Dampak virus corona terhadap kondisi ekonomi dan keuangan sejumlah negara semakin mengkhawatirkan. Salah satu penyebabnya, negara-negara tersebut harus mengalokasikan anggaran penanganan COVID-19 dalam jumlah besar, yang sebelumnya tak dianggarkan.

Kondisi ini diperparah oleh aliran modal keluar dari negara berkembang, yang terjadi sejak awal Januari 2020. Dikutip dari The Economist, investor asing menghindari risiko keuangan lebih buruk, dengan menarik modal mereka kembali ke negara asalnya. Total dana yang ditarik dari pasar berbagai negara berkembang mencapai USD 96 miliar atau hampir Rp 1.500 triliun.

Pada saat yang sama, komoditas yang jadi andalan penopang ekonomi negara-negara berkembang itu, harganya anjlok. Demikian juga industri pariwisata yang terpukul oleh merebaknya virus corona.

Baca Juga: Kasus Positif Terus Meningkat, Indonesia Kekurangan Dokter Hadapi Virus Corona

Akibatnya mata uang negara-negara berkembang, nilai tukarnya jatuh terhadap dolar AS.“Lebih dari 90 negara telah mendekati IMF sebagai the lender of last resort (pemberi pinjaman terakhir untuk dimintai bantuan),” tulis The Economist.

Dalam hitungan IMF, kebutuhan utang seluruh 90 negara itu mencapai USD 2,5 triliun atau setara Rp 40.000 triliun. Nilai ini adalah rekor tertinggi dana yang dibutuhkan IMF untuk mengutangi negara-negara anggotanya yang membutuhkan.

Padahal, IMF sendiri hanya punya dana USD 1 triliun. Itu pun seperempatnya sudah terikat komitmen sebagai pinjaman ke sejumlah negara.Peruntukan utang dari IMF itu, di antaranya untuk membiayai impor. Termasuk juga membayar utang negara-negara tersebut yang sudah jatuh tempo.

Indonesia Juga Tambah Utang

Seperti negara berkembang lain yang APBN-nya tekor akibat terdampak virus corona, Indonesia juga mengalami hal yang sama. Untuk itu, Indonesia juga telah bersiap menarik utang dari lembaga internasional demi menutupi defisit APBN 2020.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyatakan otoritas moneter bisa masuk dan membeli obligasi pemerintah melalui pasar perdana dalam kondisi abnormal. Namun saat ini, pemerintah akan fokus memaksimalkan sumber dana dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) maupun dana abadi.

Baca Juga: Darurat Corona, AS Gelontorkan Bantuan Rp. 18 Juta Untuk Setiap Warganya

Selain itu, pemerintah juga disebut akan mengutamakan pembiayaan dari lembaga internasional. Rencananya total utang yang ditarik mencapai USD 7 miliar atau setara dengan Rp 113,4 triliun (kurs dolar Rp 16.200).

“Kemarin investor teleconference, ada juga dari Asian Internasional Infra Bank, ADB, Bank Dunia, Jerman, AIIB itu direncanakan bisa kurang lebih USD 7 miliar. Itu yang sumber-sumber memang dimaksimalkan oleh pemerintah,” ujar Perry dikutip dari kumparan saat rapat virtual dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (8/4). (Red/Letter A)