Opini – Di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi menyebutkan bahwa ada 3 tujuan yang harus dicapai dan dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi sebagai epicentrum pembinaan dan pencetak generasi muda yang akan melanjutkan cita – cita kemerdekaan yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan terakhir adalah pengabdian kepada masyarakat. Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan ruh yang melakat dan akan selalu dibawa sebagai pengejawantahan tujuan dan cita – cita luhur perguruan tinggi di Indonesia.
Ditengah situasi dan kondisi dimana semakin meluasnya virus corona khususnya di NTB dengan data terakhir ada 230 pasien yang dinyatakan positive terjangkit covid – 19, ini menandakan bahwa kondisi NTB bukan lagi dalam kondisi yang aman atau normal dalam memberikan penanganan terhadap wabah ini. Dengan bertambahnya pasien yang positif disetiap waktunya mendorong semua komponen harus menyatakan sikap siap dan ikut berperang melawan virus corona ini.
Salah satu cara terbaik adalah dengan memaksimalkan pembagian peran dan kerja mulai dari individu, masyarakat, komunitas, organisasi, pemerintah tak terkecuali juga perguruan tinggi yang ada di Nusa Tenggara Barat. Karena kita telah sama – sama mengetahui bahwa dari kondisi yang mengharuskan setiap orang untuk membatasi diri dalam aktivitas dan interaksi sosial, dampak yang ditimbulkan oleh covid – 19 ini tidak hanya pada sistem kesehatan pasien atau orang yang terpapar saja, tetapi juga berdampak kepada rutinitas dan kebiasaan manusia sebagai invididu, kehidupan sosial bermasyarakat, ibadah, termasuk juga berdampak kepada kebijakan poitik yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, terlebih lagi sangat berdampak kepada kehidupan ekonomi.
Namun sayangnya pembagian tugas dan peran ini tidak benar – benar dapat dijalankan sebagai mestinya terutama di kampus yang diharapkan kehadirannya untuk memberikan gagasan dan solusi dalam memutus penyebaran virus dan membersamai masyarakat agar kuat dan mampu bangkit ditengah kondisi yang sedang tidak baik ini.
Namun sampai dengan saat ini geliat kampus dalam mengambil peran – peran strategis belum benar – benar nampak dan kelihatan manfaatnya terutama bagi masyarakat langsung yang merupakan isi dan tujuan dari salah satu tri dharma perguruan tinggi. Kita ambil contoh salah satu kampus negeri yang ada di NTB yang bisa kita jadikan acuan dan tolak ukur untuk menilai kampus – kampus lainnya. Kita ambil contoh Universitas Mataram (karena penulis adalah mahasiswa aktif universitas mataram).
Dampak yang langsung dirasakan oleh dunia pendidikan dari mewabahnya virus ini adalah berubahnya sistem belajar mengajar yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka didalam ruang kelas beralih menjadi sistem perkuliahan dalam jaringan (daring) dan mahasiswa berada dirumah masing – masing.
Pada awal penerapan, mahasiswa banyak mengeluhkan karena kebijakan yang dikeluarkan oleh Unram ternyata tidak bijak. Pasalnya kuota internet yang digunakan untuk mengakses pembelajaran online harus ditanggung sendiri oleh mahasiswa. Setelah banyak cuitan yang berderar di media sosial mengenai keluhan mahasiswa, baru unram mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi internet kepada mahasiswa sebesar Rp. 50.000,00/ mahasiswa selama tiga bulan.
Hal tersebut perlu dan patut untuk diapresiasi meskipun hal tersebut sebenarnya merupakan hak dasar mahasiswa untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas pembajaran karena mahasiswa sendiri sudah membayarkan uang biaya kuliah atau UKT karena kampus sendiri yang selalu menggunakan logika dan konsep “Jual – beli ” dalam pengelolaan pendidikan tinggi.
Maka sudah sepatutnya mahasiswa mengeluh dan menagih kebijakan kampus dalam sistem kuliah daring ini, jika dalam situasi normal pembiayaan kuliah mahasiswa dapat diukur dari fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran serta pelayanan lainnya yang diberikan kampus kepada mahasiswa, maka dalam situasi seperti semua fasilitas tersebut tidak dapat digunakan karena semuanya serba dari rumah, maka kuota internet adalah hak dasar mahasiswa yang harus dipenuhi oleh kampus. Oleh sebab itu, tidak tepat ketika kampus melabelkannya dengan istilah bantuan ataupun subsidi.
Secara umum mayoritas terbesar mahasiswa universitas mataram adalah putra – putri asli NTB dengan latar belakang pendapatan ekonomi orang tua berasal dari petani, nelayan, buruh, wirausahawan, pegawai swasta, ASN dan sebagian kecilnya dari kalangan pengusaha/pembisnis,TNI/Polri.
