Mataram – Penyebaran wabah corona di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak hanya menurunkan aktifitas perekonomian, namun juga menurunkan angka penggunaan alat kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana (KB).
Dengan aturan yang ditetapkan pemerintah yakni bekerja dari rumah, secara otomatis meningkatkan interaksi antar pasangan dalam sebuah rumah tangga.
Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), angka penggunaan alat kontrasepsi IUD/Spiral menurun dari bulan sebelumnya 36.155 menjadi 23.838.
”Pantauan kami, pemakaian alat kontrasepsi turun 50 persen. Ini bahaya,” jelas Kepala BKKBN NTB, Hasto Wardoyo dikutip dari Lombokpost (5/5/2020).
Bahaya menurut Hasto adalah mengenai kehamilan, pasalnya di awal-awal usia kehamilan utamanya di delapan minggu pertama menjadi fase krusial pembentukan organ pada janin.
Efek kian meluasnya covid-19 di NTB, banyak keluarga dikhawatirkan terganggu ekonominya karena adanya PHK atau faktor usaha yang sedang lesu. Akibatnya, belanja untuk pemenuhan nutrisi jika istri hamil juga akan terganggu.
Apalagi pada fase hamil muda, lanjut Hasto, daya tahan tubuh seorang istri yang tengah hamil bisa cepat turun, sehingga lebih rentan terserang penyakit, sementara layanan untuk ibu hamil di fasilitas kesehatan juga terdampak karena minimnya Alat Pelindung Diri (APD) di Puskesmas atau fasilitas kesehatan (faskes) lainnya untuk pemeriksaan pasien umum.
Oleh karena hal tersebut, Ia menyarankan agar pasangan-pasangan yang sedang dalam masa subur tetap menggunakan alat kontrasepsi dan dimasa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini agar sebisa mungkin menunda program hamil sementara waktu.
Untuk pelayanan KB, sambung Hasto, BKKBN telah menyiapkan alternatif dengan menyediakan armada untuk pelayanan KB keliling di berbagai daerah.
Sebenarnya penggunaan alat kontrasepsi juga bisa ditujukan untuk kaum laki-laki, namun lantaran masih kurangnya kesadaran, sampai sejauh ini kewajiban memakai alat kontrasepsi hanya menjadi kewajiban bagi kaum perempuan.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan bahwa kesertaan pria dalam ber-KB masih rendah yaitu kondom sebesar 2,5 persen dan vasektomi sebesar 0,2 persen.
Upaya untuk meningkatkan partisipasi pria dalam pemakaian kontrasepsi dilakukan secara intensif dan terus menerus, namun data menunjukkan tren peningkatan belum mencapai hasil yang diharapkan. (red/LM)