Mataram – Pemerintah provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali merilis penambahan kasus positif COVID-19 dari hasil pemeriksaan SWAB yang dilakukan oleh Laboratorium Biomedis RSUD NTB.

“Terdapat penambahan 11 kasus baru terkonfirmasi positif COVID-19 sehingga total keseluruhan kasus positif corona di NTB menjadi 72 orang” begitu kurang lebih kesimpulan dari rilis resmi yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Porovinsi NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si selaku ketua pelaksana harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Minggu malam (19/4/2020).

Melihat trend perkembangan kasus positif corona di Provinsi NTB, perkembangannya justru semakin naik berselang satu atau dua hari, terlebih dengan adanya alat rt-PCR sebagai alat pemeriksaan SWAB yang sudah terpasang di Laboratorium Biomedis RSUD NTB membuat pemeriksaan kian cepat dan berimbas pada semakin meningkatnya kasus positif yang terdeteksi.

Berbagai imbauan dan kebijakan yang disampaikan demi mencegah meluasnya penyebaran Covid-19 seperti larangan berkerumun, menerapkan social and physical distancing, pelarangan shalat berjamaah dan shalat jumat di masjid, termasuk penutupan pasar tampaknya belum bisa mencegah penyebaran virus corona karena tidak dibarengi dengan kontrol yang ketat terlebih pada orang-orang yang pemprov NTB telah berikan kategori sebagai Populasi Berisiko.

Baca Juga: Dompu Dibobol Corona, PDP yang Meninggal Ternyata Positif Covid-19

Sampai sejauh ini, Pemprov NTB dibawah komando Duo Doktor tampaknya masih berbicara pada tataran hikmah ketimbang langsung konkret siapkan langkah untuk memberhentikan wabah. Masyarakat pantas berbicara demikian lantaran pemerintah masih terkesan lamban, padahal berdasarkan penambahan rilis beberapa hari terakhir, trend penambahan kasus corona berasal dari klaster yang sudah bisa diprediksi, sebut saja klaster Gowa dan Bogor. Artinya, pemprov NTB harusnya sudah lebih sigap menyelesaikan berlangsungnya wabah Covid-19.

Perlu juga menjadi catatan bahwa bertambahnya kasus positif bukanlah indikasi keberhasilan pemerintah seperti yang kerap disampaikan, melainkan sebuah kegagalan karena belum mampu menghentikan laju penyebaran.

Penelusuran redaksi Lensamandalika.com terhadap status facebook Gubernur NTB melalui akun facebook pribadinya Bang Zul Zulkieflimansyah, pada tanggal 25 Maret lalu ketika NTB baru terkonfirmasi 1 pasien positif Covid-19, Ia mengatakan agar masyarakat yang menganjurkannya menutup sementara Bandara dan Pelabuhan untuk tidak berasumsi virus itu dari luar melainkan sudah masuk di Wilayah NTB.

“Jangan berasumsi virus itu dari luar datangnya, Virus itu sudah di tempat kita, bersama kita,” tulis Gubernur.

Gubernur berdalih tidak melakukan lockdown lantaran penerbangan dan pelabuhan di Lombok khususnya sudah sangat sepi. Menurutya, aktifitas yang berlangsung saat itu adalah angkutan-angkutan yg membawa hasil pertanian dari NTB ke luar daerah seperti pisang, cabai dll.

Masih di tanggal 25 Maret, Gubernur Zul mengupload sebuah video yang memperlihatkan kepulangan rombongan pertama Jemaah Tabligh di Pelabuhan Lembar setelah beberapa hari sebelumnya mengikuti kegiatan Ijtima’ Jamaah Tabligh dunia di Gowa, Sulawesi Selatan.

Pada video tersebut tampak Rombongan Jamaah Tabligh melewati petugas yang menyemprot cairan disinfektan sekenanya, tanpa ada arahan tegas untuk untuk benar-benar patuh pada tindakan pencegahan yang dilakukan petugas.

