lensamandalika.com – Kebijakan pemerintah pusat terkait ekspor benih lobster (benur) yang mengalami buka-tutup perlu dipertanyakan karena dinilai hanya untuk kepentingan bisnis belaka.
Prihal tersebut membuat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Lombok Tengah (Loteng), M Kamrin merasa geram, karena peristiwa itu dapat merubah iklim usaha ekonomi masyarakat. Dimana waktu adanya pelarangan, masyarakat susah untuk dibina dan beralih ke usaha lain, begitu juga kesulitan yang dirasakan oleh dinas terkait.
“Saat kebijakan pengiriman dibuka kembali nanti, masyarakat akan diminta beralih lagi ke usaha benih ini dan laut kita akan penuh dengan menangkap benur. Indikasi kebijakan ini hanya kepentingan bisnis oknum tertentu, secara bisnis mengerahkan masyarakat untuk membuka pengiriman ini, dengan mengorbankan dan mengalihkan masyarakat. Maka menjadi pertanyaan besar ketika kemarin menutup sekarang dibuka dan patut dipertanyakan hal itu,” bukanya.
Bayangkan saja ketika nantinya dibuka kembali ekspor benur maka laut akan penuh dengan alat penangkap benur. Dulu saja pihaknya sampai membakar semua alat tangkap dan metutupnya. Tetapi setelah dibakar, ekspor malah dibuka kembali, kemudian ditutup lagi. Karena itulah, dia menilai kebijakan yang mengalami buka tutup ekspor benur itu hanya kepentingan pihak pebisnis saja.
Sedangkan budidaya lobster di Loteng masih skala rumah tangga. Jadi untuk budidaya sekala besar atau untuk investasi dianggap belum cocok, mengingat dalam hal ini Pemda mengutamakan sebagai sumber pendapatan masyarakat.
“Banyak investor ingin menanam saham soal itu namun kami tolak karena masih merasa laut kami sedikit dan akan berbenturan dengan masyarakat,” jelasnya.
“Seperti halnya di Gerupuk Desa Sengkol, banyak yang budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) lobster, ikan kerapu, rumput laut dan lainnya. Tetapi budidaya lobster ini masih kekurangan karena minimnya infrastruktur KJA. Hanya menggunakan infrastruktur seadanya. Hanya pelampung biasa dan bambu,” lanjutnya.
Pihaknya sering melakukan protes terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam memberikan bantuan. Dimana, Lombok Timur saja yang ditetapkan sebagai pusat budidaya lobster, sehingga banyak mendapat bantuan KJA. Sementara bantuan untuk Loteng nihil, padahal potensi benur itu banyak di Loteng.
Dia mengatakan bahwa budidaya tidak akan dapat berjalan optimal apabila suport benih tidak jalan. Maka penting sekali budidaya pembesaran benih, tetapi sayang tidak disentuh pusat. Paling tidak kebutuhan sarana KJA karantina dipelihara di laut. (red/Respa)