Setelah merebaknya virus corona yang penyebarannya sempat ditampik oleh Menteri Kesehatan di awal Maret lalu, muncul beberapa istilah dengan kebijakan-kebijakan yang mengikutinya.
Sebut saja Istilah Orang dalam Pemantauan (ODP) yakni orang yang baru saja kembali ke tempat asalnya setelah sebelumnya melakukan perjalanan ke luar daerah atau luar negeri yang terindikasi sebagai tempat menyebarnya virus corona.
Setelah sampai di rumahnya, ODP tersebut harus menjalani karantina pribadi selama 14 hari untuk melihat perkembangan kesehatan yang terjadi pada dirinya. Apakah Negatif, virus tersebut bisa dikalahkan sistem imun, ataukah Positif yang berarti muncul gejala seperti Flu, demam, batuk, sakit tenggorokan dan sesak napas.
Mengingat Virus corona mampu menginfeksi orang lain dalam pergaulan sehari-hari meski dalam masa inkubasi, karantina pribadi selama 14 hari dipercaya ampuh sebagai salah satu langkah preventif untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China tersebut.
Agar ODP patuh untuk menjalankan karantinanya, pemerintah tak tanggung mengeluarkan ancaman apabila karantina pribadi tersebut tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Terlebih jika ODP tersebut terbukti sebagai carrier covid-19 dan menularkannya kepada orang-orang yang ada disekitarnya.
Adapun untuk penanganan terhadap pelanggaran kewajiban karantina pribadi, pemerintah khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berpedoman pada Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular pada pasal 14 ayat (1) dan (2), juga pada Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pada pasal 93 dengan ancaman Pidana Penjara selama 1 tahun dan/atau denda sebesar Rp. 500.000,- hingga Rp. 100.000.000,-
Lantas, apakah Pemerintah sudah menyiapkan paket layanan bantuan atau santunan kepada para ODP yang menjalani Karantina pribadi, ataukah pemerintah hanya menyiapkan ancamannya saja ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, redaksi lensamandalika.com mendapatkan satu orang ODP dari Kota Mataram yang bersedia memberikan keterangan melalui Whatsapp. Namun ODP tersebut tidak bersedia untuk dipublikasikan identitas lengkapnya kepada pembaca.
Dia menceritakan, status ODP yang didapatkannya lantaran adanya riwayat perjalanan ke luar daerah tepatnya ke Pulau Jawa yang tidak bisa ditunda selama kurang lebih 1 minggu.
“Kami datang berbarengan di tanggal 24 Maret di pelabuhan Lembar dengan rombongan Jamaah Tabligh yang telah menghadiri pertemuan internasional di Gowa, Sulawesi selatan dan ada beberapa dari mereka yang sudah terindikasi dan mendapat status Pasien dalam Pengawasan (PDP),” tuturnya.
“Respon cepat dari tim medis Alhamdulillah baik sekali, dua putri saya sempat demam namun sekarang sudah masuk masa pemulihan. Istri dan Ibu saya sudah ada gejala batuk, sebelumnya sempat mengalami sakit tenggorokan,” lanjutnya.
Dia menuturkan bahwa pihak puskesmas setempat sudah mengantarkannya obat, kepala lingkungan juga sudah datang untuk menutup akses keluar mengingat kondisi dua putrinya yang masih dalam masa pemulihan.
Selain itu, ODP ini juga sempat menanyakan kepada petugas Puskesmas terkait pelaksanaan tes corona, namun untuk sementara Puskesmas setempat belum menyiapkan hal tersebut. Dia meminta kejelasan terkait prosedur yang berlaku di NTB agar bisa dilakukan tes corona secara cepat.
Di hari karantina yang ke-lima (30/3/2020), dia mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah kepada ODP yang harus menjalani kewajiban karantina pribadi.
“Sekedar di WA Kepala Lingkungan atau disambangi Pak Lurah dari gerbang rumah karena saya sudah berstatus ODP juga tidak, malah dicuekin begitu saja. Kalau saya tidak sadar aturan, saya sudah pergi sendiri belanja ke pasar. Coba bayangkan ada ODP yang harus karantina mandiri selama 14 hari tapi tidak ada uang untuk belanja, dia bukan mati karena corona, tapi mati kelaparan,” tegasnya.
“Saya merasakan susahnya untuk mendapatkan atau memenuhi makanan bergizi buat keluarga agar bisa melewati masa inkubasi virus ini. Isi kulkas sudah mulai menipis, tidak tau siapa yang harus saya suruh beli. Kalau uang masih ada sedikit di ATM, tapi ya itu lagi, yang ambilkan uang di ATM juga tidak ada,” keluhnya.
Lebih lanjut dia meminta agar Satgas yang dibentuk oleh pemerintah, ada yang bertugas khusus untuk menyambangi para ODP sehingga bisa bergerak cepat jika ada kemungkinan buruk yang terjadi.
“Kasian orang dengan keadaan ekonomi tidak mampu dengan segala keterbatasan saat ini, tapi harus melakukan karantina mandiri demi kemaslahatan lebih banyak orang,” tutupnya.
(red/lensamandalia.com).
- Hasil Lelang Merchandise MotoGP Mandalika Dukung Penanganan Stunting dan Pemberdayaan Warga
- Kampanye Akbar Iqbal-Dinda dibanjiri pendukung, serukan perubahan untuk NTB lebih baik
- Dorong kemajuan Budaya NTB, Iqbal Dinda akan Pisahkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
- Momentum Sejarah, Gass Iqbal Seru Warga Lombok Tengah Solid Dukung Iqbal-Dinda
- Mencolok di Debat Kedua Cabup-Cawabup Lotim, Profil SJP & Tuan Guru Fatihin, Mantan Ketua IKA UNRAM dan Ketua STMIK SZNW Anjani