lensamandalika.com – Kasus pernikahan seorang tuan guru KU yang merupakan warga Desa Bungtiang, Kecamatan Sakra Barat, Kabupaten Lombok Timur yang batal menikah karena calon mempelai perempuannya kabur, berbuntut panjang.
Bahkan, perempuan inisial T dan ayahnya yang merupakan warga Desa Kalijaga Selatan, Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur itu telah dilaporkan ke Polres Lombok Timur dengan dugaan penyelewengan maskawin dan mahar senilai Rp 30 juta dan cincin emas.
Terkait alasan kaburnya calon mempelai perempuan ini akhirnya dijawab oleh ibu T, Huzaemah.
Huzaemah mengaku bahwa sama sekali tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu. Terlebih lagi rencana pernikahan tersebut justru karena kemauan dari anaknya sendiri. Bahkan ketika dilamar oleh Tuan Guru KU, T langsung mengatakan iya.
Meski begitu, Huzaemah tidak menyangkal bahwa rencana pernikahan anaknya dengan tuan guru dari awal memang tidak mendapatkan restu dari bapaknya.
Belakangan diketahui, Sang Bapak menginginkan agar anaknya bisa menyelesaikan studinya terlebih dahulu.
“Anak saya ini rencananya akan wisuda Desember ini. Itulah menjadi alasan bapaknya minta supaya nanti menikah setelah wisuda. Meski anaknya mau tapi bapaknya tetap bersikukuh supaya anaknya selesaikan wisuda dulu,” terangnya.
Rencana pernikahan anaknya itu memang karena ada cek-cok dengan ayahnya sendiri. Bahkan bapaknya pun tidak mau hadir ketika pihak dari keluarga tuan guru datang melamar.
Dia juga menjelaskan bahwa gagalnya pernikahan tersebut sama sekali bukan karena T dibawa kabur oleh laki-laki lain. Melainkan karena perasaan kecewa dari anaknya yang tidak mendapatkan restu dari bapaknya.
“Setelah selesai lamaran, anak saya ini ngasih tahu mau tinggal di kosnya dulu di Mataram sambil menunggu hari pernikahannya. Tetapi jelang hari pernikahan dia tidak kunjung pulang. Setelah kita cari ke kosnya ternyata sudah tidak ada. Bapaknya yang pergi nyari juga sampai sekarang tidak pulang,” bebernya.
Lebih lanjut Huzaemah juga menceritakan proses perkenalan T dangan KU. Perkenalan itu melalui proses ta’aruf ketika KU masih bersekolah di Makkah. Bahkan T sering menceritakan hubungannya dengan KU.
“Setahu saya, anak saya ini kenal sama tuan guru sebelum puasa melalui proses ta’aruf. Soalnya ketika itu pak tuan guru juga masih sekolah di Makkah. Selama proses taaruf mereka tetap komunikasi lewat HP. Saya juga sering dikasih tahu sama anak saya ini. Ketika pak tuan guru pertama kali datang silaturahmi, anak saya sangat senang. Bahkan anak saya sendiri tanya pak tuan guru kapan mau diajak nikah. Yang jelas pernikahan ini batal karena dia kecewa dengan bapaknya,” tutupnya. (red/Respa)