lensamandalika.com – Bacaleg PDIP, S (50) diusir Warga Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengusiran ini akibat dari dugaan kasus pemerkosaan kepada anak kandungnya, I (16).
Penerapan awik-awik gubuk (hukum adat) kepada S dilakukan dalam acara Sangkep Beleq Desa Sekotong Tengah, Beriuk Jagak Gubuk di halaman kantor Camat Sekotong, Rabu (2/8/23).
Kepala Desa Sekotong Tengah, Muhammad Burham mengatakan bahwa awik-awik gubuk sudah sering diterapkan. Alasan warga memberikan hukuman Peluah Gubuk atau dikeluarkan dari desa, karena meyakini S telah memerkosa anak kandungnya sendiri. Kasus tersebut sesuai laporan kakak, nenek, dan ipar I.
“Awik-awik Desa Sekotong Tengah ini telah dirumuskan sejak tahun 1992 oleh tokoh-tokoh masyarakat desa,” ucapnya.
“Perbuatan S masuk pelanggaran luar biasa. Makanya warga sepakat S dikeluarkan dari desa secara permanen. Itu intinya. Warga jadi resah atas tindakan S,” lanjutnya.
Tidak hanya S, kakak kandung I berinisial AW juga ikut dapat imbasnya karena melanggar awik-awik Desa Sekotong Tengah. Menurut Burham, AW juga dikeluarkan dari desa karena membuat keterangan berbeda-beda.
“AW ini kan pertama dia secara santai menceritakan perlakuan S, bagaimana kronologi (persetubuhan) yang diadukan adiknya (I). Tapi, kok sekarang berbalik dia. Itu jelas kena awik-awik karena masuk (pelanggaran) gila bibir (fitnah),” tambahnya.
Sementara itu, I tidak diusir karena dianggap sebagai korban dan tetap membutuhkan pendampingan. Burham mengatakan I masih diperbolehkan tinggal di Sekotong karena masih sekolah.
“Pengakuan I mengelak diperkosa? Itu soal hukum pemerintah. Kalau masalah adat, kami anggap dia korban. Jadi, hanya dua orang S dan AW yang dikeluarkan,” ungkapnya.
Warga juga meminta rumah S dibongkar dan memberikan tenggang waktu dua minggu sejak pembacaan awik-awik. Jika dalam kurun waktu tersebut rumah belum dikosongkan, maka warga yang akan melakukan pembongkaran.
“Ini masuk ke dalam awik-awik kami. Sudah bersih. Kami tidak menginginkan mereka ada di sana. Termasuk rumahnya sudah tidak kami inginkan,” ucap Burham. Dikatakannya, warga juga akan patungan membayar tanah dan bangunan rumah S.
Soal proses hukum yang berjalan, Burham menyebut hal itu tidak mengesampingkan hukum adat yang ada. Apalagi kasus seperti ini baru pertama kali terjadi.
Kepala Kesbangpol Kabupaten Lombok Barat Mahnan mengatakan pemerintah hanya memenuhi undangan kepala desa untuk menerapkan awik-awik. Namun, ia tidak berani berkomentar banyak terkait pengusiran S.
“Kami tidak masuk ke ranah materi (awik-awik). Tadi beberapa pejabat juga hadir. Kami lebih kepada memantau suasana kamtibmas, khususnya di Kecamatan Sekotong, Desa Sekotong Tengah,” ucapnya setelah mengikuti Sangkep Beleq Desa Sekotong Tengah.
Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, kata Mahnan, hanya memastikan kondusivitas wilayah dengan berkoordinasi bersama kepolisian dan TNI.
“Intinya jangan sampai ada perbuatan melawan hukum terjadi dari rentetan peristiwa ini,” tutup Mahnan. (red/Respa)