Baca Juga: Mesin rt-PCR Sudah Terpasang, RS Unram Siap Periksa Sampel SWAB Covid-19

Gubernur seolah membantah sendiri ucapannya ketika pada tanggal 31 Maret 2020 yang lalu, Ia kembali mengonfirmasi tambahan dua positif covid-19 di NTB yakni Pasien an. LJ dan YT. Belakangan diketahui, LJ termasuk jemaah tabligh yang baru kembali dari Ijtima’ di Gowa, Sulawesi Selatan dan YT adalah seorang Pendeta yang sempat beraktifitas di Kota Bogor dan Bali sebelum akhirnya teridentifikasi positif Covid-19 di Kota Mataram, NTB.

Pemerintah NTB Kecolongan, harusnya pemprov menyiapkan strategi yang lebih jitu sejak kepulangan pertama Jamaah Tabligh dari Gowa. Meski sudah dilakukan karantina di Asrama Haji Mataram, ratusan Jamaah Tabligh itu akhirnya bisa melenggang pulang dan berkumpul serta berinteraksi kembali dengan masyarakat tanpa adanya pengawasan. Bahkan mirisnya, banyak diantara Jamaah tersebut bisa pulang diam-diam, kabur dari pengawasan petugas tanpa peduli adanya virus corona yang mungkin telah melekat sudah kadung dikandung Badan.

Imbasnya, update terakhir kasus corona di NTB pada Minggu malam (19/4/2020), terdapat 36 orang terinfeksi virus corona dari klaster yang sama, yaitu klaster Gowa. Trend penyebaran virus corona melalui klaster Gowa menjadi yang tertinggi jika dibandingan klaster lainnya, dan sudah menunjukkan adanya penularan kepada orang-orang terdekat yang telah melakukan Kontak erat.

Grafis Jalur Penyebaran Covid-19 di NTB (Foto: Dok. Berugak Lombok)

Hingga saat ini, berdasarkan identifikasi dari petugas kesehatan, sumber penyebaran Covid-19 di NTB telah di kelompokkan menjadi 8 klaster yaitu Klaster Gowa, Klaster Bogor, Klaster Jakarta, Klaster Sukabumi, Klaster Bali, Klaster Luar Neger (Kapal Pesiar), Klaster Transmisi Lokal, dan terbaru klaster Madura.

Penyebaran virus corona melalui klaster Gowa menjadi yang sebarannya paling luas mencakup 9 dari 10 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi NTB. Sebut saja Kota Mataram, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Sumbawa, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumbawa Barat. Dengan demikian, klaster Gowa hanya menyisakan Kabupaten Bima yang belum tersentuh penyebaran covid-19.

Pemerintah kemudian seolah ketar ketir, kembali mendata Jemaah tabligh yang melakukan perjalanan ke Gowa untuk dilakukan deteksi virus corona dengan metode rapid test. Perkembangan terakhir Pada sabtu malam (18/4/2020), pemprov NTB telah melakukan rapid test pada 1.078 Pelaku perjalanan tanpa gejala (PPTG) dengan tujuan Gowa. Hasilnya, 273 orang reaktif Covid-19. Meski rapid test belum bisa menjadi acuan, namun masyarakat perlu tingkatkan kewaspadaan karena sudah tentu orang-orang tersebut telah kontak dengan ribuan orang lainnya.

Baca Juga: Mengganas, Klaster Gowa Tambah Daftar Panjang Kasus Positif di NTB Jadi 61 Orang

Dikonfirmasi di Mataram, Minggu (19/4/2020), CEO Berugak Lombok, Supiandi, SE., M.Ec.Dev mengatakan bahwa pemerintah harusnya bisa lebih wanti-wanti terkait penyebaran covid-19 sejak kasus positif masih bisa dihitung dengan jari. Menurutnya, sejak awal harusnya pemerintah bisa segera mendeteksi populasi berisiko yang baru mulai disebutkan pada rilis Pemprov sejak beberapa hari yang lalu.

Menurut Supiandi, Pemprov NTB diawal-awal virus corona terdeteksi bisa langsung memberlakukan kontrol penuh terhadap populasi berisiko seperti Orang dalam pemantauan (ODP), Orang Tanpa Gejala (OTG) dan PPTG.

