lensamandalika.com – Penyempitan lahan pertanian, khususnya area Kota Mataram terjadi setiap tahunnya. Umumnya kejadian tersebut diakibatkan oleh maraknya pembangunan perumahan yang dilakukan saat ini.

Wali Kota Mataram, H Mohan Roliskana menyatakan bahwa di Kota Mataram, lahan pertanian yang tersisa hanya seluas 1.400 hektare. Lahan tersebut jangan sampai terus berkurang setiap tahunnya.

“Jadi harus kita pertahankan dan harus di jaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan antara 1400 hektar itu,” ucapnya pada Sabtu (12/8/23).

Menurutnya alih fungsi lahan dapat berpengaruh terhadap produksi padi di Kota Mataram. Meskipun Kota Mataram tidak termasuk lumbung padi di NTB, keberadaan lahan pertanian ini masih tetap penting. Selain menjaga luas lahan tersebut, Dia juga berharap, sistem pertanian yang semakin maju akan berdampak pada produksi beras.

Para petani di Kota Mataram kebanyakan petani penggarap, sehingga sewaktu-waktu lahan yang mereka garap bisa saja dialih fungsikan oleh pemiliknya. Sementara itu, Menteri Pertanian Republik Indonesia, Syahrul Yasin Limpo menyatakan alih fungsi lahan termasuk kedalam penjarahan. Sehingga siapa pun pejabat yang mendukung alih fungsi lahan, bisa saja dipenjara sesuai undang-undang yang berlaku.

Kunjungan Kerja Menteri Pertanian tersebut untuk memastikan NTB sebagai penyangga produksi kebutuhan pangan beras nasional tetap terjaga.

Syahrul menyatakan bahwa dengan melihat kondisi pertanian di NTB yang masih memiliki cadangan air, menurutnya pasokan beras untuk mengahadapi El Nino dapat dikendalikan nantinya.

“Bersama pak wali kota kita langsung nanam, jadi mungkin tiga bulan kedepan padi yang kita tanam dapat dipanen,” harapnya. (red/Respa)