Lensamandalika.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kasta NTB melakukan hearing dengan manajemen Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Lombok lantaran mencium aroma praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ditubuh lembaga pendidikan yang mencetak tenaga terampil di bidang kepariwisataan tersebut.
Semula, LSM Kasta akan melakukan aksi demo di Poltekpar Lombok, namun karena kondisi penyebaran wabah covid-19 yang masih terjadi di Lombok Tengah akhirnya aksi tersebut diurungkan dan diganti dengan melaksanakan hearing pada Kamis, (18/6) lalu.
Pada kesempatan hearing tersebut, LSM Kasta NTB hadir bersama puluhan anggotanya. Sementara dari Manajemen Poltekpar Lombok langsung dihadiri oleh Direkturnya yakni DR. Hamsu Hanafi, MM didampingi oleh Pembantu Direktur I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan DR. Farid Said, Pembantu Direktur II bagian umum DR. Muhammad Yahyadin serta Kasubbag Administrasi Umum Heri Sastrawan.
Dalam pemaparannya, Ketua Dewan Pembina LSM Kasta NTB Lalu Wink Haris (LWH) menyoroti beberapa hal yang berkaitan dengan carut-marutnya manajerial di Poltekpar Lombok salah satunyanya adalah adanya potensi dugaan praktek KKN yang terindikasi dilakukan oleh manajemen Poltekpar Lombok berdasarkan laporan pengaduan dari masyarakat.
Baca Juga: Bantu Pemerintah Cegah Corona, Ini yang Dilakukan ITDC di Mandalika dan Nusa Dua
Menurut LWH, dugaan praktik KKN tersebut muncul karena tidak adanya transparansi dari Manajemen Poltekpar Lombok kepada masyarakat dalam rangka bersama-sama membangun generasi siap kerja di bidang kepariwisataan.
“Salah satu yang membuat kami kecewa adalah karena ketidakmampuan Poltekpar Lombok untuk mewisuda mahasiswanya sejak pertengahan tahun 2019 yang lalu. Mereka seharusnya diwisuda pada akhir tahun kemarin, tapi hingga saat ini masih luntang lantung tidak karuan statusnya, terganjal masalah akreditasi. Ini artinya, Poltekpar sudah melakukan pembodohan dan pembohongan publik,” keluh LWH.
Menurutnya, persoalan subtantif menyangkut aturan aturan yang berkaitan dengan izin operasional yang belum dilengkapi menimbulkan kerugian pada masyarakat khususnya di Kabupaten Lombok Tengah yang pada awalnya sangat berharap lembaga Poltekpar Lombok bisa berjalan dengan profesional.
Baca Juga: Bupati Lombok Tengah Galakkan Program Cadarisasi Bagi PNS Muslimah Antisipasi Penyebaran Corona
“Lembaga ini milik Kementerian, milik pemerintah pusat yang harusnya tidak perlu ada persoalan administratif seperti itu. Ini yang kita sesalkan, karena mahasiswa yang tidak bisa di wisuda itu sudah satu tahun menganggur. Jangan remehkan, itu bukan hal sembarangan,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga menuding manajemen Poltekpar Lombok tidak transparan dalam hal proses rekrutmen kepegawaian karena tidak adanya publikasi terbuka kepada masyarakat berkaitan dengan hal tersebut.
Menurut LWH, kedatangan manajemen Poltekpar Lombok diawal-awal harusnya bisa membina dan selanjutnya mendelegasikan tugas-tugas tersebut kepada Putra-putri daerah Lombok Tengah yang juga tidak kalah saing SDMnya, apalagi di bidang pariwisata.
“Bukan justeru memelihara semacam dinasti di Poltekpar Lombok ini. Kita menginginkan proses regenerasi karena Bapak-bapak (Manajemen Poltekpar, red) dengan kemampuan yang ada dulu diutus ke Lombok untuk membina, merintis lembaga pendidikan ini. Ketika kesannya sudah mapan dan mampu berdiri sendiri, maka serahkan itu kepada orang-orang kami (Masyarakat Lombok Tengah, red) yang punya sumber daya yang kualifikasinya bagus. Kriteria mereka memiliki standar dan kelayakan untuk menduduki jabatan-jabatan apapun di Poltekpar ini,” sesalnya.
