Lensamandalika.com – Desa Wisata Bonjeruk menerima sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari Kementerian Hukum Republik Indonesia Kantor Wilayah (Kanwil) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk tiga produk kuliner khas, yaitu Ayam Merangkat, Sate Kuncung, dan Jamu Serbat.

Penyerahan sertifikat berlangsung di Kantin21 Bonjeruk pada Rabu (30/4/2025), disaksikan berbagai pihak diantaranya Kepala Desa Bonjeruk, Kapolsek Jonggat, Wakil Direktur Polikteknik Pariwisata Lombok, tokoh adat setempat, dan pengelola Desa Wisata Bonjeruk.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTB, I Gusti Putu Milawati, menyampaikan bahwa KIK adalah bentuk pengakuan hukum untuk pelestarian budaya yang diwariskan para leluhur.

“Manfaat sertifikat ini sangat besar. Ketika sudah didaftarkan di Kemenkumham, maka seluruh dunia mengakui bahwa kuliner khas ini adalah milik Bonjeruk. Kalau tidak didaftarkan, bisa saja diklaim oleh daerah lain,” tegasnya.

Sebagai bentuk syiar budaya dan pengenalan filosofi ketiga kuliner itu, Kanwil Kemenkum NTB itu meminta agar filosofi ketiga kuliner itu harus ada di setiap lokasi kuliner di Desa Bonjeruk.

“Jika pengunjung sedang padat dan tidak memungkinkan disampaikan langsung, bisa dibuat semacam banner informasi agar pengunjung bisa membaca mengenai filosofi itu. Untuk lebih memudahkan lagi, bisa menggunakan QRCode yang setelah discan bisa mengarahkan ke informasi itu,” sarannya.

Ia juga menyarankan agar desa wisata lainnya di NTB mencontoh Bonjeruk dalam mengembangkan potensi dan mendaftarkan produk budayanya.

“Mari mendata ulang potensi-potensi yang dimiliki agar didaftarkan, karena jika tidak bisa diklaim oleh daerah lain. Tidak hanya kuliner, bisa juga tenun, atau kerajinan lainnya, bahkan merk,” terangnya.

Dikatakannya, Di Lombok Tengah sendiri masih banyak yang belum terdaftar HAKI atau KIKnya seperti Sate Pusut, Ayam Warung Asri, Ares,Cengeh, jajanan seperti ore dan masih banyak lagi lainnya

Secara khusus, dirinya meminta agar media menjadi faktor pendorong bagaimana pentingnya kekayaaan intelektual. Media berperan mempromosikan Kekayaan intelektual di NTB secara umum.

“Media juga memiliki peran penting dalam mengedukasi dan mempromosikan pentingnya kekayaan intelektual,” tambahnya.

Kepala Desa Bonjeruk, Lalu Audia Rahman, menyampaikan rasa terima kasih kepada Kemenkumham atas pengakuan hukum yang diberikan. Menurutnya, masyarakat Bonjeruk memang sudah lama mengenal Ayam Merangkat secara adat, namun legalitas ini menjadi penting karena pernah muncul klaim dari luar desa.

“Sekarang kami merasa lebih tenang. Ayam Merangkat sudah ada sejak turun-temurun di Bonjeruk, dan ke depan kami akan terus mengupayakan hak paten untuk kuliner dan produk-produk lainnya dari Desa Bonjeruk,” katanya.

Wakil Direktur Poltekpar Lombok, Ramdah Radjab yang turut hadir dalam kegiatan itu, menyoroti pentingnya filosofi dalam setiap sajian kuliner. Ia menyebut Ayam Merangkat sebagai maskot kuliner Bonjeruk yang kerap membuat wisatawan kembali berkunjung karena rasa dan cerita di baliknya.

“Saya selalu minta pengelola kuliner di Bonjeruk menjelaskan filosofi ayam merangkat kepada tamu. Bisa dibilang 99 persen dari mereka kembali berkunjung,” ungkapnya.

Sementara itu, pengelola Desa Wisata Bonjeruk, Yuni Sulfia Hariani yang menjadi inisiator pendaftaran KIK ini mengaku pernah merasa kecewa karena kuliner Ayam Merangkat ditampilkan di luar daerah secara tidak representatif.

“Waktu itu disajikan di festival di Bali, tapi tidak sesuai dengan karakter aslinya. Sejak itu saya merasa Bonjeruk harus mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya, karena memang kami yang pertama kali mempopulerkan Ayam merangkat dan dua kuliner khas Bonjeruk lainnya,” ujar Dosen Politeknik Negeri Bali itu.

Meski sudah menerima sertifikat KIK dari Kementerian Hukum, Yuni menegaskan Desa Wisata Bonjeruk tetap mendukung destinasi-destinasi lainnya di Pulau Lombok yang akan menyediakan menu kuliner Ayam Merangkat, Sate Kuncung, maupun Jamu Serbat.

“Asalkan Representatif tentunya dan cita rasa yang disajikan tidak membuat tamu kecewa dan kapok untuk datang lagi,” kelakarnya.

Kini, setidaknya ada lima tempat kuliner di Bonjeruk yang menyajikan menu Ayam Merangkat diantaranya, Pasar Bambu, Pawon 21, Bale Bangket, Warung Bambu, dan Lesehan Semilir. Sertifikat KIK ini diharapkan menjadi awal yang baik bagi penguatan identitas kuliner lokal dan peningkatan ekonomi masyarakat berbasis kekayaan budaya.

“Khusus untuk Sate Kuncung dan Jamu Serbat, tentunya harus mencoba langsung di Pawon 21,” pungkasnya. (red/lm)