Lensamandalika.com – Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat terkenal dengan destinasi pantainya yang menawan. Pantai-pantai di kawasan Mandalika dan pantai-pantai lain di sekitarnya merupakan primadona bagi wisatawan yang berkunjung ke Lombok. Sebut saja pantai Tanjung Aan, Kuta Mandalika, Semeti, hingga Selong Belanak.

Jika santai di pantai terlalu mainstream, nongkrong santai di warung kopi kadang bikin jaim, Redaksi Lensa Mandalika punya satu rekomendasi tempat bersantai bareng keluarga, atau juga bareng ayang yang pasti bikin sahabat nyaman dengan suasananya.

Tempat tersebut adalah Pasar Bambu Bonjeruk, berlokasi di Dusun Bat Peken, Desa Bonjeruk Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah. Tempat yang awalnya berupa kebun bambu tak tersentuh, dipenuhi sampah, nyamuk dan juga ular, kini menjadi salah satu lokasi favorit untuk melepas lapar dan dahaga dengan menu andalannya, Nasi Merangkat.

Pasar bambu Bonjeruk diprakarsai oleh dua tokoh muda setempat yakni Dayat dan Usman. Keduanya tertantang untuk menjadikan desanya sebagai Destinasi Wisata dengan latar belakang wisata sejarah.

Desa Bonjeruk merupakan desa tertua di wilayah Lombok Tengah, desa ini berdiri tahun 1886. Namun keberadaannya konon sudah ada sejak tahun 1852. Bila menjejakkan kaki di desa ini, Sahabat akan menemukan beberapa bangunan tua masih berdiri kokoh terlihat mencolok di antara rumah penduduk.

Di era kolonial, tempat ini adalah pusat pemerintahan tingkat Distrik Jonggat. Tak heran jika Desa Wisata Bonjeruk memiliki daya pikat tersendiri bagi para wisatawan apalagi yang senang dengan wisata sejarah. Bangunan ikonik lainnya adalah Masjid Raden Nunu Unas yang dibangun tahun 1800-an.

Kembali ke Pasar Bambu Bonjeruk, ketika memasuki pintu masuknya, sahabat akan langsung disambut dengan suasana nyaman diiringi angin sepoi-sepoi yang teduh, seperti bernostalgia ke masa lalu ketika bermain-main bersama kolega. Suasana ‘Kembali ke Desa’ begitu terasa dengan jejeran ‘Berugaq’ yang total berjumlah 16 unit dengan tipe ‘Sekenam dan Sekepat’, berugaq dengan tiang enam dan empat.

Diinisiasi tahun 2018, Pasar Bambu Bonjeruk sempat mengalami pasang surut dikarenakan gempa yang melanda pulau Lombok. Baru mulai menggeliat di tahun 2019, Pasar Bambu Bonjeruk juga harus rela tutup selama hampir dua tahun lantaran terkena dampak pandemi corona.

Kini setelah pemerintah membolehkan kembali aktifitas pariwisata, Pasar Bambu Bonjerukpun mulai diserbu oleh para pengunjung yang dominan merupakan wisatawan lokal dan domestik. Dari jam makan siang hingga makan malam, Pasar Bambu Bonjeruk ramai dikunjungi setiap hari.

“Untuk paket rombongan, kami sudah bisa menampung sebanyak 60 Pax. Fasilitas kami lengkap, bahkan Toilet kami mendapatkan penghargaan sebagai Toilet Desa Wisata paling bersih se-Indonesia pada ajang Anugerah Desa Wisata 2021,” terang Inaq Indi, salah satu Karyawan di Pasar Bambu Bonjeruk.

Menu Nasi Merangkat, andalan Pasar Bambu Bonjeruk (Foto: dok. Edi Wiranata/LM)

Dikatakan Inaq Indi, paket Nasi merangkat adalah menu favorit yang dipesan oleh pengunjung. Paket nasi merangkat merupakan paket menu yang terdiri dari sebakul nasi untuk porsi tiga orang dewasa.

“Lauknya ada sambel beberoq, tempe goreng, Ayam Goreng, Ayam suir pelecing, Ikan nila goreng dan dua mangkuk Sayur bening. Sedangkan pilihan minumannya bisa Kelapa Muda utuh, Es Kelapa muda, Es Jeruk, juga es teh dan Teh hangat,” jelasnya.

“Untuk satu Porsi nasi merangkat, harga yang dipatok cukup bersahabat yakni Rp. 130 ribu rupiah saja,” imbuhnya.

Pasar Bambu Bonjeruk yang diresmikan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, kata Inaq Indi selalu ramai dikunjungi setiap hari, terlebih pada hari libur dan tanggal merah.

“Bagi yang mau datang rombongan, bisa reservasi langsung ke Pak Dayat di nomor 082340370544,” katanya.

Salah satu pengunjung, Najam mengapresiasi terobosan yang diinisasi oleh Pemuda Desa Bonjeruk. Dirinya yang berkunjung pertama kali ke Pasar Bambu langsung mendapatkan kesan yang positif.

Karyawan di Pasar Bambu Bonjeruk menggunakan pakaian khas sasak. (Foto: dok. Edi Wiranata/LM)

“Makanannya enak, pelayanannya ramah. Terlebih para karyawannya menggunakan busana khas suku sasak yang membuat penampilan mereka semakin otentik,” jelasnya.

“Recommended sekali tempat ini, nyaman, santai. Kalau harga relatif ya, dengan pelayanan yang baik dan lokasi yang seinstagrammable ini, saya rasa fine-fine saja,” pungkasnya. (red/lm)