Lensamandalika.com – Kenapa sampai sekarang saudara, keluarga saudara, papuk baloq saudara, atau ada tetangga saudara yg super miskin di desa/kelurahan BELUM PERNAH SEKALIPUN tersentuh dana bantuan di desa/kelurahan ? Bahkan disaat yg sama saudara harus diajak nonton bareng melihat horang-horang yg saudara anggap kaya dan tak berhak tersenyum sumringah mendapatkan bantuan?
Melihat itu saudara hanya bisa pasrah, duduk termangu, diam-diam menangis atas ketidakadilan yg saudara rasakan selama ini.
Saudara mungkin pernah bertanya kepada pemerintah desa/ kelurahan semisal kadus/kepala lingkungan yang ada disitu.Tapi semua jawabannya gak guna. data itu sudah berasal dari pusat. Gak bisa di utak atik katanya. (padahal data ini bisa diubah 4 kali setahun melalui musyawarah desa)
Dilain tempat, ada anak kuliahan yg ingin coba-coba menelusuri penyimpangan” yg ada di desa/ kelurahannya. Tapi sayang, si anak kuliahan bukannya dapat apresisi karena vocal, tapi malah dilabeli anak kemarin sore kurang kerjaan. Sok tau. Anak kecil. Kamu bisa apa? Hah!!!!!. Ia pun ciut dan mengurung diri di kamar.
———–
Itulah sepenggal kalimat pembuka yg barangkali ada diantara teman-teman yg mengalami dan sampe depressiiiiii hingga hari ini.
Sesuai judul tulisan. Hari ini saya mencoba berbagai pengalaman, berbagai pemikiran, dan juga meminta masukan. Jika sekiranya dalam tulisan ini ada rekan” yg faham, yg terlibat bahkan yang tersinggung. Monggo kita diskusi sehat.
Di awal tahun 2017 sampe dengan 2019. Saya diberikan kesempatan untuk ikut terlibat dalam mencari tau Betapa semrawutnya data penerima RASTRA (beras sejahtera) dulu namanya RASKIN (beras Miskin). Lalu kemudian dihadapkan pada masalah data PKH (program keluarga harapan), masalah KIP (kartu indonesia pintar) anak sekolah yg tak tepat sasaran, Data BPJS PBI (BPJS gratis yg ditanggung pemerintah) dan terakhir masalah anak putus sekolah yang ditolak masuk perguruan tinggi karena tak punya biaya bayar UKT.
taukah temen”. Masalah diatas setelah diusut ternyata pangkalnya sama. Ibarat mereka anak-anak nakal, mereka ini punya Ibu yang bermasalah. Nama ibunya ADALAH DTKS/BDT.
Sampai disini mungkin temen2 masih bingung apa itu PKH, apa itu DTKS/BDT dll.
Oke biar nyambung berikut saya urai semua jenis bantuan, Lengkap dengan penjabarannya yg saya elaborasi dari beberapa sumber diantaranya website kemensos, TNP2K, talentafmnews.com dan lain sebagainya.
1. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) = DTKS memuat nama-mama warga dalam berbagai kategori miskin, seperti: Sangat Miskin, Miskin, Pra Sejahtera dan Sejahtera dimasing-masing desa. Data ini berada di Dinas Sosial Kabuaten dan dipegang oleh operator yang ditunjuk di masing-masing desa.
2. Program Keluarga Harapan (PKH) = Yang mendapat PKH (Berupa Uang Tunai, sekarang setiap bulan/KK) sumber anggaran pusat. Penerima diambil dari DTKS dengan ketentuan dari pusat. Entah apa kriterianya. Yang pasti disebutkan, sangat sangat sangaaaat miskin, sehingga harus dapat. Walau faktanya, ada warga penerima yang mundur sebagai penerima. Karena mungkin sudah sejahtera. (Mestinya kalau udah sejahtera, pendamping coret dong. Ngapain nunggu mundur) Data Penerima PKH, ada ditangan pendamping PKH masing-masing desa/kelurahan.
3. Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) = Yang mendapat BPNT (Berupa Sembako senilai ratusan ribu, sekarang setiap bulan) anggaran dari pusat. Penerimanya adalah dari mereka yang namanya ada dalam DTKS, namun belum mendapatkan PKH. Nama penerima BPNT ada ditangan pendamping BPNT dimasing-masing desa/kelurahan.
Bantuan di atas sudah lama berjalan. Kini ditengah covid 19 ada lagi bantuan yg muncul.
4. Bantuan Sosial Tunai (BST) = Bantuan uang tunai Rp.600.000/KK setiap bulan selama 3 bulan, dari Kemensos-RI. Yang dapat BST ini adalah mereka yang masuk dalam DTKS, namun belum mendapatkan PKH dan BPNT.
5. Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang = Bantuan berupa sembako untuk masing-masing KK . Entah berapa jumlah pastinya. Yang menerima bantuan JPS Gemilang adalah mereka yang namanya masuk dalam DTKS, namun belum mendapat bantuan PKH, BPNT atau BST.
6. Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kabupaten = Bantuan berupa sembako, ada juga yg tunai misalnya di Lotim bantuan sembako dan di loteng (rencananya) uang tunai Rp.600.000/KK. Siapa penerimanya? Mereka yang masuk dalam DTKS, namun belum mendapat PKH, BPNT, BST atau JPS Gemilang. (Kuota penerima JPS, telah ada. Dan terbatas untuk masing-masing desa)
7. Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa = Bantuan berupa uang tunai Rp.600.000/KK yang anggaranya bersumber dari APBDes. Penerimanya adalah mereka yang namanya ada dalam DTKS, namun belum menerima PKH, BPNT, BST, JPS Gemilang, JPS kabupaten dan mereka yang kategori sangat miskin namun namanya tidak masuk dalam DTKS. (Yang sangat miskin namun tak masuk DTKS inilah yang saat ini didata satgas covid-19 masing-masing desa untuk ikut dapat BLT Dana Desa)
Sampe disini kita berhenti dulu dan tarik napas. Oke Mari baca ulang sekali lagi masing-masing point diatas. Biar lebih dipahami lagi….
sekarang akhirnya kita bertanya-tanya…
– Berapa total penerima PKH dimasing-masing desa? Siapa saja oranya…
– Berapa total penerima BPNT dimasing-masing desa? Siapa saja oranya….
– Berapa total penerima BST dimasing-masing desa? Siapa saja orannya…
– Berapa total penerima JPS Gemilang dimasing-masing desa? Siapa saja orangnya…
– Berapa total penerima JPS kabupaten dimasing-masing desa? Siapa saja orangnya….
-berapa total penerima BLT Dana Desa dan siapa saja orangnya,
Data jumlah penerima dan nama penerima inilah yang selama ini terkesan dibungkus rapi bagai bungkus pelecing. Yang serapi-rapinya bungkus pelecing, cairan sambelnya kadang netes juga kesana kemari sebarkan aruma tak sedap bila udah kelamaan pelecingnya dibungkus.
Data itu, semuanya bermuara pada jumlah DTKS dimasing-masing desa yang konon masih berpegang teguh pada data BPS tahun 2011 walau fakta dilapangan berbeda.
Siapa yang salah? Apakah pemdes? Belum tentu juga. Apakah BPS yang melakukan survey? Belum tentu juga? Apakah Dinsos, apakah kemensos?. Kalau kita terus fokus pada mana yg salah. Maka semrawutnya data ini akan terus terjadi. Jadi untuk ini jangan salahkan siapa2, fokus kepada solusi yuk.
Sekali lagi, DTKS/BDT itu ibarat harta karun. Bisa juga disebut kunci surga bagi mereka yg berharap mendapat bantuan. Alasannya. Semiskin apapun saudara, kalau belum masuk DTKS/BDT di kantor desa/kelurahan ya percuma. Prinsip DTKS/BDT itu kita harus sendiri yg mengajukan diri ke kantor desa/kelurahan. Tapi kalau ada kadus atau kalingnya yg responsif, maka hubungi mreka.
Jadi, Saya yakin rekan-rekan sudah paham mau ngapain setelah membaca tulisan ini?
Yups benar. Cari Data DTKS/BDT di desanya/kelurahannya. Rekan-rekan bisa mendorong masing-masing desa untuk menempel nama-nama warga yang masuk dalam DTKS. Biar semua jelas, biar semua transparan.
Dengan data ini, akan kelihatan juga siapa yg berhak mendapat BLT 600 rb. Yakni orang-orang yg sebelumnya belum pernah dapat bantuan seperti PKH, BPNT, BST dll. Kalau tidak dibuka. Maka dikhawatirkan satu orang bisa dapat berjubel-jubel bantuan.
*Pemdes/kelurahan yang terbuka tentu akan mengapresiasi langkah temen-temen yg mau membantu pemdes merapikan data ini. Banyak contoh pemdes/kelurahan yang berkolaborasi dengan masyarakatnya dan akhirnya sukses.
Tapi ada juga pemdes/kelurahan yang tertutup. Tentu klo sudah begini, langkah rekan-rekan akan jadi ancaman. Tapi tak mengapa. Niat baik memang akan lebih manis ketika ada tantangan yg menghadang di depan.