Penularan demam berdarah dengue (DBD) berbeda dengan COVID-19 (virus corona). Demam berdarah dengue tidak menular dari satu manusia ke manusia lain secara langsung, tetapi membutuhkan nyamuk sebagai vektor penularannya.
Tidak semua nyamuk bisa menjadi vektor penularan virus demam berdarah dengue (DENV); hanya nyamuk yang termasuk ke dalam genus Aedes — utamanya spesies Aedes aegypti. Spesies lain dalam genus yang sama (termasuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan Aedes scutellaris) juga dapat menjadi vektor, namun ketiganya tidak seefektif Aedes aegypti.
Seekor nyamuk Aedes aegypti menjadi vektor demam berdarah dengue setelah makan darah orang yang terinfeksi virus demam berdarah dengue (DENV). Jika virus demam berdarah dengue sudah masuk ke dalam tubuh nyamuk, virus menyebar di dalam tubuh nyamuk dalam periode yang berlangsung selama delapan hingga dua belas hari. Setelah periode ini, nyamuk yang terinfeksi bisa menularkan virus demam berdarah dengue kepada orang lain.
Baca Juga: Covid-19 Klaster Gowa Tertinggi, Pemprov NTB Minta Jemaah Tabligh Disiplin Isolasi Diri
Umumnya, empat hari sejak digigit nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi DENV, seseorang akan memasuki fase viremia, fase saat tingkat virus demam berdarah dengue dalam darah sedang tinggi-tingginya. Viremia berlangsung selama lima hingga dua belas hari. Pada hari pertama viremia, orang yang terjangkit virus DENV umumnya tidak menunjukkan gejala demam berdarah dengue. Lima hari sejak digigit oleh nyamuk yang terinfeksi DENV, orang tersebut akan mulai menunjukkan gejala demam berdarah dengue; gejala ini akan berlangsung selama satu minggu atau lebih.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia, di mana suhunya tidak lebih dingin dari 10 derajat Celsius. Spesies nyamuk ini membutuhkan iklim hangat, dan karenanya tidak ditemukan di wilayah yang lebih tinggi dari 1.000 mdpl; dan karenanya pula, habitat nyamuk ini berdampingan dengan habitat manusia.
Di banyak wilayah di dunia, wabah demam berdarah dengue terjadi setiap tahun pada musim hujan, saat kondisinya sempurna untuk perkembang-biakan nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti betina umumnya bertelur di atas batas air dalam wadah yang menampung air. Larva nyamuk menetas dari telur ketika wadah dipenuhi air — pada banyak kasus, setelah hujan. Walau demikian, di musim pancaroba seperti sekarang pun spesies nyamuk ini harus diwaspadai.
Baca Juga: Kompak, BEM dan ORMAWA UNRAM Galang Aksi Kemanusiaan Untuk Cegah Corona
Nyamuk Aedes aegypti telah berevolusi sehingga telurnya bisa bertahan di kondisi kering selama beberapa bulan dan baru menetas ketika bersentuhan dengan air. Tidak hanya itu, evolusi yang telah dijalani spesies ini membuatnya menjadi lebih bandel. Ukurannya jadi lebih kecil namun lebih sering menggigit untuk persiapan siklus kawin berikutnya (nyamuk jantan dan betina umumnya makan nektar buah, namun betina secara khusus membutuhkan darah untuk memproduksi telur), karena evolusi juga membuat Aedes aegypti jadi lebih sering bertelur.
Karena itulah, metode kontrol dan pencegahan utama penularan virus demam berdarah dengue adalah memutus rantai penularan di tingkat vektor. Beberapa cara yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah menutup akses kembang biak nyamuk Aedes aegypti dengan manajemen dan modifikasi lingkungan; membuang limbah padat dengan benar dan menghilangkan habitat buatan manusia yang dapat menampung air; menutup, mengosongkan, dan membersihkan bejana penyimpanan air setiap minggu; serta menggunakan insektisida yang tepat untuk wadah penyimpanan air yang berada di luar ruangan. Di Indonesia, anjuran ini atas lebih akrab dikenal dengan 3M: Menguras, Menutup, dan Mengubur.
Baca Juga: 7 Klaster Virus Corona di NTB Terdeteksi, Gubernur Zul Teken SK Tanggap Darurat
Walau demikian, cara tersebut tidak selalu efektif. Demam berdarah dengue tetap menjadi ancaman di wilayah yang padat penduduk dan memiliki musim hujan, di mana potensi kontak antara manusia dan Aedes aegypti sangat tinggi. Terlebih, wadah air — baik yang berada di luar maupun di dalam ruangan — bukan satu-satunya habitat nyamuk Aedes aegypti. Benar nyamuk membutuhkan air untuk menetaskan telur, namun nyamuk dewasa bisa bersembunyi di mana saja. Rak buku, belakang lukisan, bahkan pakaian yang menggantung (terutama yang bekas pakai, karena nyamuk tertarik dengan bau manusia) bisa menjadi tempat nyamuk dewasa bersarang.
Karena itu WHO juga menyarankan perlindungan pribadi dari gigitan nyamuk: mengenakan pakaian yang tidak banyak mengekspos kulit; menerapkan perlindungan rumahan seperti kawat jendela, pengusir nyamuk, dan kelambu. Perlindungan pribadi ini harus diterapkan pada siang hari, masa aktif gigitan nyamuk Aedes aegypti.
(red/Lensamandalika)