lensamandalika.com – Pemerintah hendak membuka kembali pilihan untuk impor beras dalam menghadapi fenomena El Nino atau kemarau ekstrem.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy menyatakan bahwa pemerintah akan memastikan ketersediaan beras akan terpenuhi.

“Terdapat 1,3 juta ton beras yang disiapkan untuk menghadapi El Nino,” ucap Muhadjir sewaktu konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Kamis (10/8/23) kemarin.

Selain ketersediaan pasokan 1,3 juta ton beras, pemerintah juga akan merencanakan untuk melakukan impor beras.

“Karena itu di samping mengharapkan panen raya, kemungkinan kita harus impor (beras),” lanjutnya.

Walaupun demikian, pihaknya tidak mengatakan berapa ton beras yang akan diimpor, dan dari mana saja sumbernya. Dia menyatakan bahwa saat ini rencana ini masih dalam tahap pengkajian bersama Kementerian dan Lembaga terkait.

Sebelum itu, hal serupa juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Dia mengatakan bahwa pemerintah akan mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dalam menghadapi El-Nino.

“Masalah El Nino kita sudah ratas dengan Presiden, kita kehendaki agar stok beras (CBP) jelang akhir tahun harus bisa di atas 2,2 juta ton,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian meminta supaya setiap kepala daerah baik tingkat provinsi, kota/kabupaten untuk melakukan pengecekan ketersediaan pangan di wilayah masing-masing .

Hal itu merupakan bentuk antisipasi dalam menghadapi puncak fenomena kekeringan atau El Nino yang diperkirakan oleh BMKG akan terjadi mulai Agustus hingga Oktober ini.

Tito juga menyatakan bahwa dampak El Nino sudah dirasakan oleh negara-negara lain saat ini. Misalnya saja di India, Tito menjelaskan bahwa disana sudah terjadi kekeringan. Sehingga kini India melakukan penutupan ekspor beras mereka.

Tak hanya India, dampak El Nino juga telah dirasakan Vietnam dan Thailand. Walaupun demikian, kedua negara itu belum menutup keran ekspor beras mereka, hanya saja dilakukan prioritas untuk konsumsi dalam negeri utamanya bagi produk pertanian mereka seperti beras jenis medium.

Tito mengatakan bahwa ketiga negara tersebut merupakan penyuplai beras impor ke Indonesia.

“Untuk saat ini, Badan Pangan, Kemendag dan Bulog sedang kerja keras untuk penuhi stok minimal 2 juta ton sampai akhir 2023 untuk amankan di puncak panas kekeringan Agustus, September, Oktober. Pak Presiden minggu lalu memberikan tugas ke Bulog, dan Badan Pangan untuk stok beras,” ucap Tito dalam rapat pengendalian inflasi daerah pada Senin (7/8/23).

Oleh karenanya dia meminta di tiap daerah harus mewaspadai dampak El Nino dan juga situasi global, terutama pada pangan seperti gandum, beras, bawang putih, yang masih diperlukan dukungan dari impor.

“Untuk itu tiap daerah mohon betul, tiap provinsi kabupaten kota untuk cek betul di pasar-pasar, tempat-tempat distributor dan Gudang Bulog apakah stoknya cukup atau tidak, apakah produksi cukup atau tidak, seenggaknya untuk daerah masing-masing,” tandasnya.

Jika ditemukan ketersediaan pangan tidak dapat tercukupi, Tito meminta kepala daerah untuk mengambil langkah antisipasi dengan melakukan kerjasama dengan daerah yang surplus.

“Terutama daerah defisit, jangan kepala daerah, forkompimda, satgas pangan diam saja, begitu ada kelangkaan, harga naik, bingung,” terangnya.

Adapun dalam mengantisipasi ketersediaan beras di daerah telah disusun strategi, di antaranya monitoring daerah produksi beras yang mengalami kekurangan air. Kemudian monitoring dan pemetaan daerah yang defisit stok beras penyebab terjadi kenaikan harga. Selanjutnya dilakukan intervensi terhadap daerah yang mengalami dua kondisi tersebut.

Tito juga meminta agar menugaskan tim dari Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan pengecekan daerah-daerah rawan kekeringan.

Dia juga meminta bantuan Badan Pangan Nasional (BPN) dan BPS untuk ikut mengecek bagaimana ketersediaan air di tiap wilayah. Karena berdasarkan data BMKG terdapat potensi kekeringan di sejumlah daerah, utamanya di Jawa, Sebagian Sumatra, Kalimantan, NTT dan Sulawesi.

“Saya telah tugaskan tim Kemendagri, mohon bantuan BPS dan Badan Pangan untuk cek betul daerah mana saja yang betul-betul alami kekurangan air. Perlu ada menyetok air bendungan, waduk, embung, irigasi, sungai atau sumber air yang masih ada. Kita harus antisipasi betul pasokan air,” ucapnya.

Merespons hal ini, Ketua Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Qomarun Najmi menilai bahwa pelaksanaan impor beras kurang pas lantaran produksi beras masih cukup.

Dia mengatakan bahwa yang ada kaitannya dengan El Nino, petani sendiri telah melakukan mitigasi dengan percepatan tanam. Hasilnya, beberapa daerah pada bulan Agustus dan September ini akan panen raya musim kedua.

Menurutnya, yang perlu dilakukan yaitu perbaikan harga di tingkat petani. Dia mengakui bahwa petani saat ini memang tidak banyak yang menjual berasnya ke Bulog karena harganya tidak bersaing dengan harga pasar.

“Sekarang ini harga pasar masih di atas harga yang ditentukan Bulog, menyebabkan serapan Bulog jadi kurang optimal untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP), karena CBP kurang ini yang jadi alasan rencana impor,” tutur Qomarun.

Selain harga, yang tidak kalah penting adalah program peningkatan produksi dalam jangka panjang, contohnya yaitu dengan pelatihan penerapan pertanian agroekologi yang serius.

“Program ini juga dapat menjadi solusi terkait penurunan kualitas tanah,” tutup Qomarun. (red/Respa)