Saat bulan Ramadan, hubungan suami-istri haram dilakukan pada siang hari, tetapi dibolehkan pada malam hari. Ada kalanya, suami-istri hanya punya waktu terbatas sebelum azan subuh sehingga mendahulukan sahur, dan belum sempat mandi junub.
Sah atau tidak puasa mereka?
Pada dasarnya, dalam Islam, hubungan badan suami-istri bernilai sedekah. Diriwayatkan oleh Abu Dzar al-Ghifari, ada sahabat yang bertanya, apakah hubungan badan berpahala. Nabi Muhammad saw. menjawab, “Apakah kalian tahu, jika dia menyalurkan syahwatnya di tempat haram, di dalamnya ada dosa? Demikian halnya jika dia menyalurkan di tempat halal, ada pahala.” (H.R. Muslim)
Ketika Ramadan tiba, umat Islam yang sudah berumur, berakal sehat, dan tidak memiliki halangan, diwajibkan untuk berpuasa. Sejak fajar terbit hingga matahari terbenam, seorang muslim dilarang melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, termasuk hubungan badan.
Baca Juga: Ramadhan 1441 H, Azan dengan Speaker Berkumandang Pertama Kali di Minnesota AS
Namun, ketika malam, hubungan suami-istri dapat dilakukan selama Ramadan. Permasalahan akan muncul, ketika suami-istri tersebut tidak langsung mandi junub setelah berhubungan, kemudian terbangun menjelang azan subuh, sehingga tidak sempat membersihkan diri dari hadas besarnya itu.
Dalam hal ini, puasa orang tersebut tetap sah. Landasannya adalah kisah Aisyah dan Ummu Salamah, dua istri Nabi Muhammad saw., keduanya mengatakan “Rasulullah pernah berhadas besar (junub) pada waktu subuh di bulan Ramadan karena malamnya bersetubuh, bukan karena mimpi, lalu beliau berpuasa tanpa mandi sebelum fajar” (H.R Muslim).
Selain itu, jumhur ulama juga berpendapat bahwa suci dari hadas besar (dalam konteks ini junub) bukanlah syarat sah puasa. Hardi Adi Ningrat dalam Melaksanakan Ibadah Puasa Ramadhan bagi Orang yang Junub Menurut Pandangan Imam Syafi’i (2019: 30-31) menuliskan, orang mimpi basah pada malam hari bulan Ramadan sebelum masuk waktu fajar, kemudian tersadar dalam kondisi berhadas besar karena mimpi, maka ia tidak wajib mengqada puasa.
Baca Juga: MUI : Meski Ada Wabah Corona, Puasa Ramadhan Tetap Wajib Dilaksanakan
Demikian pula dengan pasangan suami istri yang berjimak pada malam hari sebelumnya, tetap sah untuk berpuasa, walaupun belum mandi hadas besar ketika tiba waktu subuh. Sebagai catatan, hadas besar di atas hanya berlaku untuk keadaan junub, bukan hadas besar seperti haid dan nifas. Pasalnya, haid dan nifas tersebut adalah keadaan berhadas besar yang tidak boleh melakukan ibadah mahdhah seperti salat, haji, dan juga puasa.
Menunda Mandi Junub hingga Subuh
Mandi junub hukumnya wajib dilakukan oleh suami-istri setelah berhubungan badan. Namun, ketika air terlalu dingin atau karena sebab lain, suami-istri dapat menunda mandi junub sampai waktu fajar.
Dua ahli fikih dari Madzhab Maliki, Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam kitab Ibanatul Ahkam (1996: jilid 2, hlm. 313) menyatakan, kendati dibolehkan menunda janabah, lebih utama untuk menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum subuh.
Baca Juga: Corona Belum Usai, MUI Loteng Himbau Umat Islam Tetap Ibadah di Rumah
Yang terpenting, penundaan mandi junub ini tidak lantas berkelanjutan hingga waktu subuh selesai,
(red/LM)