Oleh : Ahmad S N (Wartawan/Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram)

Opini- Sebuah institusi pemerintah dari Sultan/Raja bagi orang malaysia adalah sumber keagungan dan kewibawaan. Sultan tidak hanya melambangkan sebuah kepemimpinan dari sebuah negara melainkan merupakan sebuah simbol kebijaksanaan, semangat perjuangan, kesetiaan, ketenangan dan keadilan.

Malaysia disebutkan dalam sejarahnya sebagai sebuah entitas yang terdiri dari kerajaan-kerajaan yang berdiri di tanah melayu.
Dalam memotori kemerdekaan Negara Malaysia Sultan/Raja memiliki peran yang sangat sentral dalam mencapai kemerdekaan karena pada waktu itu dari sejarah penjajahan sebelumnya para Sultan/Raja yang memotori perlawanan atas penjajahan Portugis, Belanda, Jepang maupun Inggris.

Raja/Sultan mengambil posisi didepan dalam mewakili bangsa Malaysia dalam berbagai perundingan, perjanjian maupun usaha pengakuan atas negara lain demi kemerdekaan Malaysia. Terakhir pada saat meraih kemerdekaan dari penjajahan Inggris (Britania Raya) perjuangan kemerdekaan itu dimotori oleh kerajan-kerajaan di seluruh Malaysia hingga pada puncaknya Malaysia memperoleh kemerdekaan pada tanggal 31 Agustus 1957.

Perjuangan mendapatkan kemerdekaan Malaysia kemudian tidak akan pernah terlepas dari perjuangan Sultan/Raja. Pasca kemerdekaan berlangsung Sultan/Raja tersebut bersepakat membentuk sebuah negara Federasi Malaysia hingga saat ini eksistensi dari Sultan/Raja itu diakui menjadi sebuah negara bagian diantaranya Negara Bagian Johor, Kedah, Kelantan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, Serawak, Selangor dan Trengganu hingga berjumlah 13 Negara bagian.

Sebagai Negara dengan sistem Pemerintahan Parlementer Kepala Negara di Malaysia dikepalai oleh seorang Raja yang diberi gelar Yang Dipertuan Agong yang sekaligus menjadi Kepala Negara dimana dipilih secara bergiliran dari keluarga kerajaan oleh penguasa turun temurun dari sembilan kesultanan dalam jabatan lima tahun .

Kewenangan Yang Dipertuan Agung di Malaysia hampir meliputi tiga bidang dalam negara yaitu Eksekutif, Legislatif, bahkan Yudikatif. Dalam kondisi politik tertentu ketika pemilihan umum tidak menghasilkan partai dengan mayoritas di parlemen dan gagalnya perundingan pembentukan koalisi maka Raja Malaysia Yang Dipertuan Agong memiliki otoritas untuk menunjuk Perdana Menteri yang diyakini mampu memimpin mayoritas anggota parlemen. Dibidang Legislatif otoritas Raja memiliki wewenang dalam memberikan nasehat dalam pembentukan perundang-undangan oleh parlemen dan mampu menetapkan keadaan darurat karena memiliki tools yang kuat karena disaat yang sama bisa menggerakkan angkatan bersenjata di Malaysia serta dibidang yudikatif Raja Malaysia mengangkat hakim pengadilan tinggi dan memberhentikannya serta atas nasehat dari pengadilan bisa memberikan pegampunan, penangguhan hukuman maupun mengurangi hukuman orang-orang yang telah didakwa di pengadilan.

Di Negara-Negara bagian di Malaysia juga hampir memiliki otoritas yang sama, pemerintahan setingkat negara bagian pemerintahan tetap dipimpin oleh seorang Sultan, Raja atau yang di Pertuan Besar dan juga yang di Pertua Negeri sementara ketua pemerintahan Negeri dipimpin oleh Menteri Besar atau Ketua Menteri.

Penghormatan Masyarakat Malaysia kepada pemimpin tidak lepas juga karena perannya dibidang Agama, Masyarakat Malaysia dalam kaitannya dalam Islam Sultan/Raja adalah pemimpin agama di semua wilayah negara bagian dan wilayah persekutuan dibawah pemerintahan federal.

