Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan oleh Panglima Serdadu Eks Trimata Nusantara Ruslan Buton. Sidang perdana seharusnya dijadwalkan digelar hari ini, Rabu (10/6), namun terpaksa ditunda karena pihak tergugat dalam hal ini Polri tidak hadir dalam persidangan.

“Sidang ditunda hingga Rabu minggu depan tanggal 17 Juni 2020,” ujar hakim menutup sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya.

Sementara itu, ditemui usai persidangan, Kuasa Hukum Ruslan, Tonin Tachta kecewa kepada Polri karena tidak memenuhi panggilan majelis hakim. Padahal sudah ada panggilan yang dilayangkan oleh juru sita pada Kamis (4/6) lalu.

“Artinya disuruh masyarakat menghargai hukum, ternyata mereka (Polri) tidak menghargai hukum dengan tidak datang,” kata Tonin.

Dia pun berharap sidang pekan depan tidak lagi ditunda akibat pihak Polri tidak memenuhi panggilan majelis hakim. Dengan begitu, bisa dibuktikan keabsahan penatapan tersangka kepada Ruslan di mata hukum.

“Kita buktikan bahwa Ruslan ini bukan tersangka seperti yang disangkakan, karena kalau dia jadi tersangka itu dia harus dipanggil dulu diperiksa dulu sebagai calon tersangka,” jelasnya.

Sebelumnya, Ruslan Buton ditangkap polisi pada Kamis (28/5) siang. Dia diduga digelandang polisi akibat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana salah satu poinnya meminta agar Jokowi mundur. Dia merasa kepada Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19. Dia bahkan sempat berujar tidak menutup kemungkinan ada revolusi rakyat jika Jokowi tak kunjung melepas jabatannya.

Kabar penangkapan ini dibenarkan oleh Kepala Penerangan Komando Resimen Militer (Kapenrem) 143/Kendari, Mayor Sumarsono. “Ya (Ruslan Buton ditangkap) dari berita kita tahunya juga,” kata dia kepada awak media via JawaPos.com, Kamis (28/5).

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman pidana 6 tahun dan/atau Pasal 207 KUHP, dengan ancaman penjara 2 tahun. (Red/LM)