lensamandalika.com – Pengembalian dana Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang gagal pergi ke Taiwan semakin tidak jelas. Terlebih lagi pimpinan PT PSM sudah ringkus Polda NTB pada Senin (31/7/23) lalu.

Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kecamatan Lombok Utara (Disnaker PMPTSP KLU), Erwin Rahadi menyatakan bahwa pihaknya sudah berbuat seoptimal mungkin memperjuangkan para CPMI yang gagal berangkat tersebut.

Dimulai dari mediasi pertama pada Rabu (8/3/23). Dimana PT PSM dengan memberi tawaran kepada CPMI untuk memilih apakah mengundurkan diri atau pindah negara penempatan. Kemudian yang kedua pada Senin (20/3/23) dilakukan mediasi kembali. Para CPMI akhirnya memutuskan mengundurkan diri dan menuntut pengembalian uang dan dokumen. Soalnya PT PSM melanggar perjanjian yang ditandatangani terkait penempatan ke Taiwan. Pada waktu itu PT PSM juga menyetujui pengunduran diri itu.

“Jumlahnya ada 28 CPMI,” ucap Erwin pada Rabu (9/8/23).

Selain itu PT PSM menyepakati untuk mengembalikan uang dan dokumen dari para CPMI yang berupa paspor, ijazah dan akta kelahiran. Pengembalian uang serta dokumen-dokumen tersebut terealisasi paling lambat 1 bulan bagi CPMI yang belum ada ID paspor dan 3 bulan bagi CPMI yang sudah memiliki ID Paspor dan proses visa sejak ditandatanganinya berita acara mediasi.

Pada Senin (8/5/23) Disnaker PMPTSP mengundang para pihak mediasi kembali.

“Hanya saja saat itu mediasi tidak dapat dilanjutkan karena pihak PT PSM hanya diwakilkan oleh staf biasa yang tidak dapat mengambil keputusan dan berjanji akan mengembalikan sisa uang 28 orang CPMI paling telat Senin (15/5/23,” tandasnya.

Pada Selasa (30/5/23) kembali dilakukan mediasi yang menhadirkan Kepala Cabang PT PSM SBMI KLU dan Perwakilan dari 28 CPMI. Hasil dari mediasi tersebut yaitu PT PSM belum dapat memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan sisa uang CPMI yang mengundurkan diri berangkat ke Taiwan dengan alasan masih mengurus permasalahan dengan agensi yang ada di Taiwan.

PT PSM kemudian berjanji akan menyerahkan sisa uang 28 orang CPMI paling lambat Senin (14/6/23). PT PSM selanjutnya membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh Kepala Cabang PT PSM yaitu RY yang pada intinya jika sampai Senin itu tidak dapat mengembalikan sisa dana, maka pihaknya bersedia menerima sanksi yang akan diberikan oleh pemerintah.

Hanya saja hingga tenggang waktu yang disepakati PT PSM tak kunjung mengembalikan sisa uang CPMI dan dokumen-dokumennya. Setelah itu PT PSM sudah berulang kali berjanji akan mengembalikan uang CPMI beserta dokumen. Tetapi ternyata sampai Kepala Cabang PT PSM berinisial RY diamankan polisi, pengembalian dana dan dokumen tak kunjung terlaksana.

Atas dasar itu maka pihaknya pun bersurat ke Kementerian Tenaga Kerja RI meminta agar mencairkan deposito milik PT PSM untuk mengganti uang yang sudah dikeluarkan oleh 28 orang CPMI.

Kemudian PT PSM harus segera mengembalikan semua dokumen milik 28 orang CPMI. Terakhir meminta Kementerian Tenaga Kerja memberikan sanksi administrasi berupa pembekuan kegiatan usaha PT PSM di KLU sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.

“Saat ini kita menunggu respons pemerintah pusat seperti apa. Mereka yang punya kewenangan,” kata Erwin.

Untuk diketahui, kasus ini berawal ketika 28 CPMI ditawarkan untuk bekerja ke negara Taiwan dan dijanjikan proses administrasi 3 bulan kemudian diberangkatkan dengan gaji tinggi oleh sponsor/PL berinisial E warga Desa Prian, Kecamatan Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur dan SIS warga Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan.

Pada Januari dan Maret 2022, mereka mendaftar di PT PSM melalui dua PL tersebut, setelah mereka diminta mengeluarkan uang untuk biaya mengikuti pelatihan selama 4 hari di LPK/BLK Cahaya Nusantara di Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur sebagai syarat mendapatkan sertifikat untuk berkas ke Taiwan.

Kemudian pada Mei 2022, para CPMI dimintai tambahan biaya. Saat itu mereka dijanjikan kalau sudah menyetorkan uang tambahan tersebut maka proses lebih cepat. Bahkan dijanjikan akan diberangkatkan November 2022. Hanya saja hingga 2023 mereka tak kunjung diberangkatkan. Mereka sudah mengeluarkan biaya mulai dari Rp 12 juta sampai Rp 40 juta. Adapun total dana yang dikeluarkan dari 28 CPMI tersebut sekitar Rp 506 juta. (red/Respa)