Lensamandalika.com – Ditundanya sesi balapan Idemitsu Asia Talent Cup (IATC) memunculkan berbagai masalah baru terkait penyelenggaraan event racing dunia di Sirkuit Mandalika Lombok. IATC yang sebelumnya dikatakan batal, kemudian diralat dan rencananya akan dilanjutkan pada gelaran World Supberike 19-21 November mendatang.

Diberitakan sebelumnya penundaan IATC akibat ketidaksiapan dan ketidaksigapan para petugas Marshall dalam menjalankan tugas. Penundaan balapan IATC itu tak pelak membuat MGPA dibanjiri kritik keras dari berbagai kalangan. Jagad media sosial dipenuhi hujatan yang tumpah ruah ke segala arah. Kritik muncul dari berbagai tokoh lokal, bahkan hingga anggota Komisi VI DPRRI Abdul Hakim Bafagih yang menyebut ITDC dan MGPA masih amatiran.

Namun begitu, Mandalika Grand Prix Assosiation (MGPA) sebagai pengelola Sirkuit Mandalika dan promotor balapan IATC WSBK dan MotoGP menolak disalahkan. Kesalahan para Marshall justru dikatakan oleh Head of Operations Sporting MGPA, Dyan Dilato sebagai biang batalnya balapan IATC kemarin.

Mengutip Pikiran Rakyat dan turut juga diberitakan oleh Mobilinanews, Dyan Dilato bahkan menyebut para petugas Marshall sebagai orang yang tak berpendidikan.

“Wah masrshall-nya katro semua, ndeso. Bukannya bertugas sebagai marshall, tapi malah pada nonton balap. Dan yang dipersoalkan (hingga ATC ditunda) bukan jumlah marshall, tapi kualitasnya,” ujar Dyan Dilato.

Selain mengungkap penyebab ATC ditunda dengan kata-kata tak bersahabat, Dyan Dilato juga menyindir pemerintah daerah yang menurutnya terkesan memaksakan agar MGPA menyerap tenaga lokal.

Dia menyebut peraturan Gubernur NTB dan Bupati Lombok Tengah yang mengharuskan memberdayakan masyarakat sekitar sirkuit sebagai tenaga Marshall. Bahkan Dyan Dilato menggunakan istilah akamsi ‘anak kampung sini’ untuk menyindir kebijakan kepala daerah itu.

“Gak boleh import (tenaga Marshall dari daerah lain). Lah wong nurunin batu buat proyek aja harus akamsi alias anak kampung sini. Jadi memang hambatan terbesar sumberdaya-nya, masih terbelakang,” ujar Dyan Dilato.

Sementara itu pembelaan terhadap para Marshall yang dikambinghitamkan berbunyi tak kalah nyaring. Sebut saja Mantan Direktur Operasional Sirkuit Sentul Rio Sarwono, yang dikutip dari Kompas menyebut bahwa ada banyak persoalan yang menyebabkan Balapan Idemitsu Asia Talent Cup (IATC) pada Minggu (14/11/2021) resmi ditunda pekan depan.

Adapun persoalan Marshall yang disebut sebagai salah satu alasan penundaan kegiatan, kata Rio, hanya dijadikan sebagai kambing hitam. Sebab, sebetulnya inti permasalahan terletak pada manajemen yang belum berpengalaman.

“Memang kita semua sudah memprediksi hal ini akan terjadi karena, mohon maaf, manajemennya belum mempunyai pengalaman. Dan, menurut kami itu, masalah Marshall hanya salah satu dari masalah-masalah lain yang masih ada. Tapi yang dikambinghitamkan adalah masalah Marshall,” kata Rio Sarwono, Senin (15/11/2021).

Dalam hal ini, Rio menyoroti salah satu akibat dari pengalaman manajemen yang kurang menyebabkan tidak terkelolanya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan baik, yakni Marshall yang diambil dari putra daerah.

Artinya, manajemen Mandalika yang harus melatih terlebih dahulu para marshall, sebelum kemudian ditugaskan saat helatan balapan.

“Nah, kalau memang SDM-nya belum dilatih, jangan salahkan SDM-nya dong. Salahkan manajemen yang belum melatih mereka,” sambungnya.

Tokoh pemuda setempat, Radian Hasan yang juga Ketua Forum Silaturrahim Mahasiswa Pemuda Lombok Tengah (Formula) mengatakan bahwa menyalahkan Marshal adalah bentuk diskriminasi.

“Petugas Marshal memang sudah direkrut jauh-jauh hari, namun seleksi tahap akhir 2 hari sebelum IATC digelar, bagaimana mereka bisa maksimal,” tegasnya.

