lensamandalika.com – Cukai Hasil Tembakau (CHT) menjadi salah satu penerimaan negara yang memiliki peran penting di dalam APBN, dimana salah satu jenis CHT yaitu Rokok.

Tingginya tingkat konsumsi Rokok di masyarakat membuat tingkat produksi rokok di dalam negeri turut meningkat. Namun Peningkatan produksi rokok itu tidak diikuti dengan tingkat kenaikan cukai yang sebanding. Saat ini, rokok illegal semakin banyak beredar di masyarakat, Harganya yang lebih murah tentu menjadi faktor pendorong semakin giatnya penyelundupan rokok-rokok illegal. Rokok illegal juga berpotensi untuk meningkatkan jumlah perokok dan perokok pemula.

Salah seorang warga asal Praya, Zaenudin menjelaskan bahwa harga rokok legal yang dulunya belasan ribu tapi sekarang relatif tinggi.

Hal ini yang membuatnya harus memilih untuk membeli rokok yang lebih murah (ilegal) tapi rasa tidak jauh beda dengan rokok legal. Terlebih dengan kondisi ekonomi seperti saat ini.

“Ya mau bilang apa, keadaan ekonomi sudah pas-pasan, ya kita cari rokok murah aja di warung-warung. Biasanya kita tanya beli rokok murah baru dikeluarkan pemilik warung. Pastinya gak dipajang lah karena gak bercukai,” ucapnya.

“Meskipun saya tahu ini ilegal tapi sebagai masyarakat kecil juga kami merasa terbantu dengan rokok murah ini,” tambahnya.

Operasi gempur rokok ilegal rupanya belum membuahkan hasil maksimal di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng). Pasalnya, peredaran rokok ilegal di Bumi Tatas Tuhu Trasna masih masif. Bagaimana tidak, banyak konsumen beralih memilih rokok ilegal dengan harga terjangkau ditambah cita rasa yang nikmat.

Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Loteng, Zaenal Mustakim menatakan, di tahun 2023 ini, pihaknya baru empat kali menggelar razia rokok ilegal dari target delapan kali untuk sepanjang tahun ini.

“Dalam beberapa kali razia ini, kita sudah sita dan musnahkan ratusan ribu batang dengan menyasar 12 kecamatan di Loteng baik pedagang besar maupun kecil,” ungkapnya.

Saat melakukan razia, ujarnya, para pedagang mengaku mendapatkan rokok tanpa cukai itu dengan cara membeli di toko grosir yang biasa tempatnya berbelanja. Sebab itu ia sendiri selalu mempertanyakan kepada pedagang, mengapa membeli barang yang tidak boleh untuk dijual.

Mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Loteng ini mengemukakan, pihaknya terus berupaya maksimal dengan cara menggelar sosialisasi baik melalui baliho, radio, media massa. Tujuannya bersama menggempur rokok ilegal yang masih beredar masif. Selain itu, pihaknya melakukan sosialisasi secara langsung di tiap kecamatan, menggunakan dana dari DBHCHT.

“Rokok ilegal ini merupakan upaya penegakan rokok ilegal sesuai undang-undang bea cukai. Kalau Perda nya belum ada,” jelas Zaenal.

Dia menyebutkan, Pol PP mendapat Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar Rp 1,3 miliar digunakan untuk sosialisasi dan operasi pemberantasan rokok ilegal.

“Saat ini kita sedang berusaha mencari distributor besar rokok ilegal tanpa cukai ini, namun belum juga dapat menyergapnya,” ungkapnya.

Sementara tidak ada sanksi pidana bagi penjual rokok ilegal. Namun upaya yang dilakukan saat ini hanya penindakan tegas dan penyitaan rokok ileagk, karena merugikan ekonomi daerah.

“Di semua kecamatan rokok ilegal ini merata di Lombok Tengah. Peredarannya ini masif dan parah, karena memang cita rasa rokok ini tidak kalah sama aslinya dengan harga terjangkau hampir sama dengan rokok resmi,” katanya. (red/Respa)