Seorang teman ketika berjalan di kawasan Putra World Trade Centre (PWTC) memberikan penghormatan dengan membungkukkan badan kepada Sultan melalui foto para Sultan/Raja yang dipampang besar di dinding ruangan gedung itu. Seketika saya pun melihat orang-orang juga melakukan hal yang sama. Ketika saya menanyakan hal tersebut memang lazim dilakukan oleh masyarakat Malaysia karena bentuk penghormatan kepada Raja/Sultan.

Dalam situasi penasaran itu saya ingin mengetahui bagaimana profil Sultan Yang Dipertuan Agong di Malaysia memiliki martabat dihadapan Rakyat, bahkan membicarakan hal-hal buruk Raja/Sultan merupakan satu hal yang tabu. Penelusuran saya sampai pada satu nama Raja Malaysia yang ke-16 sejak Malaysia merdeka dari Inggris tahun1957 yaitu Kebawah Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong XVI Al-Sultan Abdullah Riayatuddin Al-Mustafa Billah Shah Ibni Almarhum Sultan Haji Ahmad Shah Al-Mustain Billah atau Sultan Abdullah bin Sultan Ahmad Shah.

Sebagai Raja Malaysia Sultan Abdullah bin Sultan Ahmad Shah sebelumnya adalah Sultan Pahang di pantai timur Malaysia. Sebagai seorang pemimpin ternyata masyarakat Malaysia tidah hanya terpana akan martabat dan kewibawaan Raja tetapi terlihat dari karakter dan kesederhanaan dari seorang pemimpin. Dikabarkan bahwa Sultan Abdullah adalah pribadi yang terkenal karena citranya yang membumi di kalangan rakyat, Ia kerap terlihat mengantre bersama rakyat biasa saat membeli makanan dan membantu korban kecelakaan di jalan raya.

Sudah semestinya seorang rakyat menghormati seorang pemimpin yang memiliki karakter dan keprbadian yang baik di Masyarakat. Dan jika seorang pemimpin itu bekerja semata-mata demi rakyat demi kemajuan peradaban sebuah bangsa maka satu karunia bagi Malaysia dengan sistem kerajaan dan dipimpin seorang Raja yang Negarawan baik dibidang pemerintahan maupun sebagai pembesar agama.

Dalam kegiatan aktivisme, saya bertanya ke seorang teman yang telah lama di Malaysia mengungkapkan hampir tidak ada aksi demonstrasi, kritik yang menyasar langsung ke Raja. LSM dan sejenisnya hanya sebatas melakukan aksi damai dan biasanya ditujukan untuk mengkritik Perdana Menteri itupun terjadi sangat jarang. Pers/Media juga menunjukkan hal yang sama.

Pada satu waktu, sy mengikuti sholat jumat di Kuala Lumpur yang sekaligus menjadi pengalaman pertama sholat Jum’at di Malaysia. Ritual sholat jum’at hampir sama dengan di Indonesia. Namun ada perbedaan sedikit ketika khatib membacakan khutbah kedua. Pada saat berdoa ia memanjatkan doa khusus kepada Raja/Sultan (pemimpin negeri), doa tersebut berupa petunjuk dan kesejahteraan bagi Raja/Sultan (Pemimpin Negara). Saya sebenarnya tidak terlalu terpikirkan akan hal itu, tapi lambat laun saya sadar itu merupakan satu hal yang luar biasa Ketika rakyat secara langsung dan khusus mendoakan pemimpinnya ketika sholat Jum’at.

Pada minggu berikutnya saya mengikuti sholat jumat di Selangor, saya dengan sadar menyimak isi khutbah yang disampaikan oleh khatib dan ketika khutbah kedua khatib menyebutkan nama sultan dan mendoakannya. Saya merasa kagum bahwa dalam hal mendoakan pemimpin dalam mengurus negara merupakan hal yan sangat penting di Malaysia. Ketika saya menanyakan hal tersebut kepada seorang teman hal itu memang lazim terjadi dan menjadi kebiasaan khatib setiap jumatnya.

Akhirnya sebagai penutup, Wajah rakyat begitulah wajah pemimpin begitu ungkapan yang terkenal. Rakyat Malaysia sangat menghormati Raja/Sultan dan mendoakannya dan saya merasa itulah sumber kekuatan moral pemimin malaysia dalam bekerja, memiliki martabat, jauh dari korupsi.