Lensamandalika.com – Sengkarut lahan di Kawasan Ekonomi khusus Mandalika sepertinya belum akan berakhir. Kali ini Saye alias (Haji) Amaq Maya, memutuskan memblokade jalur bypass Jalan Kawasan Mandalika di Dusun Sunggung Desa Mertak Kecamatan Pujut Lombok Tengah yang baru saja dikerjakan oleh salah satu PT. Pemenang Tender pembuatan akses By-Pass ke arah dermaga PELABUHAN Awang. Pemblokiran dilakukan sejak senin 12 September 2021 yang lalu.

Pengerjaan badan jalan yang sudah mulai dilakukan penimbunan LPA ini terpaksa di pagari oleh Amaq Maya sebagai buntut kekecewaan atas penguasaan tanahnya secara sepihak oleh ITDC. Amaq Maya mengaku, tanah tersebut sudah didiami sejak ayahnya termasuk dirinya sendiri lahir di tempat tersebut 64 tahun silam.

Kepada tim redaksi Lensa Mandalika, pria paruh baya yang lebih akrab dipanggil Tuan Maye itu menjelaskan bahwa tanahnya memang sempat ditawar oleh PT. LTDC pada tahun 1997 silam dengan penawaran Rp. 1.500.000 per are. Sedangkan dirinya bertahan di angka Rp. 5.000.000 per are namun tidak menemui titik temu dan tidak ada pembicaraan lebih lanjut.

Anehnya, baru baru ini diketahuinya, tanah yang diyakini masih hak miliknya secara penuh ternyata sudah masuk menjadi lahan HPL bersama beberapa lahan dikawasan tersebut yang sudah dilakukan pembebasan. Sedangkan tanah miliknya, sekedar ucapan permisipun tidak pernah dia terima, apalagi pembayaran.

“lahan saya ini jelas alas haknya, ada surat-surat dan bayar pajak bumi bangunan sejak lama dan terus keluar SPPT setiap tahun tapi ITDC mengklaim masuk areal HPL milik mereka. Dan lahan di sebelah saya mereka selesaikan (baca: bayar) tetapi lahan saya mereka tidak mau bayar”, jelasnya.

Lebih lanjut, Tuan Maye menceritakan bahwa sempat beberapa kali dilakukan mediasi. Hal tersebut lantaran sejak awal dirinya menolak pembangunan namun selalu menemui jalan buntu dikarenakan pihak pemerintah hanya menekankan untuk diberikan izin pembangunan jalan, tidak ada yang membicarakan pembebasan lahan miliknya.

Saat ini, kasus tersebut sudah dilimpahkan ke pengadilan negeri praya dan sudah memasuki sidang kedua. Tuan Maye mengaku apapun yang terjadi, mati sekalipun, dia siap dikuburkan di tanah tersebut demi mempertahankan haknya.

“Siapa ITDC, saya tidak kenal, saudara saya juga bukan, lalu kenapa saya harus memberikan tanah saya kepada mereka? Jika pun saya harus mati, sekalian kuburkan saya dengan tanah urugnya mereka ini saya siap. Silahkan panggil saksi, warga se-dusun Songgong ini siap bersaksi bahwa saya tidak pernah menjual tanah saya,” tegasnya berapi api.

Tuan Maye juga menceritakan bahwa dirinya mengingat betul pesan presiden Jokowi ketika peresmian Masjid Nurul Bilad beberapa tahun silam, yakni agar semua persoalan lahan diselesaikan dengan bijak tanpa mengorbankan rakyat. Namun, kenyataan yang ia temui sungguh berbeda.

“Pak Presiden Jokowi, saya ingat pesan Bapak, saya jabat tangan juga sama Bapak waktu itu, ini anak buah Bapak tidak benar kerjanya, tidak patuh perintah Bapak!” jelasnya berharap suaranya didengar presiden Jokowi yang dianggapnya bisa hadir sebagai dewa penolong untuknya saat ini.

Dalam kesempatan yang sama, Haji Bangun, mantan kepala Desa Mertak yang menjabat selama dua periode juga membenarkan bahwa sepanjang pengetahuannya, baik sebagai masyarakat Mertak ataupun dalam masa jabatannya sebagai kepala desa di Mertak, tidak pernah terjadi transaksi jual beli terhadap bidang tanah milik Tuan Maye tersebut.

“Jadi tidak ada pernah dilakukan proses jual beli ataupun pegalihan status kepemilikan terhadap lahan ini, sepanjang pengetahuan saya tidak ada itu, jadi aneh saja kalo tiba-tiba tanah ini masuk dalam HPL ITDC” terangnya.

Lebih lanjut, Haji Bangun sangat menyayangkan sikap pemerintah dalam penyelesaian permasalahan tersebut yang terkesan tertutup.

“kenapa tidak kita diberikan bukti-bukti transaksi jual beli jika memang mereka punya, sehingga kita bisa melihat dengan terang apa yang terjadi. Kasian masyarakat kita, jangan sampai ada yang menjadi korban pembangunan,” pungkasnya. (red/lm)