Petugas Marshal, kata Radian langsung disuruh untuk bertugas walaupun kekurangan pengalaman dan pengetahuan. Menurutnya, MGPA lalai merekrut tenaga Marshal yang harusnya diberikan pelatihan sejak lama namun diundur-undur sehingga akhirnya ada celah untuk menyalahkan marshal ketika balapan dibatalkan.

“Seleksi tahap akhir dilaksanakan hari Kamis (11/11), kemudian hari Jumat pengenalan terkait tugas-tugas Marshal, lalu Sabtu Minggunya langsung bertugas di IATC, ini kan ibarat bayi baru lahir langsung disuruh lari,” tegasnya.

Dirinya heran jika MGPA mengatakan gagalnya balapan IATC karena kurangnya tenaga Marshal, padahal pada hari kami lalu banyak calon petugas marshal yang ditolak.

“Sekarang kok bisa dikatakan jumlahnya kurang, kenapa kemarin tidak diterima sebanyak-banyaknya untuk cadangan, karena tidak menutup kemungkinan ada yang berhalangan,” katanya.

Sementara itu, mengutip pernyataan salah satu petugas Marshall asal Tampar-amparm, Praya Lombok Tengah yang ramai diberitakan, dirinya mengaku tak ada kejelasan kontrak kerja sejak mereka direkrut. Mereka (MGPA) hanya diminta kesanggupan melaksanakan tugas dan akan diberikan uang makan. Namun uang makan itupun tak juga diwujudkan.

“Nah uang makan itu yang kita pertanyakan. Untuk sekadar air minum saja di tengah sirkuit itu tidak diberikan. Padahal panasnya luar biasa,” kata salah seorang Marshall mengutip Prayapost.

Tidak itu saja, baju seragam yang diberikan dikumpulkan kembali usai latihan. Diberikan kembali saat mereka latihan lagi sehingga tidak nyaman dipakai.

“Baju-baju itu sudah bercampur keringat, entah bekas keringat siapa di baju-baju yang kita pakai,” kata Marshall itu lagi.

Yang jadi pertanyaan, kenapa MGPA tidak jauh-jauh hari melatih marshall, seperti yang dilakukan pengelola sirkuit lain untuk menghadapi sebuah event international sekelas WSBK dan MotoGP?

Bahkan Faryd Sungkar yang pernah menjadi Wakil Pimpinan Perlombaan dan Pimpinan Perlombaan WSBK dan GP500 di Sirkuit Sentul pada 1994-1997, telah mengingatkan dengan menyampaikan pihaknya telah menyiapkan dan melatih sekitar 300 petugas lomba (marshall) 3 bulan sebelum event.

“Dan secara berkala, sekali dalam 2 minggu, kami melakukan simulasi kepada para marshall seolah-olah berlangsung balapan WSBK dan GP500. Dengan begitu, mereka benar-benar siap dan mengerti apa yang harus dilakukan jika terjadi accident dalam balapan. Dan memang benar, kami juga memberdayakan masyarakat sekitar Sentul. Tapi, melakukan secara selektif. Kita anggap gak mampu, ya kita ganti dengan yang mampu, dan seterusnya begitu” terang Faryd Sungkar.

Dan ternyata baru sepekan lalu pihak MGPA mendatangkan beberapa figur yang biasa menjadi pimpinan perlombaan dan juri balap motor dari IMI dan Jatim untuk melatih para marshall di Mandalika yakni Doni Mahardjono, M Taufik serta Achmad Subehan.

“Saya sebenarnya juga diminta untuk ke Mandalika. Tapi karena sudah lebih dulu diminta Oneprix sebagai Race Direction, saya usulkan beberapa nama yang kemudian berangkat ke sana. Baru minggu depan (WSBK), saya bisa ke sana,” ungkap Eddy Horison.

Beruntung problem para Marshall itu langsung direspons Gubernur NTB H Zulkiflimansyah setelah mencuatnya bakulempar tanggungjawab akibat penundaan ATC. Di akun Facebook Zulkiflimansyah @Bang Zul Zulkiflimansyah, gubernur memberikan tanggapan terkait karut-marut itu.

“Dari masukan-masukan yang datang dari para marshal, kesalahan ternyata bukan semata pada mereka tapi juga pada para penyelenggara kegiatan. Persiapan yang terbatas dan komunikasi yang baik (tidak terjadi) dengan para penyelenggara, dianggap sebagai salah satu masalah utama,” jelas Zulkiflimansyah.

Gubernur juga membela kesungguhan Marshall membantu penyelenggaraan even di Sirkuit Mandalika. Menurut Zulkiflimasnyah, kesediaan para Marshall bukan semata-mata karena honoraium, tapi karena ingin berkontribusi dan membuat sejarah di daerah sendiri. (red/lm-mars)