, menurut Ketua Blok Pujut, rencana akuisisi lahan yang dilakukan oleh PT Bumbang cacat hukum lantaran berada diluar area lahan yang memiliki ijin HGB.
Selain itu, menurutnya rencana penggusuran terhadap warga tersebut bukan semata-mata soal relokasi, namun menurutnya lebih kepada perubahan-perubahan yang akan timbul pada kehidupan baru yang akan mereka jalani.
“Iya kita punya rumah, kita punya lahan, tapi bagaimana dengan pekerjaan, akan ada banyak yang berubah pada tatanan kehidupan kedepan yang tentu akan menyulitkan mereka,” ungkapnya kepada Lensa Mandalika, Sabtu (8/4/2023).
Dirinya mengambil contoh masyarakat Dusun Ebunut dan Ujung Lauq di Desa Kuta sebagai imbas pembangunan Sirkuit Mandalika. Memang mereka mempunyai tempat tinggal baru, namun kemudian tidak relevan dengan kehidupan mereka sebelumnya.
“Mereka kehilangan rumah yang sudah ditinggali berpuluh-puluh tahun, kehilangan pekerjaan, bahkan banjar merekapun hilang. Ini sekali lagi tidak sesederhana mereka digusur kemudian direlokasi” jelasnya.
Menurutnya pihak perusahaan harus benar-benar menjamin kehidupan masyarakat yang terkena dampak penggusuran tersebut, mulai dari lahan baru tempat mereka akan direlokasi, kemudian mengenai pekerjaan untuk memenuhi kehidupan.
“Kalau mereka tidak bisa menjamin, ya kita harus solid dan kompak untuk lawan dan terus mengawal,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan warga setempat, Amaq Serun mengungkapkan dirinya memilih tinggal di pinggir pantai lantaran profesinya yang merupakan seorang nelayan, tidak memiliki keahlian untuk menjadi petani ataupun lainnya.
Menyikapi ultimatum yang disampaikan oleh PT Bumbang terhadap beberapa warga, dirinya mengaku tidak gentar. Ia dan warga lainnya akan tetap menduduki dan mempertahankan wilayah yang telah berpuluh-puluh tahun mereka tinggali tersebut.
“Kalau saya disini dan teman-teman lainnya yang masih berada disini, siap mati di tempat. Kalau sampai saya berhasil digusur di tempat ini, saya akan pindahkan sampan dan peralatan-peralatan saya ke kantor desa,” tegasnya.
“Dan kalau sampai saya berkhianat, silahkan bakar perlengkapan saya mulai sampan, mesin ketinting, mesin tempel, kompresor dan lain-lain. Kalaupun saya dikasih seratus juta, saya tetap akan bertahan di tempat ini.” imbuhnya.
Perihal ultimatum yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan agar warga setempat mengosongkan lahan dalam sepuluh hari kedepan dibenarkan oleh Amaq Mancing.
“Jika sampai tenggat waktu yang ditentukan, warga tidak membongkar sendiri bangunan yang ada, makan pihak perusahaan akan menggusur secara paksa,” terangnya
(red/lm)