Mandalika – Pakar hak asasi manusia PBB mengatakan mega-proyek pariwisata Mandalika di Nusa Tenggara Barat telah menggusur penduduk lokal dan pribumi, dan menghancurkan rumah, ladang, sungai, dan situs keagamaan di daerah tersebut.

Dalam mengembangkan area seluas 2 hektar itu, Pelapor khusus PBB tentang kemiskinan ekstrem dan Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa penduduk setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi, dan diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi.

Sejumlah bisnis dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (the Asian Infrastructure Investment Bank/AIIB) yang mendanai proyek yang masih dalam taraf pembangunan itu, lanjutnya, gagal melakukan uji kelayakan untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi dan mempertanggungjawabkan bagaimana mereka mengatasi dampak buruk hak asasi manusia.

De Schutter mengatakan pembangunan Mandalika menginjak-injak hak asasi manusia (dan) secara fundamental tidak sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

“Sekarang sudah bukan waktunya untuk melakukan proyek infrastruktur pariwisata transnasional besar-besaran yang hanya menguntungkan segelintir pelaku ekonomi, bukan penduduk secara keseluruhan,” katanya dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir dari Reuters, Jumat (2/4).

Terakhir, De Schutter menyarankan agar pemerintah yang ingin membangun kembali pasca COVID-19 harus fokus pada pemberdayaan masyarakat lokal, meningkatkan mata pencaharian, dan memungkinkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan.

Terkait hal tersebut, pengamat Pariwisata Nasional Taufan Rahmadi melalui rilis yang diterima redaksi Lensa Mandalika mengatakan bahwa statemen dari pelapor HAM PBB menunjukkan betapa strategisnya Mandalika sebagai salah satu Destinasi Pariwisata SuperPrioritas di mata dunia.

“Sehingga apa  yang menjadi progres pembangunannya di lapangan terlebih yang berkaitan dengan hajat hidup dan kesejahteraan msyarakat tetap dipantau dan menjadi pusat perhatian internasional, ” ungkap Taufan.

Proyek Mandalika, Kata Taufan, tidak mungkin untuk dihentikan lantaran dalam proses pembangunannya telah menelan investasi trilyunan. Apalagi dengan akan diselenggarakannya MotoGP.

“Ada harapan sangat besar dari Masyarakat bahwa proyek ini dapat menjadi momentum kebangkitan ekonomi di tengah pandemi, ” imbuhnya.

Oleh karena itu, founder Temannya Wisatawan itu berharap agar apa yang disampaikan oleh pelapor HAM PBB itu mendapat perhatian serius dari pemerintah, mengingat bahwa pariwisata adalah sektor andalan prioritas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Saya yakin pemerintah dapat mengambil langkah-langkah penyelesaian yang lebih adil, lebih bermartabat dan membawa kemanfaatan yang besar bagi daerah, negara dan segenap masyarakat,” pungkasnya. (Red/LM)