Lensamandalika.com – Apes menimpa YJP (31 tahun, laki-laki) yang merupakan Bendahara Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Dia harus berurusan dengan Sat Reskrim Polres Lombok Utara lantaran menilap uang bantuan langsung tunai (BLT). Tidak sampai disana, uang yang diambilnya itu lantas digantinya dengan uang palsu yang dicetak di kantor desa.

Kapolres Lombok Utara, AKBP I Wayan Sudarmanta mengatakan, YJP mencetak uang palsu Rp 9.500.000 dengan nominal pecahan 100.000 sebanyak 95 lembar. Uang palsu itu kemudian diselipkan pada uang Rp 200.000.000 yang baru diambil di Bank NTB Syariah Cabang Tanjung pada Rabu (16/11).

Rencananya uang tersebut sebagian akan dibagikan sebagai bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat. Hanya saja pada saat akan dibagikan, perangkat desa lainnya menemukan ada keanehan pada beberapa lembar uang yang akan dibagikan.

Mereka kemudian melakukan pengecekan kembali ke Bank NTB Syariah. Pihak bank lantas memastikan bahwa memang itu uang palsu. Hanya saja itu bukan dari pihak bank. Kejadian itu kemudian dilaporkan ke Polres Lombok Utara.

“Berdasarkan laporan tersebut, saya perintahkan anggota untuk turun dan melakukan penyelidikan,” ungkap Sudarmanta, mengutip RadarLombok, Sabtu (31/12/2022).

Setelah diselidiki, ternyata uang palsu tersebut berasal dari pelaku YJP. Polisi kemudian langsung mengamankannya. Uang palsu tersebut diakui dibuat sendiri di Kantor Desa Santong pada Minggu (13/11) sekitar pukul 20.00 WITA menggunakan Printer EPSON L220 dan Kertas HVS Kantor Desa Santong.

Sebelum membuatnya, YJP pada Sabtu (12/11) terlebih dahulu belajar membuat uang palsu dengan cara menonton tutorial di YouTube.

“Pelaku melakukan hal tersebut baru sekali. hal itu karena terjerat utang sebesar Rp 10 juta akibat kalah main judi online,” ungkapnya.

Atas perbuatannya tersebut pelaku pun kini telah ditetapkan tersangka dan ditahan. Ia dijerat Pasal 36 ayat (1) Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

“Saat ini berkas tersangka sudah diproses dan segera akan dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Mataram,” tutupnya.