lensamandalika.com – Pedagang bakso yang dikenakan pajak 4,5 juta per bulan oleh Bappenda Lombok Tengah menjadi polemik yang diatensi oleh berbagai pihak, salah satunya oleh wakil rakyat Lombok Tengah yakni Ketua Komisi I DPRD, H. Supli. 

Politisi gaek PKS itu menilai sosialisasi selama ini tidak dijalankan dengan benar oleh Pemkab Lombok Tengah, khususnya Bappenda. Menurutnya, jika untuk menetapkan besaran yang seharunya dikenakan wajib pajak harus dengan system digitalisasi.

“Untuk meluruskan ini, mulai saja dari start awal lakukan sosialisasi, bangun kesepahaman dan kemudian pemda konsisten dalam pelaksanaan. Untuk pengenaan pajak kan sudah ada hitung-hitungannya” ucapnya saat dikonfirmasi oleh awak media pada Sabtu (12/8/2023).

Sementara itu, ditegaskan Supli jika benar pengakuan pedagang bakso bahwa petugas pungut melakukan penagihan dan pajak naik dengan dalih ada utang pemerintah kabupaten. Dirinya sangat menyayangkan hal ini disampaikan.

“Berarti petugasnya tidak benar, subyektif, seenaknya. Perlu petugasnya diberikan sanksi kalau benar melakukan itu,” tegasnya lagi.

Dijelaskannya, kendati pajak itu wajib dibayar tetapi ketika alasan penagihan tidak bener, tidak rasional dan tidak berdasarkan ketentuan. Maka wajar wajib pajak ingkar memenuhi kewajibannya.

Sementara, berdasarkan informasi dari pihak Bappenda ketika melaksanakan uji petik, ditemukan omzet pedagang bakso besar di wilayah Praya. Kisaran 400-500 terjual perharinya. Maka jika yang dikenakan pajak 100 mangkok per hari dengan harga jual Rp 16.000 per mangkok dengan pajak 10 persen, dengan demikian nilai pajak tertagih yaitu 10 persen X Rp 16.000 = 16.000 x 100 x 30 = 4.800.000.

“Jadi tagihan 4,5 jt sebulan sepertinya masih kurang itu, apalagi bakso yang terjual sampai 400 – 500 mangkok,” lanjutnya.

Untuk itu, dirinya menjelaskan juga bahwa yang dikenakan pajak itu pembeli bakso bukan pedagang.

“Jadi sangat perlu bagaimana cara agar pedagang ini memiliki kesadaran untuk segera membayar pajak usahanya,” tuturnya.

Disamping itu, untuk pajak sebenarnya sudah ada regulasinya. Namun Pemkab dituding alfa menerapkan ketentuan pajak warung restoran sejak awal. Sedangkan  sosialisasinya tidak jalan, akhirnya terkesan selera-seleraan. Maka muncul anggapan ada yang dikenakan ada yang tidak. Ada yang dirasakan terlalu tinggi, ada yang dianggap kerendahan.

Dari itu, seyogyanya sudah waktunya Pemkab Lombok Tengah konsisten menerapkan ini. Begitu juga membuka selebar-lebarnya tentang ketentuan perpajakan. Ajak pedagang berbicara bila perlu menghitung bersama berapa sesungguhnya besaran pengenaannya.

“Kalau ini sudah dipahami Insya Allah semua menerima. Mungkin terhadap warung-warung yang akhirnya dikenakan pajak yang dirasa tinggi, uji petik yang dilakukan pemda tidak dilakukan secara terbuka, maka ketika hasil uji petik itu diterapkan jadi pedagang merasa ketinggian dan ramai-ramai mereka keberatan,” jelas Supli.

Sebelumnya, pedagang bakso di Lombok Tengah ramai-ramai tidak mau membayar pajak kepada Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda). Mereka menolak dikarenakan dimintai bayar pajak per bulannya dengan nilai yang lumayan tinggi.

Pedagang bakso yang beroperasi di Utara simpang empat Masjid Agung Lombok Tengah, Kusnanto menceritakan bahwa petugas Bappenda bulan Agustus ini meminta bayaran pajak sebesar Rp 4,5 juta.

“Intinya saya tidak akan bayar kalau segitu mas, ini naiknya terlalu tinggi. Awalnya kami bayar 250 ribu per bulan, nah sekarang malah dimintai 4,5 juta, kami dapat uang dari mana untuk bayar. Saya tidak sanggup,” ucapnya kepada awak media pada Sabtu (12/8/23).

Lebih parah lagi, saat oknum petugas Bappenda mendatanginya Kamis lalu. Mereka berdalih jika pajak naik dkarenakan kondisi daerah yang memiliki utang pinjaman.

“Makanya saya bilang apa hubungan utang Pemda dengan kami pedagang bakso? Sudah tempat kami jualan bangun sendiri, tanah kami sewa, trus apa hubungannya. Saya bilang begitu mas,” tegasnya.

Dalam persoalan ini, Kusnanto mengaku dirinya bukan tidak mau membayar pajak bulanan. Melainkan tidak sanggup dengan nilai lumayan tinggi, sehingga dirinya akan selalu menolak membayar.

Bahkan jika hal terburuk terjadi, pemerintah keras dan menekan pedagang bakso bayar pajak tinggi. Pihaknya akan tetap menolak. Kalaupun warung mereka akan disegel atau digusur sesuai ancaman petugas, pihaknya akan merelakan. Tetapi dirinya hanya akan memvideokan saat disegel atau digusur.

“Biar viral sekali-kali mas, iya kan,” lanjutnya.

Kusnanto menyayangkan, ketika ada kebijakan baru terkait kenaikan pajak harusnya Bappenda menyuarakan terlebih dahulu ke para pedagang bakso.

“Inikan sepihak, tiba-tiba diminta bayar 4,5 juta coba,” tambahnya.

Kalaupun pajak naik tidak ada persoalan. Namun harusnya nilainya lebih masuk diakal. Sementara pajak bulan Agustus naik cukup tinggi dan berlipat ganda.

Diceritakan Kusnanto bahwa dulu, ketika H. Nursiah sebagai Sekda Lombok Tengah memiliki cara berbeda kepada pedagang bakso. Dirinya mengaku didatangi dan diajak berbicara terkait pajak per bulannya, kemudian disana ada tawar menawar. Harusnya pemerintah melihat fakta sebenarnya, setiap orang berkunjung ke warung bakso, tentu tidak semua beli bakso. Ada juga yang datang hanya sekedar untuk minum.

“Kalau di bawah 1 juta kami siap per bulan. Tidak saklek seperti sekarang, tiba-tiba dinakan tinggi. Kalau dulu ada berkas yang kami tandatangani, bukan seperti sekarang ini. Perlu juga tahu, kami ada kewajiban setor motor kredit dan upah karyawan. Terus dari mana kami dapat untuk bayar begitu besar,” tambahnya. (red/Respa)