Mataram – Meningkatnya kasus positif corona di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) membuat tenaga medis dan petugas lain yang terkait semakin gencar melakukan contact tracking demi menemukan orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan para pasien di tengah masyarakat guna semakin mempersempit ruang penyebaran covid-19.

Berdasarkan identifikasi dari petugas kesehatan, telah di kelompokkan menjadi 7 klaster sumber penyebaran Covid-19 di NTB yaitu Klaster Gowa, Klaster Bogor, Klaster Jakarta, Klaster Sukabumi, Klaster Bali, Klaster Luar Neger (Kapal Pesiar) dan Klaster Transmisi Lokal.

Baca juga:  Mesin rt-PCR Sudah Terpasang, RS Unram Siap Periksa Sampel SWAB Covid-19

Berdasarkan rilis resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Drs. H.Lalu Gita Ariadi, M.Si selaku ketua pelaksana harian gugus tugas percepatan penanganan covid-19 menyatakan bahwa klaster gowa mencatat kasus positif covid-19 paling banyak yakni 10 kasus.

Menurut Lalu Gita, jumlah positif corona dari Klaster Gowa berpotensi terus bertambah karena dari 750 orang warga NTB yang pulang dari Gowa, Sulawesi Selatan telah dilakukan pemeriksaan melalui rapid test dengan hasil 16,5% menunjukkan reaktif dan 83,5% non reaktif. Namun menurutnya, untuk mendapatkan hasil uji yang valid akan dilakukan pemeriksaan swab di Laboratorium Biomedik RSUD Provinsi NTB denga alat rt-PCR.

Baca juga:  Update Kasus Corona di NTB: 37 Positif, 4 Sembuh, 2 Meninggal Dunia

Demi menghindari penularan yang lebih luas, Lalu Gita menegaskan agar semua jemaah tabligh yang pulang dari menghadiri Ijtima’ Ulama di Gowa untuk tetap disiplin melaksanakan isolasi diri, terus meningkatkan kesadaran untuk menjaga keselamatan diri, keluarga dan masyarakat luas.

“Jujur memberikan informasi kepada petugas medis, taat kepada pemerintah adalah bagian dari ajaran agama sehingga kami yakin warga yang pulang dari Gowa akan membantu pemerintah dengan maksimal untuk keselamatan bersama,” tegas Lalu Gita melalui rilis resmi yang dikeluarkan oleh Pemprov NTB.

Dikonfirmasi terpisah, CEO Berugak Lombok yang juga alumni Universiteit Antwerpen Belgia, Supiandi, SE, M.Ec.Dev mengatakan bahwa Klaster Gowa menjadi atensi khusus kedua bagi pemprov NTB setelah Klaster Bogor yang mencatat penularan yang cukup banyak.

Grafis Jalur penyebaran Covid-19 di NTB (Foto: Dok. Berugak Lombok)

Menurut Supiandi, dari grafis diatas secara umum bisa dilihat bahwa virus corona menular melalui kontak langsung/pertemuan. sehingga untuk memutus penularan lebih lanjutnya, solusinya tidak melakukan kontak langsung/pertemuan.

“Klaster Gowa menjadi atensi khusus Kedua. Jika kita membaca lebih detail rilis pemprov, khusus untuk Klaster Gowa tidak disebutkan secara spesifik mereka pernah mengunjungi Gowa, hanya disebutkan pernah melakukan perjalanan ke daerah terjangkit covid19. Lebih bagus jika sudah diyakini mereka mengunjungi Gowa, di mention saja biar masyarakat lebih mudah melakukan tracking, paparnya.

Baca juga:  Opini: Covid-19 di NTB (mungkin) Sudah Ada Solusi

Menurutnya, Tugas mencegah pandemi covid19 bukan hanya tugas tim yang dibentuk pemerintah, tapi tugas semua lapisan masyarakat.

“Kita sudah tau solusinya, tapi kalo kita masih ngeyel atau “pagah” maka jumlah yang positif akan terus bertambah,” tegasnya.

Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Lombok Tengah akan melakukan Rapid Test terhadap ratusan Jamaah Tabligh alumni Gowa, Sulawesi Selatan.

Baca juga:  90 Negara Termasuk Indonesia, Mengantre Utang di IMF Untuk Cegah Corona

Sampai saat ini, sebanyak 85 orang sudah menjalani Rapid Test tersebut. 15 diantaranya, sudah keluar hasil pemeriksaan dan dinyatakan negatif.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) H. Omdah mengatakan, langkah ini merupakan upaya pencegahan penyebaran virus corona khususnya di bumi Tatas Tuhu Trasna, Nusa Tenggara Barat pada umumnya.

H. Omdah mengaku, banyak jamaah tablig alumni Gowa tidak terdata kepulangannya di Loteng. Karena, kesulitan melacaknya, terlebih klaster Gowa ini sangat membahayakan kesehatan keluarga dan masyarakat setempat.

(red/_dwr)