Lombok Tengah – Kementerian Perhubungan telah menindaklanjuti perintah Presiden Jokowi yang melarang mudik dengan menerbitkan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020.
Dalam Permenhub itu, mulai 24 April 2020, seluruh aktivitas penerbangan dalam dan luar negeri dihentikan. Artinya pesawat komersial dilarang mengangkut penumpang keluar atau masuk wilayah dengan zona merah penyebaran virus corona.
Hal itu diatur dalam Pasal 19 Permenhub yang berbunyi:
Larangan sementara penggunaan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf d merupakan larangan kepada setiap warga negara melakukan perjalanan di dalam negeri melalui bandar udara dari dan ke wilayah yang ditetapkan sebagai pembatasan sosial berskala besar dan/atau zona merah penyebaran corona virus disease 2019 (covid-19) baik dengan menggunakan transportasi umum maupun transportasi pribadi.
Penutupan sementara Penerbangan Komersial di Seluruh wilayah Indonesia juga termasuk penerbangan komersial dari, dan menuju NTB melalui Bandara Internasional Lombok (BIL) yang berlokasi di Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
Meski sebagian kalangan menyebutnya dengan Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM), namun pantauan terakhir dari Redaksi Lensamandalika.com, Minggu 12 April 2020 ketika kembali dari Bima, nama bandara masih belum diganti oleh PT. Angkasapura I selaku otoritas pengelola Bandara Internasional Lombok.
Polemik perubahan nama bandara yang berakhir dengan serangkaian penolakan dan aksi tandingan yang melibatkan tokoh-tokoh kenamaan NTB tampaknya belum mampu mendesak PT. Angkasapura I untuk mengganti plang nama BIL menjadi BIZAM.
Meski sempat dimintai langsung oleh Gubernur Provinsi NTB untuk segera memasang plang nama Bandara Internasional Zainudin Abdul Madjid melalui surat resmi bertanggal 15 November 2019, pihak Angkasapura I bergeming dengan tidak merubah plang nama Bandara Internasional Lombok hingga hari ini (24/4/2020).
Tampaknya PT. Angkasapura I masih memperimbangkan kemungkinan gejolak yang akan terjadi ditengah masyarakat sebagai imbas dari perubahan nama bandara sehingga belum berani mengabulkan permintaan Gubernur untuk mengubah plang BIL menjadi BIZAM.
Berdasarkan Permenhub Nomor 39 Tahun 2019 yang salah satu isinya mengatur tentang mekanisme dan prosedur pengusulan nama dan pergantian nama Bandar Udara dijelaskan:
(1) Usulan penetapan nama bandar udara disampaikan pemrakarsa kepada Menteri setelah koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota tempat bandar udara tersebut berada.
(2) Pengusulan penetapan nama bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
- Surat persetujuan Gubernur,
- Surat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
- Surat persetujuan bupati/walikota.
- Surat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat daerah kabupaten/kota.
- Surat Persetujuan masyarakat adat setempat jika ada.
- Surat persetujuan atas penggunaan nama yang bersangkutan atau ahli waris dalam hal penamaan nama Bandar Udara menggunakan nama tokoh dan/atau pahlawan setempat.
- Surat persetujuan dari pengelola Bandar Udara apabila Bandar Udara tersebut telah dioperasikan.
- Bukti publikasi usulan perubahan nama Bandar Udara melalui media cetak dan/atau elektronik.
- Surat pernyataan bahwa tidak ada pernyataan keberatan dari masyarakat atau lembaga /organisasi masyarakat setelah dilakukan publikasi usulan perubahan nama Bandar Udara melalui media cetak dan/atau elektronik terkait usulan perubahan nama Bandar Udara.
(red/Lensamandalika)