“Untuk menertibkan yang masih ngeyel itu, jika mereka tidak mau diatur dengan halus, pemerintah bisa melakukannya dengan paksaan. Hal tersebut bisa dilakukan karena pemerintah telah diberikan mandat untuk hal itu, Memaksa segelintir orang lebih baik daripada mengorbankan semua orang,” jelasnya.

Selain itu kata Supiandi, pemerintah harusnya memberlakukan karantina total termasuk menanggung semua kebutuhan hidup seluruh populasi berisiko bersama keluarganya hingga selanjutnya bisa dipastikan bahwa mereka tidak menularkan ke orang lain jika ada yang terdeteksi terinfeksi Covid-19.

Lebih lanjut, Supiandi juga mengatakan bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada penanganan wabah, sebelum menuju pada kebijakan untuk pengendalian dampak ekonomi.

Baca Juga: 7 Klaster Virus Corona di NTB Terdeteksi, Gubernur Zul Teken SK Tanggap Darurat

“Ekonomi bukan masalah utama, permasalahan utamanya adalah wabah yang menyebar dan menyebabkan orang sakit sehingga tidak bisa beraktifitas. Oleh karena itu, Sembuhkan dulu yang sakit baru kemudian berikan stimulus ekonomi sebanyak-banyaknya,” papar alumni Universiteit Antwerpen Belgia itu.

Kondisi sekarang ini kata Supiandi, masyarakat sudah tidak terlalu mengindahkan himbauan pemerintah untuk menerapkan social and physical distancing karena sibuk berkerumum di pasar-pasar, berdebat di kantor-kantor dan balai desa terkait data penerima Sembako, Subsidi Listrik, kartu PraKerja, BLT, PKH dan bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Tampaknya benar analisis yang disampaikan oleh Supiandi, mengingat Ratusan miliar dana yang ada di Provinsi NTB sejauh ini lebih banyak diperuntukkan untuk penanggulangan dampak ekonomi ketimbang fokus untuk penyelesaian penyebaran wabah.

Baca Juga: Pilkada Serentak di NTB Ditunda, Dana 140 Miliar Dialihkan Untuk Pencegahan Corona

Buktinya, Dinas Kesehatan (Dikes) di beberapa Kabupaten dan Kota di NTB masih kesulitan anggaran untuk pengadaan alat tes massal Covid-19, Rapid Diagnostic Test (RDP).

Salah satunya sebut saja Dikes Kabupaten Lombok Tengah. Berdasarkan penuturan salah satu tenaga medis di RSUD Praya, Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah mengaku kesulitan anggaran untuk pengadaan alat Rapid Test, padahal telah banyak beredar di media terkait anggaran di Kabupaten Lombok Tengah sejumlah 50 Miliar yang akan digunakan untuk penanggulangan corona.

Tetapi lagi-lagi, dana tersebut kebanyakan hanya untuk penanggulangan dampak ekonomi, bukan terfokus pada penyelesaian segera wabah corona. Padahal jika mau hitung-hitungan, pengadaan alat rapid test di Kabupaten Lombok Tengah tidak sampai menghabiskan 5% dari total anggaran sejumlah 50 miliar itu.

Baca Juga: Tangani Dampak Corona, Pemkab Loteng Gelontorkan Dana 50 Miliar

Terpisah, Pegiat Pariwisata Nasional asal Nusa Tenggara Barat (NTB) Taufan Rahmadi mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi NTB untuk segera mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada Pemerintah Pusat.

Menurut Taufan dengan adanya berbagai klaster sebagai induk penyebaran Covid-19 di NTB, berpotensi memunculkan oknum-oknum yang sulit diarahkan sehingga bisa menyebabkan penyebaran yang semakin meluas.

“Hal yang menjadi penting juga ialah, dengan PSBB dapat menjadi payung hukum yang lebih kuat bagi aparat dan semua instansi terkait untuk melakukan pengawasan di lapangan,” jelas founder Temannya Wisatawan itu.

Baginya yang utama saat ini adalah bagaimana mencegah penularan yang semakin banyak sehingga semuanya benar-benar terjaga dan warga NTB selamat.

“InsyaAllah kalau di NTB sedikit yang tertular maka akan memberi kemaslahatan buat kita semua,” paparnya.

(Red/Lensamandalika)