LensaMandalika- Pada momentum hari pendidikan 2 Mei 2021, coba kita mulai dengan Muara pembangunan pendidikan yang tercermin pada tujuan Negara dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tentu untuk tercapainya tujuan mulia yang diamanatkan itu, Pemerintah sebagai aspek paling penting untuk mewujudkannya dengan kepemilikan wewenang mengatur kebijakan dalam sektor Pendidikan.

Pemerintah wajib memastikan bahwa pendidikan terselenggara dengan baik mengenai biaya pendidikan, fasilitas dan elemen pendukung lainnya.

Hal ini, secara jelas diatur dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 yaitu, “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

Dari uraian diatas penulis dalam hal ini mengajak masyarakat merefleksikan keadaan Pendidikan di NTB. Saban hari Kualitas Pendidikan di NTB membuat kita tercengang dengan keterpurukannya. Semuanya bukan tanpa data, kualitas pendidikan di NTB urutan 33 dari 34 Provinsi di Indonesia. Hal itu dibenarkan oleh kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB (Radar Lombok, 2019).

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2019, jumlah satuan pendidikan di Indonesia lebih dari 215 ribu. Dari total tersebut, sekolah yang memiliki standar mutu baik hanya sekitar 40 ribu atau 18,8 persen saja. Untuk wilayah Provinsi NTB, tentu memiliki porsentase lebih kecil lagi karena peringkat 33. Buktinya jumlah SMA sebanyak 314 sekolah.

Namun yang memiliki standar baik hanya 26 SMA atau sebesar 12,07 % saja. Apalagi SD dan SMP sebagai wadah pendidikan yang tersebar diberbagai daerah atau pelosok. Tentu dengan porsentase yang kecil tersebut tanpa dipaparkan panjang lebar Masyarakat dapat menyimpulkannya dengan bijak.

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mengagendakan sebuah kerangka “NTB Gemilang” dengan point 3. NTB sehat dan cerdas. Cita-cita tersebut belum menemui tanda-tanda tercapai, karena fokus Pemprov NTB hanya lebih kepada jenjang S2.

Tentu sangat bertolak belakang jika ingin memperjuangkan pendidikan di klaster tinggi tapi diklaster menengah kebawah babak belur. Dalihnya karena SMP, SD, dan PAUD merupakan kewenangan Pemkab/Pemkot.

Dari segi persepsi saja Dinas Dikbud NTB terkesan lepas tangan dan membuat sekat pemisah tentang tanggung jawab moril Sekolah menengah kebawah dengan Sekolah Menengah Atas.

Sebenarnya, banyak hal yang harus dilakukan untuk bisa menaikkan peringkat pendidikan NTB. Misalnya saja dari sisi standar tenaga kependidikan. NTB kekurangan guru PNS dan ditutupi dengan guru tidak tetap (honorer). Tapi kadang Guru Honorer tidak diperhatikan serius, terutama SK mereka yang belum jelas.

Pemberian gaji serta mutu kualitas Guru Honorer tersebut luput dari perhatian pemerintah. Misalnya dengan mengadakan pelatihan serta pemberian insentif sebagai support kesejahteraan Guru Honorer. Sesuatu yang ihwal jika ingin pendidikan NTB baik akan tetapi gurunya tidak sejahtera baik dalam Ekonomi maupun dari tekanan Mental beban mengajar.

Jumlah guru honorer mencapai 7.200 orang (Radarlombok,2019) , angka yang sangat pantastis tidak dapat mengimbangi kualitas pendidikan, apalagi kalau bukan karena kurang diperhatikan.

Selain aspek tenaga pendidikan, dari fasilitas sekolah-sekolah yang tidak merata dan tidak memadaipun merupakan buah dari pengabaian pemerintah kepada sektor pendidikan.

Beberapa kali BEM Universitas Mataram mengadakan program Kampung Kreasi dimana sektor yang disorot ialah Pendidikan. Sering mahasiswa turun ke sekolah-sekolah untuk memabantu memberikan pendidikan kepada anak-anak di desa tersebut.

Hal miris yang di dapati ialah fasilitas sekolah yang tidak memadai contohnya SDN 2 Sambakdui di Slemang Lombok tengah lantai kelasnya pun belum dikeramik. Apalagi berbicara tentang fasilitas Ac, LCD, dll seperti di perkotaan.

NTB belum benar-benar serius, pendidikan di dekat kota provinsipun masih menyayat hati. Apalagi kondisi sekolah dipelosok-pelosok daerah di Sumbawa dan Bima? Tidak perlu menghayal.

Mari kita dorong pemerintah untuk serius lagi, dan kita sebagai masyarakat lebih-lebih Mahasiswa harus aktif memberikan kritikan dan solusi. Sebagai agent of change sudah sewajarnya kita bergerak, karena banyak hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan kedepannya.

Kualitas pendidikan tidak dalam polemik untuk diperdebatkan. Yang penting kita jujur menguurai masalahnya, dan pemerintah legowo menerima masukannya.

Saat Pandemi Covid-19 menjadi tantangan besar, dengan maraknya gelandangan di persimpangan-persimpangan, banyaknya terjadi kenakalan remaja, dan tentu kasus-kasus yang pelakunya adalah anak usia sekolah.

Penulis beranggapan bahwa belajar dari rumah tidaklah efektif dan hasil evaluasi pemerintah terhadap belajar dari rumah tidak jujhur dan transparan sehingga korbannya tentu menyasar anak-anak sekolah.

Potret dari selurh uaraian diatas tercermin dalam IPM NTB tahun 2020 sebesar 68,25 peringkat 29 dari 34 Provinsi di Indonesia. IPM NTB jauh berada dibawah IPM Nasional sebesar 71,94. (BPS, 2020). Pemerintah tidak bisa mengelak dan tutup mata.

Pendidikan harus menjadi perhatian karena tersebut berkaitan dengan SDM NTB kedepan. Jika SDM tidak kompeten maka pembangunan pesat yang terjadi di NTB pemainnya ialah masyarakat luar daerah bahkan masyarakat Asing. (Red/Letter A)