Ada apa dengan ekonomi orangg tua ? karena sistem pembiayan perkuliahan kampus hari ini berdasarkan dari pedapatan ekonomi orang tua atau pihak yang membiayai.
Virus corona seperti yang kita ketahui sangat berdampak kepada keadaan ekonomi. Apalagi NTB dengan mayoritas masyarakatnya berpenghasilan sebagai petani yang dalam beberapa waktu ini sudah mulai melakukan panen dimasing – masing komoditas yang ditanamnya seperti jagung, kacang, padi, kedelai dan lain sebagainya.
Dalam situasi yang seperti ini jika pemerintah tidak mampu untuk tetap mengontrol dan menjaga stabilitas harga panen atau menjaga agar tidak terjadi permainan harga oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab seperti yang terjadi sebelum – sebelumnya setiap menjelang musim panen maka sangat riskan dan rentan masyarakat akan menghadapi dampaknya langsung berupa krisis ekonomi yang berat.
Apabila hal tersebut tidak bisa dihindari maka bukan hal yang mustahil jika akan banyak mahasiswa yang gagal melanjutkan studinya karena sebab tidak mampu membayar biaya kuliah (UKT). Virus corona ini saja sudah berdampak apalagi jika ditambah dengan hal tersesbut.
Semua pihak khususnya lembaga pendidikan (kampus) pasti tidak menginginkan adanya mahasiswa yang gagal melanjutkan studinya dikarenakan tidak mampu membayar biaya kuliah akibat dari mewabahnya virus corona (covid – 19) ini. Dan kampus tidak harus menunggu masyarakat benar – benar mengalami krisis ekonomi dan menjerit baru tergerak untuk mengeluarkan kebijakan.
Kebijaksanaan kampus dalam mengeluarkan kebijakan pada masa – masa sulit seperti ini amatlah sangat membantu dan bermanfaat bagi ribuan masyarakat NTB dan pasti lebih bernilai dari kegiatan – kegiatan serimonial yang dilabelkan dengan nama pengabdian.
Kampus dapat mengeluarkan kebijakan seperti dengan kebijakan penghapusan biaya kuliah (UKT) semester depan untuk dapat mambantu, meringankan dan meyelamatkan putra – putri NTB untuk dapat melanjutkan pendidikannya tanpa terkendala biaya Karena dengan kondisi yang sulit seperti saat ini cukuplah membuat nurani kampus untuk tergerak dan insyaf agar lebih manuasiawi dalam mengelola amanah pendidikan, meskipun pasca krisis ini kampus akan kembali mengelola rumah tangganya dengan konsep “Jual – Beli Pendidikan”.
Namun sampai dengan hari ini, bertepatan dengan hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 02 mei, rasa – rasanya belum ada kampus yang benar – benar hadir dan bersikap konsisten dengan tri dharma perguruan tinggi “Pengabdian kepada masyarakat” dilihat dari sisi kebijakan yang dikeluarkan khususnya kepada mahasiswa selama pandemi ini.
Bahkan beberapa hari sebelum tulisan ini penulis buat, ramai di media sosial aksi media yang dilakukan oleh mahasiswa yang bertujuan untuk menyadarkan kampus bahwa kondisi perekonomian orang tua mahasiswa hari ini sedang tidak baik – baiknya saja.
Dua kebijakan yang penulis sampaikan diatas hanya sedikit dari banyaknya kebijakan yang dapat dikeluarkan oleh kampus terutama dalam membuktikan bahwa pengabdian masyarakat yang ada didalam tri dharma perguruan tinggi tidak dilaksanakan sebatas sebagai agenda ceremonial semata, dan saat ini adalah saat yang paling tepat untuk melihat serta membuktikan konsistensi dan keberpihak kampus untuk tetap membersamai masyarakat.
Dan pada akhirnya tak ada kejadian yang tak membawa hikmah dan kita pasti memiliki kesimpulan masing – masing tentang hikmah yang dapat diambil dari adanya wabah ini. Namun hal yang mendasar yang dapat kita insyafi adalah wabah ini datang seperti mengoreksi kebiasaan – kebiasaan dan rutinitas kita baik secara pribadi maupun kelompok.
Saat ini peran dan kontribusi kitalah yang terpenting untuk menang dalam peperangan ini baik secara pribadi terlebih – lebih sebagai kelompok dan lebih khusus kepada pihak yang dapat menghadirkan kebermanfaatan dengan kebijakannya. “Indonesia darurat pandemi, Kampus jangan darurat nurani”. (Red/Letter A)