Baca Juga: Sambut MotoGP Mandalika, BIL Tambah Daya Tampung Jadi 7 Juta Penumpang per Tahun
LWH menyesalkan adanya kesan penguatan kelompok-kelompok dari kalangan keluarga manajemen Poltekpar Lombok yang menduduki jabatan strategis baik di tataran manajemen maupun tenaga pengajar.
“Saya bisa buktikan nanti, ada praktek-praktek nepotisme yang dilakukan disini yang menyangkut kepentingan direktur dan jajarananya. Saya sebut ini karena kami berani pertanggung jawabkan, kami punya data. Tentang terjadinya diskriminasi, perlakuan bapak terhadap kawan-kawan kami yang dari Lombok ini,” bebernya.
Pada prosesi hearing tersebut, salah satu anggota LSM Kasta sempat tersulut emosi sehingga menimbulkan ketegangan yang mengakibatkan proses hearing terhenti beberapa saat. Namun hal tersebut bisa diredam oleh anggota lainnya sehingga hearing kembali berjalan dengan kondusif.
Sementara itu, tanggapan dari Manajemen Poltekpar Lombok melalui direkturnya DR. Hamsu Hanafi yang membenarkan bahwa pelaksanaan wisuda harusnya telah dilaksanakan pada akhir tahun 2019 karena adanya aturan yang harus diikuti dari Ristekdikti yakni proses re-akreditasi kampus setelah berjalan selama dua tahun.
“Kalau saat itu di wisuda dengan nilai akreditasi yang masih C, dikhawatirkan menimbulkan beban bagi alumni, apalagi kalau hendak mendaftar sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau mendaftar sebagai pegawai di BUMN. Kami minta pertimbangan ke Pusat, ternyata Poltekpar Palembang juga keadaannya sama. Hal tersebut juga membebani pikiran kami” jelasnya.
Pihaknya mengaku telah mengundang orang tua/ wali mahasiswa terkait hal tersebut sehingga menemukan solusi yakni memberikan surat keterangan bisa bekerja. Dirinya mengaku bahwa Poltekpar Lombok telah mengambil konsultan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan dari asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) agar bisa mempercepat proses keluarnya akreditasi.
“Kami sempat mengundang untuk visitasi oleh pihak asesor ke Kampus Poltekpar Lombok namun terkendala penyebaran pandemic covid-19. Kalau memungkinkan mereka akan segera lakukan visitasi atau akan dilakukan melalui online. Jika tidak ada kendala, pada bulan September yang akan datang akan dilakukan wisuda secara bersamaan terhadap mahasiswa di 6 lembaga pendidikan dibawah naungan Kemenpar” jelasnya.
Selanjutnya DR. Hamsu menyebutkan bahwa secara keseluruhan civitas Poltekpar Lombok sekitar 96-97 % adalah warga Nusa Tenggara Barat (NTB). Sementara untuk pegawai, sekitar kurang lebih 80-85% adalah putra daerah.
“Berkaitan dengan rekrutmen, kami dapat petunjuk teknisnya dari Kementerian. Tidak semata-mata langsung melakukan perekrutan, terutama tenaga instruktur. Waktu perekruratan pertama tenaga pengajar, yang menjadi persyaratan mutlak adalah yang memiliki gelar akademik di bidang kepariwisataan sehingga membuat kami sedikit kesulitan ,” paparya.
DR. Hamsu juga menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya terpilih dengan suara tertinggi untuk menjadi Direktur di Poltekpar Makassar namun pada akhirnya ditugaskan di Poltekpar Lombok karena kurangnya tenaga pengajar berlatar belakang pariwisata dan saat ini telah menjabat selama empat tahun dan menjadi tahun terakhirnya sebagai Direktur Poltekpar Lombok.
“Saya kalau bisa memilih lebih baik di kampung halaman, walaupun disini juga saya senang. tetapi sudah ada peraturan menterinya yang mengatur,” ungkapnya.
Sejauh ini menurut DR. Hamsu, tenaga pengajar yang merupakan putra daerah telah mengikuti orientasi baik dalam maupun luar negeri dengan tujuan ketika kembali sudah bisa menyebar ke program studi yang ada sehingga tidak lagi tejadi keterbatasan tenaga pengajar yang sesuai dengan petunjuk teknis dari Kemenpar dan Ristekdikti.
Audiensi tersebut selengkapnya bisa di saksikan pada link berikut ini.