Lensamandalika.com – Kadus Ujung Lauq, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Abdul Muthalib angkat bicara soal sikap direktur Lombok Global Institue (Logis), Fihirudin yang menyikapi imbauan Camat Pujut dengan terlalu berlebihan. Menurutnya, hal tersebut karena bung Fihir belum mengenal seluk beluk sirkuit Mandalika.
“Mari kesini study tour dulu, biar paham. Nanti saya langsung yang jadi guidenya, biar saya jelaskan langsung mana tunnel 1 tunnel 2, main track, outer, serving road dan lain-lain,” katanya.
Setelah akses keluar masuk masyarakat di dalam lingkar sirkuit bisa dilalui, menurutnya tidak ada kepentingan yang mendesak bagi warga untuk memasuki lintasan sirkuit.
Saat ini, dirinya lebih tertarik dan ingin fokus untuk menyelesaikan permasalahan lahan antara warga dengan pihak pengembang.
“Dengan lancarnya akses melalui tunnel 1 dan tunnel 2 di South Wing dan North Wing sirkuit, maka tidak ada kebutuhan yang mendesak bagi warga untuk memakai main track. Justru kalau mau memakai lintasan sirkuit untuk akses, warga akan terpaksa memutar sejauh empat kilometer lebih dan akan kembali ke tempat semula,” jelas Wakil ketua I Solidaritas Warga Inter Mandalika (SWIM) itu kepada Lensa Mandalika melalui keterangan tertulisnya, Selasa (7/9/2021).
Mengenai persoalan terisolirnya warga di dalam lintasan sirkuit beberapa waktu lalu, hal tersebut kata Abdul Muthalib bersumber dari konflik lahan yang berlarut-larut antara masyarakat dengan ITDC.
“Penyediaan akses untuk warga kami yang masih bertahan di dalam lingkar sirkuit tidak menyelesaikan akar permasalahan. Kami mendesak kepada pihak-pihak terkait untuk merumuskan penyelesaian yang bersifat permanen dan segera terkait konflik lahan warga kami dengan ITDC,” terangnya.
Senada dengan Kadus Ujung, Sekretaris SWIM, Anza Karyadi menilai imbauan yang dikeluarkan Camat Pujut tidak bisa serta-merta dipandang sebagai sebuah bentuk arogansi kekuasaan.
“Sirkuit Madalika memang masih dalam tahap konstruksi sehingga secara teknis itu adalah kawasan dengan akses terbatas untuk umum. Jadi kami tidak melihat adanya hak dan kepentingan masyarakat yang dinegasikan. Maka jika ada pihak tertentu yang sampai mendesak pencopotan Camat Pujut karena hal tersebut, menurut saya itu pendapat yang mengada-ada, gegabah dan cenderung tendensius,” jelasnya.
Dalam pandangam SWIM, lanjutnya, imbauan tersebut malah dianggap perlu sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat mengenai status area sirkuit saat ini. Hal tersebut menurutnya penting sebagai langkah normatif preventif pemerintah untuk meminimalisir gesekan-gesekan yang tidak perlu di lapangan antara masyarakat umum dengan pihak pengembang.
“Tanpa himbauan dari Camatpun, pihak pengembang untuk sementara sudah menutup akses masyarakat umum ke lintasan utama,” katanya.
Dengan semakin banyaknya warga yang ditolak masuk dikhawatirkan akan timbul gesekan-gesekan yang dalam situasi sensitif ini bisa terakumulasi menjadi konflik yang lebih besar sehingga mengakibatkan terganggunya ketertiban, keamanan dan kondusivitas kawasan secara luas. Dengan demikian himbauan tersebut dipandang perlu.
“Kami masyarakat tempatan juga berkepentingan besar atas terselenggaranya World Superbike Championship (WSBK) yang akan dihelat dalam dua bulan kedepan. Dan kami tentunya tidak ingin masalah-masalah kecil akan menganggu pelaksanaan agenda besar ini,” cetusnya.
Dikatakannya, ada yang mebingungkan ketika Direktur Logis, Bung Fihir mencoba membanding-bandingkan situasi sirkuit Mandalika dengan Circuit Breaker Singapora. Berdasarkan penelusurannya, circuit breaker di Singapura itu adalah upaya penanggulangan Covid-19.
“Semacam PSBB atau PPKM di Indonesia, imbuhnya.
Apabila yang dimaksud adalah Marina Bay Street Circuit, Anza mengatakan bahwa hal tersebut bukan perbandingan yang apple to apple lantaran sirkuit Mandalika masih dalam tahap konstruksi sedangkan Marina Bay Street Circuit sudah beroperasi sejak 13 tahun yang lalu, yakni mulai tahun 2008 hingga saat ini. (red/lm-sw)